tirto.id - Amir (pemimpin) Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Kalimantan Joko Sugito menyebut pihaknya pernah mengirim uang untuk JAD pusat. Joko menyebut pengiriman uang tersebut sebagai infak sesuai instruksi pengurus pusat. Ia juga membenarkan ada instruksi untuk berbaiat kepada khalifah dari JAD pusat.
Dalam persidangan yang digelar hari ini, jaksa menanyakan soal petinggi JAD pusat Zainal Anshori yang pernah memerintahkan kepada para amir untuk mengirim uang. Joko yang ditunjuk sebagai amir pun mengakui ada perintah pengiriman uang. Dana tersebut diakui berasal dari infak di masjid, jumlah yang dikirimkan variatif.
"Pernah ngirim kalau nggak salah sekitar Rp1,5 juta," kata Joko saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/7/2018).
Joko tidak bercerita jumlah total pengiriman uang kepada JAD pusat. Akan tetapi, seingatnya, pengiriman uang dilakukan setidaknya dua kali.
Ia juga bercerita tentang kegiatan pendirian JAD. Kala itu, ia datang karena menerima undangan acara Daulah Nasional. Dalam acara tersebut mereka melakukan baiat kepada khalifah. Setelah pulang, Joko mengaku sempat ada upaya baiat di Kalimantan kepada khalifah.
"Baiatnya iya. Kepada khalifah," kata Joko.
Jaksa mendakwa organisasi JAD melakukan dugaan tindak pidana terorisme. Organisasi yang dimotori oleh terpidana teroris Aman Abdurahman itu dinilai telah melakukan tindak pidana terorisme yang dilakukan atas nama korporasi, dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja dan hubungan lain, serta bertindak dalam lingkungan korporasi secara sendiri atau pun bersama-sama.
Tindakan JAD telah menimbulkan suasana teror atau rasa takut, menimbulkan korban massal baik merampas kemerdekaan dan hilangnya nyawa atau harta benda, demikian dakwaan yang dibacakan Jaksa Heri Jerman. Jaksa pun mengarahkan dakwaan JAD kepada Ketua Zainal Anshori alias Abu Fahry alias Qomaruddin bin M. Ali.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa JAD terbentuk atas gagasan Aman Abdurahman. Ide tersebut disampaikan kepada Marwan alias Abu Musa, Zainal Anshori, M. Fachri, dan Khaerul Anwar.
Aman kemudian mengajak orang-orang yang diajak untuk mendukung dan berbaiat kepada khilafah Islamiyah yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi. Ia pun merekomendasikan pembentukan khilafah islamiyah untuk mewadahi orang-orang yang bersimpati melalui Daulah Islamiyah.
Setelah pertemuan tersebut, Zainal kemudian ditunjuk sebagai pimpinan JAD Jawa Timur oleh Abu Musa. Pada 2015, mereka mengumpulkan para pendukung Daulah Islamiyah. Dalam pertemuan tersebut, Abu Musa menunjuk Zainal sebagai pimpinan tertinggi JAD karena akan berjihad di Suriah bersama ISIS.
Sejak itu, Zainal bersama para pimpinan JAD menyebar pandangan untuk mendukung gerakan khilafah Islamiyah yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi. Ia pun mengajak umat untuk hijrah dan berjihad dengan amalan amaliyah.
Amalan tersebut akhirnya berbentuk teror seperti peristiwa peledakan bom di Samarinda oleh Juanda ( di bawah komando amir Kalimantan Joko Sugito), bom bunuh diri Thamrin (aksi teror yang dilakukan oleh Mudiriyah Jabodetabek di bawah kendali Abugar alias Harun), dan bom bunuh diri Kampung Melayu (aksi teror yang dilakukan Ahmad Sukri alias Abu Hasan dan Ikhwan Nur Salam alias Iwan selaku Anggota JAD wilayah Jabar).
Atas tindakan tersebut, JAD dinilai melanggar pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 atau pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari