Menuju konten utama

Saat Aman Abdurrahman Menyambut Vonis Mati dengan Sujud Syukur

Aman Abdurrahman bersyukur karena vonis hukuman mati adalah yang dikehendakinya.

Saat Aman Abdurrahman Menyambut Vonis Mati dengan Sujud Syukur
Terdakwa kasus dugaan teror bom Thamrin, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Aman Abdurrahman mengangkat satu jari. Ia kemudian menelungkupkan badan dan bersujud selepas mendengar Ketua Majelis Hakim membacakan vonis terhadap dirinya.

“Menyatakan terdakwa Aman Abdurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati,” ujar Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018). Saat Aman bersujud, polisi berkerumun menutupi badannya.

Tindakan Aman ini memang di luar kebiasaan orang pada umumnya saat mendapat vonis terberat dalam hukum di Indonesia. Ini karena vonis mati adalah keinginan Aman. Ia tak mengajukan upaya hukum atas putusan yang diberikan hakim.

“Saya tidak akan banding,” kata Aman sembari menggerakkan tangan ke arah Asludin Hatjani, selaku penasihat hukum dari Aman.

"Kami dari kuasa hukum menyatakan pikir-pikir,” ujar Asludin.

Sebelum putusan hakim, Aman memang sudah lama menghendaki dapat hukuman mati. Keinginan itu diutarakan Aman sejak dituntut Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada 18 Mei 2018.

Sepekan setelah tuntutan dibacakan tepatnya pada Jumat 25 Mei 2018, Aman merasa tak gentar. Dalam pleidoi yang ia tulis sendiri, Aman sempat menuliskan keinginannya untuk dicabut nyawa.

“Saya Insya Allah keluar dari penjara berupa mayat sebagai syahid atau keluar dalam keadaan hidup sebagai pemenang dalam prinsip ini.”

Keinginan Aman buat ditembak peluru tim eksekusi bukan tanpa alasan. Ia merasa tak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya.

“Kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (kasus bom Gereja Oikumene Samarinda), maka itu sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya. Tapi, apa mau dikata, Anda (majelis hakim) sekalian berkuasa dan kami adalah orang-orang yang lemah, di hadapan Allah kita akan bersengketa," kata Aman.

Tak Ada yang Meringankan

Pada sidang, Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini tak menyebutkan satu pun pertimbangan meringankan buat lelaki asal Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat itu. Pertimbangan yang dibacakan berisi pertimbangan memberatkan.

Majelis menyatakan Aman merupakan seorang residivis. Ini merupakan fakta persidangan lantaran Aman sebelumnya tercatat pernah divonis untuk dua perkara serupa pada 2004 dan 2010. Ia bahkan kembali ditangkap polisi sebelum bebas menjalani hukuman untuk perkara kedua.

Aman juga dinilai Majelis Hakim sebagai penggagas sekaligus pendiri Jamaah Anshar Daulah (JAD). Organisasi ini diketahui menjadi dalang serangkaian teror yang terjadi di Indonesia pada 2016-2017.

Pemahaman Aman telah banyak diunggah ke dunia maya sehingga berpotensi bisa mempengaruhi banyak orang karena dapat diakses bebas.

“Terdakwa adalah penganjur, penggerak kepada pengikutnya untuk melakukan jihad, amaliyah teror, melalui dalil-dalilnya, sehingga menimbulkan banyak korban aparat,” kata Jaini.

Majelis juga berpendapat perbuatan Aman telah mengakibatkan banyak korban meninggal dan korban luka berat, dan salah satu korban meninggal adalah anak kecil. Perbuatan Aman ini juga dianggap merugikan negara.

Infografik Aman Abdurrahman

Vonis Dianggap Memaksakan

Meski Aman menerima putusan tersebut, kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani tak bisa terima begitu saja. Ia merasa vonis tersebut dipaksakan alasannya karena Aman tak menganjurkan amaliyah seperti dikatakan Majelis Hakim dalam pertimbangannya di persidangan.

Menurut Asludin, Aman hanya menyampaikan pesan dari Abu Muhammad Al-Adnani yang merupakan juru bicara ISIS, tentang amaliyah seperti di Perancis. Ini seperti yang diakui Abu Gar alias Saiful Muhtohir, pelaku Bom Thamrin, yang mengaku sudah mengetahui pesan Al-Adnani sebelum melakukan amaliyah.

“Jadi bukan karena Ustaz Aman,” kata Asludin usai persidangan.

Ia menegaskan tidak ada kaitan langsung antara serangan teror dengan Aman. Ia pun menolak pertimbangan hakim yang menyebut Aman menggerakkan sejumlah orang untuk amaliyah. “Kalau menggerakkan orang lain itu tergantung orangnya mau digerakkan atau tidak,” katanya.

Polri Tetap Siaga

Vonis mati yang diberikan kepada Aman bukan berarti membuat kondisi Indonesia aman dari potensi teror. Polisi tetap siaga untuk memantau dan mencegah bangkitnya sel tidur setelah vonis Aman.

Kepala Bagian Penerangan Satuan Mabes Polri, Kombes Yusri Yunus menegaskan Densus 88 sudah mengantisipasi bangkitnya gerakan teroris setelah putusan tokoh teroris yang disegani tersebut.

“Kami punya program dari Densus, dari kepolisian, secara preemptively dari BNPT, Polri dan kontra radikal orang mantan teroris kepada masyarakat jangan mau radikal, ada pencegahan preemptively dan preventif,” kata Yusri saat dikonfirmasi, Jumat siang.

Ia memastikan Densus 88 tetap bekerja, bahkan sebelum vonis sidang Aman. Ia menyebut Polri juga masih akan terus bertindak untuk mengawasi terduga teroris setelah vonis Aman.

“Kami patroli-patroi di daerah-daerah rawan, kemudian penegakkan hukum tetap jalan dari Densus 88 termasuk yang kemarin ditangkap,” kata Yusri.

Baca juga artikel terkait SIDANG AMAN ABDURRAHMAN atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih