Menuju konten utama

Mengupayakan Jerat Pidana untuk Wakil Ketua KPK Lili Pintauli

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mendukung langkah ICW melaporkan Lili Pintauli Siregar karena pelanggaran yang dilakukan Lili sangat jelas.

Mengupayakan Jerat Pidana untuk Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menyampaikan klarifikasi dalam konperensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021). ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Bareskrim Polri, Rabu (8/9/2021). Hal ini berkenaan dengan komunikasi Lili dengan Wali Kota Tanjungbalai non-aktif M. Syahrial, tersangka dugaan suap lelang jabatan.

Dalam kasus ini, Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili bersalah karena menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan seseorang yang perkaranya sedang ditangani KPK. Lili diberikan sanksi pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan. Hal tersebut tidak termasuk pemotongan berbagai tunjangan bagi wakil ketua KPK dengan besaran mencapai Rp105 juta.

Awalnya ICW mendesak Dewas KPK untuk memidana Lili Pintauli Siregar. Namun Anggota Dewas KPK Harjono menolak. Ia berpendapat, “dewas tidak ada ketentuan melakukan pelaporan.”

Lantaran menilai sanksi terhadap Lili terlalu rendah, ICW akhirnya melaporkan Lili ke polisi dengan bukti hasil putusan Dewas KPK. ICW menilai Lili telah melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK tentang larangan bagi Pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang sedang menjalani perkara di KPK dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Yogyakarta Zaenur Rohman mendukung pelaporan yang dilakukan ICW. Sebab pelanggaran yang dilakukan Lili sangat jelas.

Ia juga menyayangkan sikap Dewas KPK yang enggan membawa perkara Lili Pintauli Siregar ini ke jalur pidana, padahal mereka yang mengantongi bukti atas pelanggaran etik Lili.

Zaenur berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut dan bekerja secara profesional.

"Jangan sampai perkara ini tidak diproses hanya demi alasan menjaga hubungan baik antar lembaga aparat penegak hukum,” ujar Zaenur saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (9/9/2021).

Pelaporan Firli Bahuri Tak Diproses, Bagaimana dengan Lili Pintauli?

Pelaporan Lili ke polisi merupakan yang kedua dilakukan ICW terkait pelanggaran etik pimpinan KPK. Mereka pernah melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke kepolisian atas dugaan penerimaan gratifikasi helikopter. Namun laporan tersebut kandas.

Saat itu, ICW menemukan ada perbedaan harga sewa pesawat. “Kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa [helikopter] per jam sekitar USD 2.750 atau setara Rp39 juta. Jika ditotal, Rp172 juta yang harus dibayar,” ucap Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah saat itu.

Firli pernah menjalani sidang etik oleh Dewas KPK, kala itu ia bilang harga sewa per jam Rp7 juta belum termasuk pajak. Bila Firli menyewa empat jam, kata Wana, ada selisih Rp141 juta atau ‘diskon’ 42 persen, yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi.

Firli dianggap melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ICW juga mendapatkan informasi perihal dugaan konflik kepentingan maupun terkait penyedia helikopter, PT Air Pacific Utama.

Hasil penelusuran ICW, salah satu komisaris di perusahaan tersebut pernah dipanggil menjadi saksi kasus dugaan suap pemberian izin pembangunan Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Maka ICW juga memberitahukan temuan itu ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Ada sembilan perusahaan jasa penyewaan helikopter yang berpotensi digunakan Firli, tapi ICW heran mengapa ia memilih PT Air Pacific Utama. “Kami pun mempertanyakan mengapa Dewan Pengawas tidak menelusuri lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh Firli,” sambung Wana.

Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut dari pengaduan tersebut. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan pihaknya menghargai upaya yang telah dilakukan Dewan Pengawas KPK dalam penyelesaian dugaan gratifikasi tersebut.

“Barekrim punya pertimbangan terhadap aduan tersebut, Polri melihat bahwa hal tersebut pernah diselesaikan secara internal di KPK,” ujar Rusdi di Mabes Polri, Selasa (8/6/2021).

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan Bareskrim, yang menurut Rusdi, pengusutan oleh Dewas KPK telah cermat dan mendalam.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto bahkan meminta agar kepolisian tak disangkutpautkan soal masalah Firli. "Sudah ditangani oleh Dewan Pengawas (KPK). Mekanisme internal di KPK akan bergulir sesuai aturan. Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kami fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi," kata dia, 4 Juni 2021.

Polisi Didesak Usut Kasus Lili Pintauli

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berharap pelaporan Lili bernasib sama dengan Firli. Ia menginginkan polisi mengusut dugaan tindak pidana pada perkara Lili Pintauli. Sebagaimana tugas kepolisian untuk menelusuri dugaan pelanggaran hukum.

“Tindakan Lili jelas disebutkan dalam UU KPK melanggar hukum dan ancaman pidanya penjara 5 tahun. Tidak ada alasan bagi kepolisian untk menolak mengusut pelanggaran hukum,” ujar Kurnia kepada reporter Tirto, Kamis (9/9/2021).

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLNHI) Asfinawati mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti laporan ICW. Hasil putusan etik Dewas KPK, menurut Asfin, bisa dijadikan bukti penguat.

“Kalau tidak ditindaklanjuti aneh. Karena pasalnya jelas ada di UU 30 tahun 2002,” ujarnya kepada reporter Tirto.

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mendaku akan menelaah terlebih dahulu aduan tersebut. "Akan saya baca apa isi suratnya,” ujarnya kepada wartawan.

Reporter Tirto berusaha meminta tanggapan kepada Lili Pintauli Siregar melalui pesan singkat dan sambungan telepon. Sayangnya, hingga artikel ini dirilis, ia belum memberikan respons.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz