Menuju konten utama

Potensi Terorisme di Indonesia Tetap Ada meski al-Baghdadi Tewas

Pengaman terorisme mengatakan meski al-Baghdadi mati, gerakan teror di Indonesia tak serta merta hilang.

Potensi Terorisme di Indonesia Tetap Ada meski al-Baghdadi Tewas
Pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi. FOTO/AP Images

tirto.id - Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin tertinggi ISIS, kelompok teroris yang pada masa jayanya pernah mengendalikan wilayah seukuran Inggris, diumumkan meninggal oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Washington DC, Trump bilang al-Baghdadi meledakkan rompi bunuh diri setelah wilayah persembunyiannya di Idlib, Suriah, diserang pasukan khusus AS.

"Tadi malam, Amerika Serikat membawa pemimpin teroris nomor satu di dunia itu ke 'pengadilan'. Abu Bakar al-Baghdadi sudah mati," kata Trump, Ahad (27/10/2019), dikutip dari CNN.

Pria yang lahir dengan nama Ibrahim Awad Ibrahim Ali al-Badri ini meninggal dalam usia 48 tahun.

Kematian al-Baghdadi terjadi beberapa bulan setelah ISIS mengalami kekalahan total di benteng terakhir mereka di Baghouz, Suriah, oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipelopori orang-orang Kurdi.

Trump lantas sekilas menjabarkan profil al-Baghdadi dan kaitan dengan pemerintahannya. "Dia adalah pendiri dan pemimpin ISIS. Organisasi teror paling kejam di dunia. Amerika Serikat mencari Baghdadi selama bertahun-tahun. Baghdadi telah menjadi prioritas utama terkait keamanan nasional di pemerintahan saya."

Mengutip Rukmini Callimachi dari New York Times, semasa hidupnya al-Baghdadi mampu menarik puluhan ribu rekrutmen yang berasal dari 100 negara, termasuk Indonesia. Pada tahun yang sama setelah ISIS berdiri, 2014, warga Indonesia sudah ada yang teridentifikasi berbaiat, jumlahnya 34. Setahun kemudian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengatakan ada lebih dari 10 organisasi yang mendukung ISIS.

Salah satu yang paling getol menyebarkan paham ISIS adalah Aman Abdurrahman. Awal Januari 2014, dia berbaiat ke ISIS. Tahun lalu dia divonis mati karena tindak pidana terorisme.

Sikap serupa ditunjukkan Abu Bakar Ba'asyir, pentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), pada Juli 2014. Seorang mantan murid Aman bilang gurunya yang memengaruhi Ba'asyir untuk berbaiat ke ISIS. JAD, secara organisasi, juga terafiliasi dengan ISIS.

JAD sudah berkali-kali melakukan teror di Indonesia, termasuk meledakkan bom di Jawa Timur tahun lalu. Aksi terakhir yang mereka lakukan adalah menikam Wiranto saat masih menjabat Menkopolhukam. Pelakunya, Abu Rara, menurut Kepala BIN Budi Gunawan, adalah kelompok JAD Bekasi.

Sel-sel inilah yang tidak serta merta hilang setelah al-Baghdadi mati. Sebagaimana Rukmini mengatakan kemenangan di Baghouz hanya awal dari konflik baru, pengamat keamanan, terorisme, dan intelijen Stanislaus Riyanta juga berucap aksi simpatisan ISIS di Indonesia tak akan sirna dalam waktu dekat.

Kepada reporter Tirto, Senin (28/10/2019), Stanislaus mengatakan kematian al-Baghdadi justri memperkuat ancaman terorisme "karena ada potensi arus balik kombatan dan simpatisan ISIS".

Pasca-kalah di Baghouz, nasib istri dan anak eks kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia di Suriah memang terkatung-katung. Pemerintah Indonesia belum bersikap atas mereka.

Stanislaus lantas mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) per tahun 2018 yang menyebutkan ada 1.321 WNI yang berusaha bergabung dengan ISIS.

"Jumlah ini hanya yang berusaha berangkat ke Suriah, untuk jumlah yang tetap bertahan di Indonesia termasuk simpatisannya pasti lebih besar," ujar Stanislaus.

Kematian al-Baghdadi juga memicu kebangkitan kelompok teror lain seperti Jamaah Islamiyah (JI)--yang menginduk pada al-Qaeda. JAD menggantikan dominasi JI dalam pemberitaan mengenai teror di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

"JI saat ini diam-diam membangun kembali organisasi. Momentum eksisnya ISIS di Indonesia melalui kelompok JAD dimanfaatkan JI untuk konsolidasi, dan ketika ISIS jatuh, maka mereka sudah siap untuk bangkit," jelas Stanislaus panjang lebar.

Hal ini sebenarnya sudah diketahui aparat Indonesia. Di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius menegaskan "tidak boleh meremehkan" meski al-Baghdadi mati. Sebab, katanya, apa pun yang terjadi terhadap ISIS, "berdampak ke dalam negeri."

Hal serupa diungkapkan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra. Dia menegaskan semua jaringan teroris yang ada di Indonesia "dalam pemantauan Densus 88."

"Itu (kematian al-Baghdadi) menjadi kewaspadaan kami. Densus 88 tetap konsisten melakukan upaya penegakan hukum," kata Asep di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino