tirto.id - Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement (NAM) merupakan suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga, beranggotakan lebih dari 100 negara dan berusaha menjalankan kebijakan luar negeri dengan tidak memihak serta tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur.
GNB didirikan pada 1 September 1961 yang dipelopori oleh sejumlah tokoh, yakni Soekarno (Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Jawaharlal Nehru (India), Kwame Nkrumah (Ghana), dan Joseph Broz Tito (Yugoslavia).
Mengutip dari ModulSejarah Indonesia untuk kelas XII (2020) terbitan Kemdikbud, latar belakang didirikannya GNB yakni pada 1945, adalah ketika Perang Dunia II berakhir, muncul dua blok yakni Blok Barat (Liberalisme-Demokratis-Kapitalisme) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis).
Negara di Blok Barat berjumlah lebih banyak yakni 8 negara (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Luxemburg, Norwegia, dan Kanada). Sedangkan, Blok Timur hanya terdiri dari 4 negara (Uni Soviet, Cekoslovakia, Rumania, dan Jerman Timur).
Dalam mempertahankan kedudukan masing-masing, Blok Barat membentuk NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Blok Timur membentuk Pakta Warsawa. Tak hanya itu, kedua blok tersebut masih mencari sekutu untuk menambah pertahanannya di Asia, Afrika, dan Amerika.
Kedua blok tersebut sudah tidak terjadi perang, namun perbedaan kubu ini masih menjadi permasalahan dalam kehidupan internasional. Menanggapi situasi ini, negara yang baru mendapatkan kemerdekaan di kawasan Asia-Afrika pun melakukan diskusi, tepatnya melalui Konferensi Asia Afrika (KAA) di daerah Bandung, Jawa Barat.
Melansir situs Kemlu RI, Konferensi Asia-Afrika memiliki hubungan erat dengan Gerakan Non-Blok. Pada pertemuan negara-negara anggota KAA di Indonesia pada 1955 lahirlah kesepakatan “Dasasila Bandung,” di dalamnya berisi prinsip penyelenggaraan kerja sama internasional.
Setelah itu, tepat pada 1-6 Septermber 1961, diadakan kembali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Boegord, Yugoslavia. Konferensi yang dihadiri oleh 25 negara ini, termasuk Indonesia, lahirlah organisasi negara netral, yakni GNB. Oleh sebab itu, GNB ditetapkan secara resmi berdiri pada 1 September 1961.
Negara yang terlibat dalam GNB dan menghadiri KTT I yaitu Afghanistan, Aljazair, Arab Saudi, Burma, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Somalia, Sudan, Tunisia, RPA, Yaman, dan Yugoslavia.
Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok
Indonesia dapat dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran GNB maupun aktivitas organisasi tersebut. Mulai dari langkah Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dan ingin meredakan ketegangan dunia akibat perang dingin, hingga upaya memelihara perdamaian internasional.
Selain sebagai salah satu negara pelopor yang turut mendirikan GNB, seperti yang dikutip kembali dari ModulSejarah Indonesia untuk kelas XII (2020) terbitan Kemdikbud, Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam organisasi tersebut, di antaranya:
1. Sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya Gerakan Non-Blok. Presiden pertama Indonesia, Soekarno memelopori penyelenggaraan KAA yang memiliki peran penting dalam pendirian GNB. Presiden soekarno bersama empat pemimpin dunia lainnya juga menjadi pelopor berdirinya GNB.
2. Sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang, serta mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.
3. Menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7 September 1992 di Jakarta dan Bogor, Indonesia turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog utara-selatan, yakni dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara).
4. Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan KTT Non-Blok yang diadakan di Jakarta, pada tanggal 1-6 September.
5. Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1992, presiden Indonesia kedua, Soeharto ditunjuk menjadi ketua Gerakan Non-Blok.
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari