Menuju konten utama

Yang Diincar Pemerintah dari Pembatasan Belanja Online Impor

Aturan pembatasan belanja online impor ini diprediksi menciptakan persaingan usaha yang sehat bagi pelaku industri dalam negeri.

Yang Diincar Pemerintah dari Pembatasan Belanja Online Impor
Ilustrasi belanja online. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.04/2018 melakukan penyesuaian nilai pembebasan bea masuk impor atas barang kiriman melalui e-commerce, dari sebelumnya 100 dolar AS menjadi 75 dolar AS per orang per hari. Ketentuan ini mulai berlaku pada 10 Oktober 2018.

Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menyatakan kebijakan itu diambil untuk menciptakan kesetaraan (level of playing) antara hasil produksi dalam negeri--yang produknya mayoritas berasal dari industri kecil dan menengah (IKM) dan membayar pajak-- dengan produk impor kiriman serta impor distributor melalui kargo umum.

“Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia), dan pengusaha retail atau distributor offline,” kata Heru di Kementerian Keuangan, Jakarta seperti dilansir Antara, Senin (17/9/2018).

Aturan barang kiriman impor itu, kata Heru, bukan berarti pemerintah melarang masyarakat untuk membeli atau membawa barang dari luar negeri. Menurutnya, yang lebih ditekankan adalah untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas de minimis value (nilai pembebasan) untuk tujuan komersial.

Hal senada diungkapkan Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai, Deni Surjantoro. Menurut Deni, beleid baru ini bukan mengenai pembatasan, melainkan penyesuaian nilai pembebasan. Ini bertujuan memperkecil batasan nilai impor barang kiriman yang bebas bea masuk. Semula 100 dolar AS menjadi 75 dolar AS per orang secara kumulatif per hari.

Batasan impor barang kiriman ini, kata Deni, awalnya tidak menetapkan hitungan hari. Akibatnya, seseorang dapat mengimpor berkali-kali dalam sehari dengan batasan sekali impor maksimal 100 dolar AS.

“Sekarang 1 orang per hari, 1 nama per 1 alamat. Misal, saya mengirim hari ini alamat di xxx. Direktorat Jenderal Bea Cukai memantau saya mengimpor barang berapa besar,” kata Deni kepada reporter Tirto, Selasa (18/9/2018).

Dengan aturan baru itu, kata dia, apabila nilai impor yang dilakukan satu orang lebih dari 75 dolar AS per hari, maka dia dikenai bea masuk. Tarif bea masuk 7,5 persen dari nilai impornya dan berlaku tetap (flat).

“Kenanya bukan atas selisih, tapi seluruhnya. Misal, saya mengirim barang 100 dolar AS bukan terhadap selisihnya 25 dolar AS yang kena bea masuk, tapi terhadap 100 dolar AS-nya karena melebihi 75 dolar AS dalam sekali pengiriman,” kata Deni.

Dalam rangka mendukung tujuan pengetatan impor barang kiriman dan mengantisipasi masih adanya splitting, kata Deni, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyiapkan sistem monitoring otomatis. Meskipun selama ini, kata Deni, pengawasan terus dilakukan.

Saat ini, sistem pengawasan otomatis ini sudah siap karena disiapkan bersamaan dengan penyusunan beleid baru dan evaluasi periodik. "Evaluasi dilakukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan, kami juga mengevaluasi dengan membandingkan dengan base practice internasional," ujar Deni.

Sistem baru itu bisa dilakukan secara menyeluruh di titik-titik pengawasan petugas Bea Cukai. Salah satunya di kantor pos khusus barang-barang dari luar negeri atau disebut kantor pos lalu bea. “Kedua di perusahaan jasa titipan barang impor, yang mana di bandara juga ada. Di situlah ada petugas kami untuk mengecek,” kata Deni.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Peritel lndonesia (Aprindo), Tutum Rahanta menyatakan bahwa dengan diterapkannya perubahan aturan ini akan menciptakan persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku industri negeri.

“Penerapan aturan baru ini akan dapat menciptakan persaingan yang sehat tidak hanya untuk para retailer offline, namun juga retailer online yang menjual produk dalam negeri,” kata Tutum kepada reporter Tirto.

Selain itu, kata dia, PMK tersebut juga bertujuan untuk menekan modus importasi barang yang tidak membayar bea masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI), menciptakan persaingan sehat antara peritel offline dan peritel online, mendorong penggunaan produk dalam negeri, serta menciptakan keadilan.

Dinilai Cukup Efektif

Chief Executive Officer (CEO) Blibli.com, Kusumo Martanto mengatakan bahwa aturan baru tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap pihaknya karena porsi impor dalam produk Blibli hanya 1 persen.

“Kami tidak masalah karena selama ini, porsi barang yang kami jual, majority kami sourced dari Indonesia,” kata Kusumo.

Menanggapi hal itu, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, penyesuaian impor barang kiriman tersebut akan cukup efektif untuk menekan impor barang kiriman. Sebab sistem online dalam transaksi jual beli secara global mempermudah masuknya barang impor ke Indonesia.

“Itu termasuk untuk mengurangi impor khususnya dari e-commerce, kan e-commerce salah satu yang menyebabkan lonjakan impor, bahkan konsumsi kita kan dari e-commerce. Sekarang ini gampang sekali untuk beli-beli barang impor lewat e-commerce itu," ujar Pieter kepada reporter Tirto.

Dengan aturan baru ini, kata Pieter, barang impor yang masuk dari e-commerce dapat membuat harga barangnya naik dan kurang menarik bagi konsumen. “Harapannya bisa menekan volume impor. Sekarang kan banyak sekali kita beli barang e-commerce, tapi produknya dari asing. Artinya aturan ini untuk impor barang kiriman tidak semudah semula,” ujar Pieter.

Baca juga artikel terkait PEMBATASAN IMPOR atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz