tirto.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Regulasi ini adalah landasan dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua.
Sejak Permendikbudristek PPSKP diluncurkan pada 8 Agustus 2023, tercatat 404.956 satuan pendidikan telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), per Kamis (10/10/2024). Angka tersebut menunjukkan capaian persentase sebesar 93,71 persen.
Selain satuan pendidikan, pemerintah daerah juga berperan aktif dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKSP. Saat ini, ada 27 Satgas PPKSP di tingkat provinsi (71,05 persen) dan 441 Satgas PPKSP di tingkat kabupaten/kota (85,79 persen).
“Pembentukan TPPK dan satgas menjadi langkah awal yang sangat baik dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Setelah ini, perjuangan dalam mencegah dan menangani kekerasan menjadi tugas berkelanjutan yang akan bersama-sama kita tempuh,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Sunarti, dalam keterangan yang diterima Tirto.id, Senin (14/10/2024)
Pembentukan Satgas PPKSP oleh pemerintah daerah dan Tim PPKSP oleh satuan pendidikan merupakan upaya memastikan adanya respons cepat dalam penanganan insiden kekerasan yang mungkin terjadi.
Terlibatnya seluruh ekosistem pendidikan untuk berperan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan sangat penting untuk mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif. Menurut Kepala Sekolah SMPN 1 Bintan, Kepulauan Riau, Sri Lestari, keterlibatan dalam komunikasi sebaya melalui kampanye dan aksi nyata PPKSP berdampak signifikan bagi siswa.
“Dampaknya besar, yaitu keterbukaan dan keberanian untuk menyampaikan informasi berkaitan kekerasan. Prinsip tutor sebaya dalam menginformasikan pembelajaran mampu memberikan kenyamanan dan pemahaman yang cepat kepada siswa,” ungkap Sri.
Penguatan Kapasitas
Pembentukan TPPK dan Satgas PPKSP sejatinya belum cukup. Penguatan kapasitas seluruh pihak yang terlibat merupakan kunci penting dalam mengimplementasikan satuan pendidikan yang bebas kekerasan.
Melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), berbagai modul terkait pencegahan kekerasan, termasuk pencegahan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, telah disediakan dan diakses oleh sekira 1 juta guru untuk pembelajaran mandiri.
Sejak tahun 2023, Kemendikbudristek secara aktif melibatkan fasilitator nasional dan daerah dari berbagai latar belakang untuk melakukan pelatihan menggunakan modul pencegahan dan penanganan kekerasan. Pelatihan ini diselenggarakan bersama Dinas Pendidikan dan berbagai organisasi/komunitas yang berkaitan dengan perlindungan anak.
Pada tahun 2024, Kemendikbudristek juga melaksanakan peningkatan kapasitas modul penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan untuk satgas dan perwakilan TPPK dari seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan berlangsung dengan melibatkan UPT Kemendikbudristek, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta jaringan masyarakat sipil di bidang perlindungan anak dan kebhinekaan sebagai fasilitator.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Rante Hattani, menyampaikan bahwa kebijakan PPKSP tidak berhenti hanya sampai pembentukan TPPK ataupun satgas, melainkan hingga terlihatnya perubahan paradigma nyata di lingkungan pemerintah daerah atau sekolah.
“Melihat ke belakang sebelum adanya kebijakan PPKSP, iklim keamanan sekolah di rapor pendidikan daerah kami memang dalam kategori waspada, tapi semangat kami terbayar dengan terlaksananya kebijakan PPKSP dan dukungan tata kelola yang baik, dengan terlihatnya perubahan paradigma yang nyata di lingkungan pemda atau sekolah, juga telah berubahnya rapor pendidikan daerah kami menjadi warna hijau,” ujar Rante.
Gotong Royong Hapus Kekerasan
Bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta Komisi Nasional Disabilitas, Kemendikbudristek jalin kerja sama dalam mengimplementasikan Permendikbudristek PPKSP. Dengan cara demikian, diharapkan program pencegahan dan penanganan kekerasan dapat dilaksanakan secara komprehensif untuk mendukung pembelajaran yang optimal.
Selain itu, Kemendikbudristek juga berkolaborasi dengan UNICEF menyelenggarakan program antiperundungan Roots yang dilaksanakan sejak tahun 2021. Roots yang menyasar guru dan siswa SMP, SMA, dan SMK, memberikan keterampilan dalam mengidentifikasi, mencegah, dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan. Hingga 2024, program ini tercatat telah berhasil menjangkau lebih dari 33.777 satuan pendidikan di 509 kabupaten/kota di 38 provinsi.
Berdasarkan Survei Situasi Perundungan yang berlangsung melalui media U-Report dari UNICEF (2022), 42 persen peserta didik menyatakan program Roots memberikan perubahan positif bagi lingkungan sekolahnya. 32 persen peserta didik bahkan merasa perundungan telah berkurang dengan adanya intervensi Roots.
“Setelah mengikuti program Roots, saya sadar bahwa untuk menangani dan mencegah kekerasan di dalam sekolah harus dilakukan bersama dengan teman-teman yang lain. Dengan saling membantu, hasil yang didapatkan akan lebih efektif. Saya juga sadar bahwa murid yang melanggar peraturan sekolah atau menjadi pelaku bullying juga layak diberi arahan untuk menjadi lebih baik lagi,” ujar salah satu siswa yang menjadi Agen Perubahan Roots dari Banten, Masayu Mutia Maharani Mufti.
Menyadari pentingnya pendidikan yang aman, Kemendikbudristek telah menyediakan jalur pengaduan yang mudah diakses melalui kemedikbud.lapor.go.id. Layanan ini memungkinkan siswa, orang tua, dan masyarakat untuk melaporkan tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah. Selain itu, Kemendikbudristek juga menghadirkan Portal PPKSP untuk menyediakan berbagai konten edukasi, termasuk video dan poster pencegahan kekerasan, yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Kepala Pusat Penguatan Karakter (Kapuspeka), Rusprita Putri Utami, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam implementasi Program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
"Dalam upaya ini, kami tentunya tidak bisa bergerak sendiri. Kami selalu berpegang pada filosofi Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya Tri Pusat Pendidikan dalam membentuk karakter anak-anak kita," jelas Rusprita.
Lebih lanjut, Rusprita menambahkan bahwa program ini tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan seluruh pihak terkait.
"Sekolah, keluarga, dan masyarakat adalah tiga elemen penting yang harus berjalan beriringan. Oleh karena itu, kita semua di sini, baik sebagai pendidik, orang tua, maupun anggota masyarakat harus menjalankan peran masing-masing dalam mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan satuan pendidikan--jika kita mau memastikan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas,” tambah Rusprita.
Melalui berbagai inisiatif ini, Kemendikbudristek berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung perkembangan siswa secara optimal. Dengan kolaborasi semua pihak, diharapkan kasus kekerasan di satuan pendidikan dapat diminimalisasi sehingga setiap siswa dapat belajar dalam suasana yang nyaman dan aman.
Untuk informasi dan konten edukasi terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, Anda dapat mengunjungi merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis