Menuju konten utama

Pesta Sastra Tubaba, Membaca Lampung dan Masa Depan

Agenda Pesta Sastra Tubaba 2025 beragam: memancing ikan baung, lomba baca puisi berhadiah ayam jago, sedekah buku,  diskusi buku, hingga pertunjukan musik.

Pesta Sastra Tubaba, Membaca Lampung dan Masa Depan
Dokumentasi Pesta Sastra Tubaba 2025. FOTO/ Istimewa.

tirto.id - Tepian sungai Way Tulung Nago, Ulluan Nughik, Tulang Bawang Barat (Tubaba), Lampung, dipadati banyak warga pagi hari itu, Jumat (31/10). Para remaja hingga orang dewasa duduk berjajar menghadap sungai, memancing ikan baung, ikan endemik Way Tulung Nago. Meski sekilas tampak biasa, aktivitas memancing ini bukan sembarang aktivitas memancing, sebab lemparan pancing pertamanya dimulai dengan pembacaan puisi.

“Laku simbolik ini adalah upaya mengembalikan puisi atau sastra ke alam, tempat kata-kata dan syair ditemukan,” kata Semi Ikra Anggara, Ketua Pelaksana Pesta Sastra Tubaba 2025, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.id, pekan lalu.

Demikianlah Pesta Sastra Tubaba dibuka dari tepian sungai. Pesta Sastra Tubaba adalah bagian dari Tubaba Art Festival 2025, digelar seharian di Kota Budaya Ulluan Nughik, Tulang Bawang Barat.

Selain memancing, Pesta Sastra Tubaba diramaikan juga dengan lomba baca puisi, parade puisi para sastrawan, diskusi buku sastra, hingga pertunjukan musik balada dan musikalisasi puisi. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Seni dan Ekologi (Sekolah Seni Tubaba) ini terselenggara atas dukungan Penguatan Komunitas Sastra Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, melalui Direktorat Jendral Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan.

“Pesta Sastra Tubaba merupakan kegiatan inklusif yang melibatkan para sastrawan, pelajar, dan masyarakat di kawasan Ulluan Nughik. Kegiatan ini bukan perayaan biasa, melainkan sebuah laku sadar menjadikan sastra sebagai cara berpikir dan bertindak dalam membangun kebudayaan masa depan,” kata Semi.

Semi menambahkan, Pesta Sastra Tubaba adalah ruang bagi semua orang untuk mengenali kembali diri lewat bahasa, dan melalui itulah imajinasi masa depan dibangun. “Setiap kata, setiap kisah selalu ada kemungkinan untuk lahir kembali dan baru.”

Sedekah 101 Buku Sastra

Ujang, seorang pemuda asal Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, menyebut Pesta Sastra Tubaba sungguh membuatnya sangat bahagia. Sebagai seorang pecinta sastra dan pemancing, Ujang merasa kegiatan sastra di kotanya selama ini hanya urusan segelintir orang yang itu-itu saja.

“Berkat Pesta Sastra Tubaba, saya bisa bertemu banyak orang. Mulai dari warga sekitar sesama pemancing, para pegiat komunitas, rekan-rekan sesama pecinta sastra, dan beberapa sastrawan yang sebelumnya saya kenal melalui karyanya,” kata Ujang.

Selain bertemu banyak orang, kegembiraan Ujang makin menjadi karena sebagai pecinta puisi, sosok yang bercita-cita menjadi bupati ini juga mendapatkan buku sastra secara gratis. Biasanya, untuk mendapatkan buku sastra, Ujang harus menempuh jarak 125 kilometer ke Bandar Lampung atau membeli secara daring melalui platform TikTok Shop—dan tak jarang ia mengoptimalkan layanan TikTok PayLater.

“Alhamdulillah, saat memancing tadi pagi, saya juga meraih strike setelah mendapatkan ikan Baung berukuran jumbo,” sambung Ujang.

Pesta Sastra Tubaba 2025

Dokumentasi Pesta Sastra Tubaba 2025. FOTO/ Istimewa.

Buku sastra didapat semua peserta Pesta Sastra Tubaba secara gratis melalui program “Sedekah 101 Buku Sastra”. Menurut Semi, semua orang boleh membawa pulang satu buku sastra favoritnya. “Bagi-bagi buku ini dilaksanakan sepanjang kegiatan berlangsung. Kegiatan tersebut menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah milik seseorang, tapi milik semua, hak semua orang untuk mendapatkan akses,” kata Semi.

Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, menyebut bahwa program Penguatan Komunitas Sastra, yang salah satu aktivasinya adalah membagikan buku sastra secara gratis, adalah upaya untuk menjembatani karya sastra dengan pembaca.

“Selama ini, diseminasi buku sastra masih belum optimal. Komunitas Sastra punya peran menjadi ujung tombak yang menyebarluaskan karya sastra dengan cara mendiskusikan dan mengalihwahanakannya,” ungkap Mahendra.

Rangkaian Acara Pesta Sastra Tubaba 2025

Dari tepian Sungai Way Tulung Nago, Pesta Sastra Tubaba bergeser ke Panggung Selasar Tiyuh Ulluan Nugik. Di sana, sejak pukul 09:00 WIB hingga 11:30 WIB, 35 peserta dari kalangan siswa SMA/SMK/MA se-Tubaba dan ibu-ibu rumah tangga mengikuti “Lomba Baca Puisi Berhadiah Ayam Jago”. Selain membacakan puisi-puisi yang ditetapkan panitia, para peserta diperbolehkan membaca puisi yang ditulisnya sendiri.

Pesta Sastra Tubaba 2025

Dokumentasi Pesta Sastra Tubaba 2025. FOTO/ Istimewa.

Setelah semua kegiatan itu, ada pula diskusi buku “Empedu Tanah” karya Inggit Putria Marga dan “Rahasia Kesaktian Raja Tua” karya Zen Hae. Diskusi ini digelar di Nughik Space Kawasan Ulluan Nughik, pada pukul 13:00 WIB-15:00 WIB.

Hilmi Faiq (Redaktur Budaya Kompas) dan Arman Az (sastaran dan sejarawan Lampung) bertindak sebagai pembicara, dengan moderator Alexander Gebe (penulis dan aktor teater). Diskusi diawali dengan pembacaan puisi dari antologi “Empedu Tanah” oleh John Heryanto (performer, penulis) dan Mike Fena Pirdania (vokalis Orkes Bada Isya).

Dalam “Empedu Tanah” (2020), Inggit Putria Marga menulis tentang kepahitan hidup manusia dengan latar agraris. Diksi-diksi alam dalam puisinya mencerminkan cara pandang masyarakat yang intim dengan tanah dan kesakitan hidup. Buku yang memenangi Kusala Sastra Khatulistiwa 2020 untuk kategori puisi ini menjadi jembatan antara pengalaman pribadi dan lanskap sosial-ekologis Lampung.

Sementara itu, “Rahasia Kesaktian Raja Tua” (2022) karya Zen Hae menulis ulang mitologi dan kisah lisan masyarakat Tubaba ke dalam bentuk novel modern. Proses ini dapat dibaca sebagai upaya translasi kultural—dari lisan ke tulisan, dari arsip tubuh ke arsip teks.

Puncak acara ditutup dengan pertunjukan alih wahana dari puisi ke musik oleh Orkes Bada Isya, salah satu kelompok musik yang lahir dari Bandar Lampung. Kelompok ini mulai dikenal secara luas pada tahun 2021 setelah meluncurkan mini album “Pulang ke Rumahmu”, sebuah alih wahana dari puisi-puisi penyair Lampung seperti Iswadi Pratama, Ari Pahala Hutabarat, Rahmad Saleh, dan Inggit Putria Marga.

Selain itu, ada pula pentas alih wahana oleh Trio Bedua, duo akustik yang berangkat dari kolektif literasi dan visual di Bandung, eksis sejak 2013.

“Pada akhirnya, Pesta Sastra Tubaba berupaya menghadirkan model kebudayaan yang partisipatif dan reflektif. Sastra di sini tidak hanya dibaca, tetapi dialami bersama—menjadi peristiwa sosial yang menumbuhkan empati dan kebersamaan,” ungkap Semi.

Dengan rangkaian acara demikian, Pesta Sastra Tubaba 2025 memperlihatkan bahwa masa depan kebudayaan Indonesia bisa dibangun dari desa, dari daerah, dari tempat-tempat di mana bahasa masih berdenyut di tubuh masyarakat.

"Dengan menjadikan bahasa sebagai jalan pulang, Tubaba menegaskan bahwa ingatan bukan sekadar masa lalu, melainkan bahan baku bagi masa depan," tegas Semi.

Baca juga artikel terkait FESTIVAL SASTRA

tirto.id - Sosial Budaya
Sumber: Siaran Pers
Editor: Zulkifli Songyanan