tirto.id - Kehamilan tak lantas membuat Sacha Stevenson, seorang kreator video YouTube, bermalas-malasan dan menyantap segala jenis makanan.
“Aku pribadi, otak belum siap jadi ibu-ibu, aku tidak nyaman hamil dan badan jadi besar. Makanya lakukan bellefit, hitung pola makan, dan olahraga angkat beban.”
Selama hamil, ia tetap melakukan olahraga angkat beban saat mengandung anak pertamanya, juga menghitung setiap kalori, protein, dan zat lain yang masuk ke mulutnya untuk mencegah berat badan berlebih.
Sacha mulai berolahraga ringan seperti skipping dan yoga, setidaknya 20 menit setiap hari. Porsinya mulai ia tambah dengan menggabungkan angkat beban dan kettlebell swing.
Hasilnya bisa ditebak, setelah melahirkan, tak sampai genap tiga minggu, badan Sacha sudah kembali ke bentuk semula seperti sebelum hamil.
Ia salah satu publik figur di Indonesia yang menjalankan program fit pregnancy. Program ini memungkinkan para ibu hamil tetap berolahraga dan melakukan diet selama kehamilan.
Olahraga dapat berupa kettlebell swing, jogging, atau weightlifting. Selain Sacha, model sekaligus presenter kondang Nadia Mulya juga menerapkan program fit pregnancy.
Program semacam ini memang tak lazim di Indonesia. Masyarakat masih menganggap kehamilan sebagai kondisi di mana seorang perempuan harus mengurangi aktivitas fisik dan menambah asupan makan. Sehingga mereka yang melakukan fit pregnancy tak luput dari kecaman karena dianggap membahayakan janin dalam kandungan.
Sepaham dengan Sacha, Lea-Ann juga melakukan kegiatan fisik selama hamil.
Lea-Ann Ellison kerap membagikan unggahan di Facebook soal kegiatannya saat mengangkat beban seberat 31,7 kilogram saat mengandung. Beberapa orang memang memuji kekuatannya, tapi yang lain lebih mengkhawatirkan keselamatan janinnya.
Padahal olahraga saat kehamilan dapat menghindarkan perempuan dari penyakit diabetes gestasional, risiko bayi terkena alergi menjadi lebih kecil, dan menjaga berat badan bayi terkontrol.
Raul Artal, seorang profesor di St. Louis University School of Medicine, AS, mengatakan olahraga ekstrem seperti angkat beban memang belum populer di kalangan ibu hamil. Masih jarang perempuan hamil yang berkonsultasi mengenai olahraga ini.
Perempuan yang melakukan angkat beban dan olahraga berat lain saat kehamilan mendapat kritikan tajam bukan tanpa alasan. Ia menuturkan saat mengangkat beban berat, aliran darah akan dialihkan dari organ-organ internal ke otot yang digunakan. Kondisi ini mencegah masuknya nutrisi dan oksigen yang seharusnya disalurkan ke bayi.
“Batas aman berat yang diangkat oleh wanita hamil adalah 13 kilogram. Tapi jika ada yang tidak nyaman atau mengalami rasa sakit yang tidak biasa, hentikan olahraga dan temui dokter sebelum melanjutkan rutinitas,” kata Artal.
Anggota IDI dr. Rita Hartati Nababan juga mengatakan, meski dalam kondisi mengandung, perempuan tetap perlu menerapkan pola hidup seimbang, yaitu cukup makan dan olahraga rutin.
Bagi para calon ibu yang ingin menjalankan program fit pregnancy, ia menyarankan agar berada di bawah pengawasan dokter Obgyn (Obstetri dan Ginekologi) dan gizi.
“Kalau kondisi fisik ibunya tidak boleh capek, ya olahraga ringan saja, disesuaikan, jangan yang mengancam janin,” seru dr. Rita.
Ia juga menyarankan asupan nutrisi tetap diberikan melebihi normal untuk menjaga kesehatan janin.
“Pola makan seimbang agar tak overweight, jangan menghalalkan semua makanan karena sedang hamil dengan dalih konsumsi untuk dua orang,” kata dr. Rita kepada Tirto.
Secara umum, berolahraga saat hamil jelas membawa banyak manfaat, dampaknya dapat membantu menjaga berat badan bayi untuk tetap dalam kondisi normal.
Selain itu, olahraga seperti yoga, juga bisa membantu menurunkan tekanan darah pada wanita hamil.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di British Journal of Sports Medicine, diulas dalam Majalah Women's Health, membandingkan dua kelompok perempuan hamil. Kelompok pertama adalah 210 perempuan hamil yang aktif melakukan sesi latihan aerobik, penguatan otot, dan fleksibilitas selama 5-10 menit dalam tiga kali seminggu pada tiga bulan kedua dan dan tiga bulan ketiga kehamilan.
Selain itu ada kelompok kedua, yang mewakili 218 perempuan hamil yang jarang berolahraga dan tidak mengubah kebiasaan saat hamil.
Hasilnya, dibandingkan dengan kelompok kedua, perempuan yang berolahraga memiliki risiko 58 persen lebih rendah memiliki bayi dengan bobot lebih dari 3,6 kilogram saat lahir.
Temuan ini bisa menjadi pijakan bagi para perempuan hamil untuk tak lagi memberi kelonggaran aktivitas olahraga saat kehamilan. Sebab, mengandung bayi dengan berat berlebih dapat membuat persalinan semakin sulit.
Selain itu juga memiliki risiko cedera yang lebih tinggi selama kelahiran, mengembangkan obesitas, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan beberapa jenis kanker di masa mendatang.
Jadi, apa kamu termasuk calon ibu yang mencoba fit pregnancy?
*Artikel ini pernah tayang di tirto.id dan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Yemima Lintang