tirto.id - “Pernyataan ini jelas tidak mencerminkan akal sehat,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas.
Pernyataan yang Anwar maksud adalah pidato Ketua PBNU Said Aqil Siradj dalam peringatan Hari Lahir ke-73 Muslimat NU di Jakarta, Ahad (27/1/2019) kemarin. Ketika itu Said Aqil menyinggung posisi NU di tengah-tengah masyarakat.
Said Aqil mengatakan NU harus berperan di semua bidang agama, dan mesti mendominasi. Imam masjid, khatib, pejabat KUA, hingga Menteri Agama, harus yang berasal dari tradisi NU, katanya. Berikut kutipan lengkap dari laman nu.or.id:
“Imam masjid, khatib-khatib, KUA-KUA, Menteri Agama, harus dari NU. Kalau dipegang selain NU, [nanti dianggap] salah semua; nanti banyak [tuduhan] bidah kalau selain NU. Ini bidah nanti. Tari-tari sufi [dituduh] bidah nanti,” ujar Said Aqil.
Anwar menganggap pernyataan tersebut tidak bisa dibenarkan karena menghilangkan semangat mempersatukan umat.
“Apa yang hendak dilakukan oleh Said Aqil adalah untuk mengambil dan meraup semua jabatan dan posisi yang ada di negeri ini untuk NU dan apa yang dia katakan itu tampaknya bukanlah keseleo lidah, tapi sudah beliau kerjakan dan itu terlihat dari komposisi pejabat yang ada di Kementerian Agama,” tuduh Anwar.
Kata Anwar, pejabat eselon satu dan dua di Kemenag saat ini tak ada yang berasal dari tradisi Muhammadiyah. Begitu juga rektor-rektor di UIN dan IAIN.
Oleh karena itu ia menuntut Said Aqil untuk meminta maaf secara terbuka.
“Untuk itu saya meminta saudara Agil Siradj untuk meminta maaf kepada umat Islam karena saya yakin dan percaya itu bukan sikap NU,” tegas Anwar.
NU Bukan NU Tak Masalah
Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir. Haedar mengaku heran karena seharusnya Said Aqil sadar kalau primordialisme seperti itu harus dibuang jauh-jauh karena punya efek merusak.
“Jika Indonesia ingin jadi negara modern, bangun good governance, profesionalisme, termasuk di Kementerian Agama, jangan berdasarkan kriteria golongan, apalagi menjadi milik golongan tertentu,” kata Haedar kepada reporter Tirto.
Haedar khawatir pernyataan Said Aqil dapat memicu konflik. “Indonesia jangan didominasi oleh satu golongan, apalagi bermazhab tertentu. Mau ditaruh di mana Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika?” tanya Haedar, retoris.
Sementara Ketua Parmusi Usama Hisyam mengatakan pernyataan “harus dari NU” mengecilkan Islam itu sendiri, meski pada dasarnya apa yang dikatakan Said Aqil ada alasannya: agar label-label bidah tak serampangan diberikan ke kelompok tertentu.
“Sangat menyayangkan karena jadi mengecilkan Islam karena Islam itu ahlussunnah wal jamaah; Islam itu rahmatan lil alamin. Jangan dikotak-kotak dengan ormas. Ormas hanya tradisi yang dibangun,” kata Usama kepada reporter Tirto.
Bagi Usama, semua sama saja selama yang bersangkutan tak melenceng dari ajaran Islam itu sendiri.
“NU bukan NU itu kan hanya tradisi. Selama dalam koridor ahlussunnah wal jamaah mau NU bukan NU tak masalah,” tambah Usama.
Diklarifikasi
Merujuk laman NU Online, Nahdlatul Ulama mengatakan pernyataan Said Aqil Siroj jadi ramai dibicarakan karena beberapa media memenggalnya menjadi kalimat tak utuh. Pernyataan yang dikutip, kata mereka, membuat kalimat jadi bermakna: “kalau bukan dari NU, imam masjid, khatib-khatib itu salah semua.”
Pemenggalan ini terjadi karena memang Said Aqil menghentikan dulu kalimatnya setelah “kalau dipegang selain NU salah semua.” Ini karena para hadirin, yang jumlahnya mencapai puluhan ribu, memberikan tepuk tangan beberapa detik.
NU Online kemudian menulis kalimat utuh, sebagaimana dikutip pada bagian atas. Kata mereka, makna asli dari pernyataan Said Aqil adalah: “kalau selain NU, mereka akan menyalahkan semuanya. Biasanya dengan alasan bidah, mereka akan menyalahkan seperti tari sufi yang ditampilkan pada harlah tersebut.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino