Menuju konten utama

Percuma Memolisikan Lili Pintauli selama Firli Masih Ketua KPK

Perkara Lili Pintauli Siregar hampir sama dengan eks Ketua KPK Abraham Samad saat jadi tersangka di Bareskrim, tapi Lili beruntung karena ada Firli Bahuri.

Percuma Memolisikan Lili Pintauli selama Firli Masih Ketua KPK
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke Bareskrim Polri, lantaran ia berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai non-aktif M Syahrial, selaku tersangka dugaan suap lelang jabatan.

ICW mengadukan perkara ini ke Bareskrim pada Rabu, 8 September 2021, akan tetapi keesokan harinya Bareskrim menolak laporan mereka.

Bareskrim merasa tak berkepentingan menindaklanjuti perkara tersebut dan akan melimpahkannya ke KPK.

“Peristiwa yang disampaikan ICW dalam suratnya adalah domain KPK. Penyidik akan melimpahkan suratnya ke KPK," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian, ketika dihubungi, Jumat (10/9/2021).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai kepolisian memiliki wewenang untuk menindaklanjuti dugaan perkara tersebut.

Menurutnya, perkara Lili tidak bisa diserahkan ke KPK, lantaran lembaga tersebut hanya menangani kasus korupsi. Sementara dalam pelanggaran etik yang dilakukan Lili sudah jelas mengandung unsur pidana, sebagaimana mandat Pasal 36 ayat 1 Jo Pasal 65 UU KPK.

Lili dinilai telah melanggar larangan bagi pimpinan KPK menjalin komunikasi langsung maupun tak langsung dengan pihak yang sedang menjalani perkara di KPK, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.

Dalam putusan Dewas KPK, Lili terbukti menjalin komunikasi dengan M. Syahrial. Lili bahkan mengakui perbuatan tersebut di depan Dewan Pengawas KPK, meski ia tidak menyesalinya.

Kecewa dengan Bareskrim Polri, ICW lantas meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar memerintahkan jajarannya memahami tugas dan kewenangan KPK.

“ICW menyarankan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar meminta jajarannya, khususnya Dirtipidum Bareskrim Polri, membaca secara cermat tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam UU 30/2002 dan UU 19/2019,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (12/9/2021).

Pelaporan Lili ke polisi merupakan yang kedua dilakukan ICW terkait pelanggaran etik pimpinan KPK. Mereka pernah melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke kepolisian atas dugaan penerimaan gratifikasi helikopter. Namun, laporan tersebut kandas. Saat itu, ICW menemukan ada perbedaan harga sewa pesawat.

“Kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa [helikopter] per jam sekitar USD 2.750 atau setara Rp39 juta. Jika ditotal, Rp172 juta yang harus dibayar,” ucap Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah saat itu.

Sama seperti Lili, Firli pernah menjalani sidang etik oleh Dewas KPK. Kala itu, Firli bilang harga sewa per jam Rp7 juta belum termasuk pajak. Bila Firli menyewa empat jam, kata Wana, ada selisih Rp141 juta atau ‘diskon’ 42 persen, yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi.

Firli dianggap melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ICW juga mendapatkan informasi perihal dugaan konflik kepentingan maupun terkait penyedia helikopter, PT Air Pacific Utama.

Hasil penelusuran ICW, salah satu komisaris di perusahaan tersebut pernah dipanggil menjadi saksi kasus dugaan suap pemberian izin pembangunan Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Maka ICW juga memberitahukan temuan itu ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Ada sembilan perusahaan jasa penyewaan helikopter yang berpotensi digunakan Firli, tapi ICW heran mengapa ia memilih PT Air Pacific Utama.

Hingga kini, belum ada tindak lanjut dari pengaduan tersebut. Namun, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto terlihat tak mau memproses laporan tersebut. Ia berdalih kepolisian tak mau disangkutpautkan dengan masalah yang dialami Firli.

"Sudah ditangani oleh Dewan Pengawas (KPK). Mekanisme internal di KPK akan bergulir sesuai aturan. Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kami fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi," kata Agus, 4 Juni 2021.

Pimpinan KPK 'Aman' selama Ada Firli

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyayangkan sikap Bareskrim Polri seolah lepas tangan terhadap kasus yang menurutnya sudah benderang tersebut. Ia juga mempertanyakan alasan kepolisian melimpahkan berkas laporan ICW ke KPK.

“Saya tidak melihat adanya dasar hukum pelimpahan berkas tersebut ke KPK,” ujar Zaenur kepada Tirto, Minggu (12/9/2021).

Menurut Zaenur, dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili bukan persoalan internal KPK sebagaimana yang disinggung Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian. Polisi lah yang semestinya menindaklanjuti hal tersebut.

“Seharusnya ditindaklanjuti dengan melakukan verifikasi, mengumpulkan alat bukti. Baru menentukan ini merupakan perbuatan pidana atau bukan,” ujarnya.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menarik ingatan ke belakang. Saat mantan Ketua KPK Abraham Samad diperiksa Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang pada Juni 2015.

Ketika itu Samad diduga berhubungan dengan pihak berperkara di sebuah apartemen di The Capitol Residence, Jakarta, sekitar Maret dan April 2014 dan di Yogyakarta sekitar Mei 2014.

Samad dijerat dengan Pasal 36 junto Pasal 65 UU KPK. Pasal yang sama dengan yang dipakai ICW terhadap pelaporan Lili.

Posisi Firli Bahuri yang masih aktif sebagai anggota Polri disinyalir menjadi landasan Bareskrim yang menolak memproses laporan ICW terhadap Lili, bahkan terhadap Firli juga.

“Jangan lupa, ini gara-gara conflict of interest, Ketua KPK yang juga anggota Polri,” ujar Asfinawati kepada Tirto, Jumat (11/9/2021).

Asfinawati merasa kinerja Polri perlu mendapat evaluasi. Sebab menurut Asfinawati penolakan laporan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum.

“Lemah sekali penegakan kepada pelanggaran hukum ini. DPR kan selama ini cenderung mendiamkan, malah bikin hak angket ke KPK. Padahal laporan ke Polri lebih banyak,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait LILI PINTAULI LANGGAR ETIK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto