tirto.id - Rasa nyeri saat persalinan bisa jadi merupakan hal yang paling membikin wanita jeri. Untuk menghindarinya, ada beragam cara, mulai dari melakukan tindakan-tindakan preventif seperti senam, gentle birth, sampai meminta dibius pada dokter. Cara terakhir menjadi pilihan karena dianggap praktis dan lebih menjamin minimnya rasa sakit.
Baca juga:Gentle Birth, Nama Baru Gaya Lama Cara Melahirkan
Riri (26) adalah salah satu yang mengalami kekuatiran itu. Ia pun mencari prosedur yang bisa meminimalisasi rasa sakit saat hendak melahirkan anak pertamanya. Ia juga enggan melakukan persalinan caesar karena takut rasa sakit akan melanda pasca-persalinan. Akhirnya, ia mencari-cari informasi mengenai cara persalinan normal disertai pembiusan dan berkonsultasi dengan dokter kandungannya.
Gayung bersambut, keinginan Riri dimuluskan oleh dua pilihan anestesi pada persalinan normal. Yakni anestesi epidural dan Intrathecal Labor Analgesia (ILA). Sang dokter kemudian menyarankan ibu muda ini berkonsultasi lebih lanjut ke RS Premier Bintaro yang menyediakan persalinan dengan metode tersebut. Di rumah sakit ini, ia disarankan menggunakan metode ILA saat melahirkan.
“Waktu itu benar-benar takut sama sakitnya. Setelah tahu ILA bisa bikin rasa sakit berkurang, aku konsultasi untuk tahu biayanya,” katanya kepada Tirto.
Mendapati biaya yang tak terlalu mahal—meski masih lebih mahal dibanding persalinan normal—ia pun bertekad memakai ILA saat persalinan. Anestesinya diberikan saat pembukaan lima. Maka, pada pembukaan satu hingga empat, ia masih merasakan kontraksi normal seperti biasa.
Baca juga:Betapa Sakitnya Kaum Hawa saat Melahirkan
Anastesi epidural merupakan bius lokal yang dilakukan dari pinggang ke bawah. Teknik ini bekerja dengan melumpuhkan saraf yang memberikan respons nyeri utama untuk sementara waktu. Prosedurnya dilakukan dengan menyuntik daerah punggung dan menempatkan kateter kecil sebagai jalur masuk obat anestesi epidural.
Pengunaan epidural dikhususkan untuk mengurangi rasa sakit di daerah rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina. Kelebihan metode ini dapat dilakukan pada proses persalinan yang memakan waktu panjang. Ketika efek bius dari obat sudah mulai menghilang dan persalinan belum usai, suntikan anestesi dapat ditambahkan melalui kateter.
Metode Intrathecal Labor Analgesia (ILA) memiliki prosedur yang hampir sama dengan anestesi epidural. Bedanya, dosis anestesi diberikan lebih rendah, tanpa kateter, dan harganya jauh lebih murah dibanding epidural. Anestesi jenis ini diberikan pada pembukaan di atas 4 cm, namun hanya bertahan sekitar 4 jam. Tidak direkomendasikan untuk persalinan dalam waktu lama.
Karena dapat mewujudkan persalinan minim rasa sakit, metode ini mulai banyak dikenal dan digemari di kalangan calon ibu. Apalagi, biaya persalinan dengan metode ILA, lebih murah dibandingkan dengan epidural. Hal ini ditunjukkan dalam rekam medis dari Rumah Sakit Premier Bintaro dan RS Archa Medika dari bulan Oktober sampai Maret 2014.
RS Premier Bintaro memiliki 411 total persalinan selama enam bulan tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 118 (28,71 persen) persalinan dilakukan secara normal tanpa ILA; sebanyak 32 (7,79 persen) dengan ekstraksi vakum, ada 173 (42,1 persen) dengan tindakan caesar, dan 88 (21,4 persen) persalinan dilakukan dengan ILA.
Sementara itu, 71 (63,4 persen) persalinan di Archa RS Medika menggunakan tindakan caesar, 36 (32,14 persen) persalinan dengan ILA, dan hanya 5 (4,46 persen) persalinan yang dilakukan tanpa ILA.
Penelitian tentang keampuhan ILA dalam meredakan nyeri persalinan dilakukan salah satu dokter kandungan di RS Premier Bintaro. Dokter Hubertus Okky Oktafandi, dkk meneliti 77 ibu melahirkan di Rumah Sakit Bintaro dan Rumah Sakit Archa Medika, dari Januari sampai Juni 2015.
Dari 77 sampel yang disertakan, sebanyak 41 orang menerima tindakan ILA. Sementara sisanya, sebanyak 36 melahirkan normal tanpa bantuan pereda nyeri apapun. Tingkat nyeri persalinan diukur menggunakan visual analogue scale (VAS). Hasilnya, VAS kelompok ILA lebih rendah (2,1/2,2) dibandingkan kelompok non-ILA (7,6/6,9).
Tingkat prostaglandin (hormon yang mempengaruhi kontraksi pada otot perut) di kelompok ILA juga lebih rendah daripada kelompok non ILA. Peneliti pun menyimpulkan bahwa metode ILA merupakan pilihan aman bagi wanita yang punya toleransi rasa sakit rendah.
Masih Kontroversial
Meski sangat membantu para ibu bersalin dalam menangani rasa nyeri, anestesi saat persalinan masih menjadi kontroversi, bahkan di kalangan para dokter. Anestesi saat persalinan normal dikhawatirkan dapat memperlambat persalinan, meningkatkan kejadian malposisi kepala janin, meningkatkan kelahiran forseps (kepala bayi dijepit alat agar untuk menarik keluar dari vagina), dan meningkatkan risiko persalinan caesar.
Baca juga:Alasan dan Pilihan untuk Persalinan Caesar
Salah satu dokter kandungan yang kontra adalah Dr. Hakim Sorimuda Pohan, Sp.OG. Kepada Tirto, ia menceritakan, ada saja pasien yang memesan tindakan anestesi jauh-jauh hari sebelum persalinan. Namun, ia tak pernah menganjurkan tindakan tersebut karena dapat memperlambat irama jantung bayi.
“Untuk mengurangi sakit persalinan, saya cenderung membuat kondisi ibu hamil senormal mungkin, dengan pemeriksaan yang baik, dan pengaturan berat badan,” katanya.
Berat badan ibu, memang berpengaruh terhadap kelancaran persalinan. Kenaikan berat badan melebihi 10 kg dapat membuat jalan lahir menjadi sempit. Untuk itu, dokter Hakim menganjurkan ibu hamil mengontrol pola makan dan rajin melakukan senam.
Baca juga:Fit Pregnancy yang Bermanfaat bagi Wanita Hamil
Pendapat Dokter Hakim diperkuat oleh penelitian oleh penelitian Camann WR. Pemberian analgesik yang menghilangkan nyeri persalinan berdampak pada kejadian hiperaktif uterus dan perlambatan detak jantung janin. Penelitian lain yang menguatkan dilakukan Chahé Mardirosoff dkk dari 24 uji coba (3513 wanita). Kelompok eksperimen menggunakan analgesia dengan opioid intratekal. Hasilnya, tetap sama, risiko bradikardia (jantung melambat) pada janin, pruritus (gatal di tubuh) ibu meningkat.
“Ini juga terkait moralitas dokter, kalau dokternya ideal maka akan diarahkan ke preventif. Bukan jalan instan,” pungkas dokter Hakim.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani