tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dalam Perpres tersebut diputuskan untuk tidak lagi mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Presiden Asosiasi Pengusaha dan Wiraswasta Nasional Kalimantan Timur (Aspentan Kaltim), Igun Wicaksono menuturkan adanya Perpres tersebut tidak berpengaruh secara signifikan menurunkan produksi batu bara secara nasional. Karena pemerintah sudah mengatur Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen pada sektor produksi batu bara sesuai Keputusan Menteri ESDM No.139 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah No.12 tahun 2022.
"Maka menurut pandangan kami regulasi Perpres Nomor 112 tahun 2022 tidak akan berdampak secara signifikan terhadap industri batu bara maupun emiten batu bara," kata Igun kepada Tirto, Rabu (21/9/2022).
Lebih lanjut, Igun mengatakan, kebutuhan batu bara global saat ini sedang meningkat secara signifikan yang dibarengi dengan semakin tingginya harga batu bara pada index dunia termasuk index batu bara Indonesia atau Indonesia Coal Index (ICI). Kondisi itu membuat para pengusaha batu bara nasional melakukan akselerasi dan eksplorasi secara masif untuk memenuhi kebutuhan batu bara pada berbagai negara pengguna batu bara.
Dia menilai dengan adanya Perpres Nomor 112 tahun 2022, di mana pemerintah tidak lagi membuat PLTU berbasis batu bara yang baru, tidak berpengaruh secara kepada pelaku usaha batu bara. Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya mendukung penuh langkah Presiden Jokowi untuk pensiunkan PLTU batu bara.
Dihubungi terpisah, dia menjelaskan Perpres tersebut sudah tepat untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Hendra menyebut batu bara sebagai sumber energi tidak terbarukan suatu saat akan habis. Maka dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca penggunaan batubara tentu akan semakin berkurang.
"Kami yakin pemerintah sudah mempertimbangkan secara komprehensif," ujarnya.
Sebagai informasi saja, meski akan dipensiunkan, Jokowi masih mengizinkan pengembangan PLTU yang sudah ditetapkan dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) untuk tetap dilanjutkan. Hal itu tertuang dalam pasal 3 poin 4.
Pertama, PLTU yang memenuhi persyaratan terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi. Tujuannya untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, PLTU yang berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi. Perbandingannya dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada 2021 melalui pengembangan teknologi,carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan.
"Dan ketiga beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050," bunyi Perpres tersebut.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin