Menuju konten utama

Alih-Alih Solusi, Bea Masuk 200% Justru Timbulkan Masalah Baru

DPR memprediksi potensi membanjirnya barang-barang ilegal akan sulit dibendung jika kebijakan tersebut diterapkan.

Alih-Alih Solusi, Bea Masuk 200% Justru Timbulkan Masalah Baru
Truk peti kemas melintas di IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (7/12/2023). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/Ak/nz

tirto.id - Pemerintah berencana untuk mengenakan bea masuk terhadap barang-barang impor asal Cina hingga 200 persen. Pengenaan bea masuk ini mempertimbangkan kondisi perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).

Perang dagang Cina dan AS diketahui tengah menyebabkan terjadinya over capacity dan over supply di Cina, yang membanjiri Indonesia. Ini termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.

“Kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.

Besaran bea masuk yang akan dikenakan pada barang-barang impor asal Cina telah diputuskan antara 100 persen dari harga barang sampai 200 persen. Pengenaan tarif bea masuk yang tinggi itu bahkan sudah dilakukan oleh Amerika terhadap produk-produk keramik dan pakaian asal Cina.

"Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200 persen kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang," ujar Zulkifli.

Sementara itu, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan pengenaan bea masuk barang impor dari Cina sebesar 200 persen belum bisa dilaporkan secara detail. Pasalnya, hingga saat ini tarif pengenaan bea masuk masih dibahas lebih lanjut oleh Kementerian atau Lembaga terkait.

“[Soal bea masuk 200 persen?] Saya belum bisa laporkan. Itu bagian dari pembahasan, nanti dua minggu lagi kita laporkan,” ujar Agus di Istana, Jakarta, (2/7/2024).

Meski belum ada keputusan finalnya, langkah pemerintah mengenakan bea masuk sebesar 200 persen disambut baik oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi. Hanya saja, dalam praktiknya ketika sudah ditetapkan besaran bea masuknya butuh keseriusan dalam penegakan hukumnya di lapangan.

Sebagai mitra kerja pemerintah, Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengaku hingga saat ini pihaknya belum mendengar penjelasan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) secara langsung mengenai rencana pengenaan bea masuk tersebut. Dia justru khawatir pengenaan bea masuk barang dari Cina sebesar 200 persen ini hanya keputusan emosional sesaat.

“Dari beberapa kasus sebelumnya, Kemendag suka bikin aturan tanpa kajian matang. Akhirnya bolak balik bongkar aturan. Jangan sampai pengenaan ini juga keputusan emosional sesaat,” ujar Luluk kepada Tirto, Senin (2/7/2024).

PAN hormati Cak Imin pindah koalisi

Ketua Umum PAN sekaligus Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan keterangan pers usai memberikan kuliah umum di Universitas Panca Bhakti, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (2/9/2023). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/nym.

Luluk bahkan meminta kepada Zulhas untuk menjelaskan secara detail urgensi dari pengenaan bea masuk tersebut. Mulai dari dasarnya dan mengapa hanya dari Cina saja hingga jenis barang apa saja yang akan dikenakan bea masuk 200 persen. Menurutnya, poin-poin itu harus jelas lebih dahulu.

“Pajak ini 200 persen ini usulan Kemendag atau Kemenkeu? Kita harap antar K/L tidak ambil kebijakan tanpa koordinasi baik satu sama lain. Agar apapun keputusan itu tidak akan menjadi blunder dan menimbulkan masalah yang lebih buruk,” jelas dia.

Tidak hanya itu, Luluk juga mempertanyakan wacana pengenaan bea masuk 200 persen tersebut apakah ada tekanan dari negara lain atau tidak. Karena khawatirnya ini merupakan perang dagang dan Indonesia hanya proksi kekuatan lain.

Masalah Baru

Sementara Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, justru meminta pemerintah lebih berhati-hati atas rencana penerapan kebijakan tarif bea masuk tersebut. Karena jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakannya harus dibuat lebih spesifik dan tidak digeneralisir kepada seluruh industri lainnya.

"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut," kata Darmadi dalam keterangannya ditulis Selasa (2/72/2024).

Darmadi menjelaskan, kebijakan dan pendekatan setiap sektor industri tentunya berbeda-beda, dan tidak bisa disamain begitu saja. Maka, langkah yang paling relevan harus dilakukan Kemendag, yaitu mengidentifikasi persoalan di setiap sektor industri dibarengi kajian yang mendalam. Di samping juga harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian komprehensif.

"Ini penting dilakukan, agar resep yang akan diterapkan efektif," kata Darmadi.

Dia memprediksi potensi membanjirnya barang-barang ilegal akan sulit dibendung, jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakan hukum yang memadai. Menurutnya, setiap jenis barang yang dikenakan pajak sampai 200 persen, justru akan semakin menyuburkan masuknya barang ilegal.

"Dan industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri. Kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya, apakah pemerintah siap dengan penegakkan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" kata Darmadi.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, justru khawatir pengenaan tarif bea masuk 200 persen barang-barang impor dari Cina akan menimbulkan retaliasi.

Retaliasi sendiri adalah tindakan pembalasan di bidang perdagangan antar Negara dalam kerangka World Trade Organization (WTO) yang dilakukan oleh suatu negara sebagai akibat dari tidak tercapainya suatu kesepakatan dalam proses penyelesaian sengketa.

“Jadi kita mesti sangat jeli untuk melihat situasi itu. Kita mesti menghargai produk luar negeri untuk masuk ke Indonesia karena kita punya kepentingan ekspor ke sana juga,” ujar Danang saat dihubungi Tirto, Senin (2/7/2024).

Ekspor gerbong barang PT INKA ke Selandia Baru

Pekerja mengecek gerbong barang bertipe container flat top (CFT) wagon buatan PT INKA Multi Solusi untuk ekspor ke Selandia Baru di Terminal Jamrud, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/6/2024). Pengiriman sebanyak 96 CFT Wagon ke Selandia Baru (New Zealand) tersebut untuk pemenuhan gerbong datar (CFT) dari UGL Rail Services Pty Ltd kepada KiwiRail sebagai pengguna langsung dan sekaligus merupakan komitmen INKA Group bersama anak perusahaan PT INKA Multi Solusi dalam pemenuhan kebutuhan moda transportasi baik di Indonesia maupun mancanegara. ANTARA FOTO/Moch Asim/rwa.

Perlu diingat, ekspor Indonesia ke Cina pada tahun lalu mencapai 60 miliar dolar AS. Pemerintah sendiri bahkan optimistis pada tahun ini angka ekspor tersebut naik menjadi 65 hingga 70 miliar dolar AS. Mengingat pemerintah tengah mengoptimalkan kerja sama "Dua Negara Taman Kembar" (Two Countries Twin Park/TCTP) dan negeri Tirai Bambu itu, juga masih menjadi mitra dagang utama bagi Indonesia dengan menyumbang hampir seperempat total ekspor di negara ini.

"Khawatir Cina membalas pengenaan biaya masuk pada ekspor Indonesia untuk kategori produk yang lain. Makanya solusinya adalah kekuatan diplomasi kita terhadap negara-negara lain perlu," kata Danang.

Harapan Pengusaha

Ristadi menjelaskan di luar dari isu pengenaan bea masuk 200 persen ada hal lain yang bisa diputuskan jauh lebih konkret oleh pemerintah sebagai upaya pengendalian barang-barang impor dan menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Pertama pemerintah bisa stop impor barang-barang yang sudah bisa diproduksi dalam negeri dan jumlahnya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Kedua berantas ilegal impor dengan membentuk satgas khusus melibatkan aparat-aparat yang kredibel dan berintegritas,” ujar dia.

Alih-alih mengenakan bea masuk, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, justru mendesak pemerintah agar memprioritaskan revisi Permendag 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

“Ini sangat urgent, karena Permendag 8 ini justru merelaksasi aturan yang sebelumnya sudah baik (Permendag 36 2023),” ujar dia kepada Tirto, Selasa (2/7/2024).

Untuk itu, Redma mengusulkan agar pengendalian impor harus dilakukan secara menyeluruh jangan kasih lobang bagi para importir untuk berbuat curang lagi. Semua produk TPT (HS 50-63), pertama, harus dimasukan kedalam aturan Tata Niaga (Lartas) dan dilakukan pengawasan di pintu masuk (border) baik untuk API-P maupun untuk API-U.

Target ekpsor non migas 2024

Suasana bongkar muat kontainer pada kapal kargo di dermaga Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/1/2024).ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.

Kedua, semua produk TPT (HS 50-63) baik untuk API-P maupun API-U diberlakukan pertimbangan teknis merujuk pada peraturan teknis dari Kementerian Teknis. Sedangkan

API-P hanya diizinkan untuk mengimpor bahan baku dan barang intermediet (HS 50-60) dan API-U hanya diizinkan untuk mengimpor barang jadi (HS 61-63)

Dalam pengertiannya, API-P diperuntukkan untuk impor barang modal dan barang dan bahan yang tidak untuk dijual kembali (bukan perdagangan), sedangkan API-U diperuntukkan untuk impor barang untuk untuk dijual kembali (bidang perdagangan).

Selain itu, dia dalam revisi tersebut Redma mengusulkan agar perusahaan MITA harus tetap mengikuti aturan pengendalian impor, aturan ini hanya dikecualikan bagi perusahaan dengan fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) untuk importasi bahan baku selama hasilnya dijual untuk pasar ekspor.

Selanjutnya untuk impor kain dan barang jadi motif batik tidak diberikan izin impor. Di samping juga pemerintah harus mengembalikan aturan barang bawaan dan barang kiriman seperti di Permendag 36/2023.

“Karena selama ini banyak kebocoran impor terjadi karena aturan diberlakukan secara parsial sehingga diperlukan aturan yang menyeluruh terhadap seluruh HS TPT,” pungkas Redma.

Baca juga artikel terkait IMPOR atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin