Menuju konten utama

Pengetatan Bea Impor e-Commerce, Siapa yang Diuntungkan?

Ketua idEA Ignatius Untung mengklaim mahalnya impor barang tak akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan e-commerce di Indonesia.

Pengetatan Bea Impor e-Commerce, Siapa yang Diuntungkan?
Ilustrasi perempuan belanja online. iStockphoto/Getty Images.

tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bakal memperketat aktivitas impor di situs belanja online (e-commerce) mulai 10 Oktober mendatang. Nantinya, batas nilai pembebasan bea masuk dan pajak impor yang semula 100 dolar AS menjadi 75 dolar AS per orang secara kumulatif per hari.

Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai, Deni Surjantoro mengatakan, kebijakan tersebut untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri. Sebab, selama ini bea cukai kerap menemukan pelaku e-commerce nakal yang mengakali pengiriman barang dengan cara splitting.

Modus tersebut, kata Deni, dilakukan dengan cara memecah aktivitas impor dan melakukan transaksi berulang-ulang hingga bea masuknya di bawah batas ketentuan. Kajian yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu bahkan menemukan pedagang e-commerce melakukan 400 kali impor dalam satu hari dengan rata-rata per invoice senilai 75 AS dolar.

“Modus seperti ini yang kami antisipasi,” kata Deni saat dihubungi reporter Tirto, pada Selasa (18/9/2018).

Menurut Deni, perdagangan e-commerce tengah tumbuh pesat dan mencapai nilai impor sebesar 448,4 juta dolar AS dengan rata-rata per bulan transaksi impor e-commerce mencapai 7,54 persen.

Jika praktik perdagangannya wajar, kata Deni, maka jumlah penerbitan dokumen impor hanya berkisar 4–5 juta. Namun anehnya, sepanjang tahun ini Direktorat Bea dan Cukai justru telah mengeluarkan 13,8 juta dokumen izin impor.

“Banyaknya barang impor tersebut kan juga mengganggu retailer yang ada dalam negeri,” kata Deni menjelaskan.

Kebijakan pengetatan impor untuk e-commerce ini, kata Deni, juga menjadi langkah lanjutan pemerintah dalam mengendalikan impor. Pasalnya pada Agustus lalu, defisit neraca perdagangan sudah mencapai 4 miliar AS solar. Sementara defisit neraca transaksi berjalan semester I lalu telah mencapai 15 miliar dolar AS.

Dampak Pelaku Usaha

Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung menyebut bahwa pelaku usaha e-commerce dalam negeri tidak menolak wacana pengendalian impor barang tersebut. Mahalnya impor barang juga tak akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan e-commerce di Indonesia.

Sebab, kata dia, pemain e-commerce yang mengambil barang dari luar negeri juga masih sangat sedikit. “Yang punya fitur itu adalah perusahaan yang punya cabang, entah investor itu di negara lain kan kebanyakan dari Korea dan Cina masih,” kata dia.

Ia justru mengapresiasi langkah pemerintah yang juga mau mengendalikan impor via e-commerce terutama pada importir asing. “E-commerce asing tidak bisa kami ajak bicara atau mengikuti kebijakan ini,” kata Untung.

Misalnya, soal e-commerce yang memberikan layanan gratis ongkos kirim. “Kalau dia ada ongkos kirim, kan biasanya enggak mau melakukan splitting, nah yang sering ini yang ongkirnya gratis-gratis. Udah beli di luar enggak kena pajak, ya kami yang e-commerce dalam negeri enggak ada pembelinya, tutup dong nanti,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Chief Executive Officer (CEO) Blibli.com, Kusumo Martanto. Ia mengatakan bahwa aturan baru tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap pihaknya. Alasannya, karena porsi impor dalam produk Blibli hanya sekitar 1 persen.

“Kami tidak masalah karena selama ini, porsi barang yang kami jual, majority kami sourced dari Indonesia,” kata Kusumo.

Berbeda dengan Afdi, salah satu konsumen e-commerce yang merasa keberatan dengan kebijakan pengetatan bea cukai yang dilakukan pemerintah. Sebab, kata dia, hal itu akan memberatkan para pelaku ritel UMKM yang biasa membeli barang impor dengan harga di bawah 100 dolar.

“Agak menyusahkan juga, sih. Misalnya mau cari barang-barang yang enggak ada di Indonesia, tapi jumlahnya sedikit di luar negeri. Harganya murah, harus kena pajak juga ya, kan kasian,” kata Afdi.

Afdi menyebut, misalnya, untuk para pengusaha otomotif yang biasa membeli barang dari luar negeri dengan jumlah satuan. “Ada juga mungkin barang-barang elektronik lain yang belum tentu ada di Indonesia,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PEMBATASAN IMPOR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz