Menuju konten utama

Pemerintah Disebut Terlalu Longgar Atur Produk Tembakau

Produk minuman beralkohol bahkan dinilai memiliki aturan lebih tegas dibandingkan produk tembakau.

Pemerintah Disebut Terlalu Longgar Atur Produk Tembakau
Pekerja menunjukkan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.

tirto.id - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyatakan bahwa regulasi pemerintah masih terlalu longgar untuk produk tembakau.

Peneliti PBHI Fazal Akmal Musyarri bahkan mengungkapkan, produk minuman beralkohol memiliki aturan lebih tegas dibandingkan produk tembakau.

“Temuan yang kita temukan adalah ternyata dengan ada aturan yang menyisakan celahnya, produk tembakau masih bisa masuk untuk mengiklankan produk mereka. Sedangkan minol sudah sejak awal dari tataran UU dilarang, sama sekali tidak bisa mengiklankan,” ucap Fazal dalam konferensi pers daring, Selasa (25/7/2023).

Ia menambahkan, pengaturan terhadap produk tembakau hanya sebatas pembatasan-pembatasan. Salah satu bentuk kelonggaran peredaran produk tembakau terdapat pada beleid yang mengatur iklan tembakau, termasuk rokok.

Pembatasan itu menimbulkan celah yang dimanfaatkan industri produk tembakau untuk mengiklankan produknya.

Terlalu longgarnya aturan terhadap produk tembakau — termasuk iklan rokok — dinilai berpengaruh pada peningkatan angka perokok anak.

Sebaliknya, peraturan yang tegas pada produk minuman beralkohol dinilai sukses menurunkan angka konsumsinya.

“Ternyata berbanding terbalik. Kalau perokok terus meningkat, ternyata konsumsi minol (minuman beralkohol) jumlahnya sangat rendah dan cukup stagnan. Angka berdasarkan Riskesdas tahun 2018 yaitu 3 persen dan angka 3 persen itu juga didominasi oleh konsumsi minuman beralkohol tradisional,” jelas Fazal.

Padahal, kata Fazal, pemerintah sudah punya rencana peta jalan penurunan prevalensi perokok anak melalui RPJMN. Namun, hal ini terancam tak tercapai jika pengaturan produk tembakau masih longgar.

“Konsumsi minuman beralkohol rendah atau stagnan per tahun itu buah hasil pengendalian pemerintah, keseriusan pemerintah. Tidak terlepas dari kebijakan yang dilakukan pemerintah, kalau kita lihat tidak hanya Kemenkes, tapi ada kontribusi sinergitas lintas K/L seperti Kemenkes, BPOM, Kemenperin, dan Kemendag,” ungkap Fazal.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti PBHI lainya, Gina Sabrina menambahkan bahwa terlihat ada sinergitas yang baik terhadap pengendalian minuman beralkohol.

“Tapi kami melihat di pengendalian tembakau ini absen, perannya itu hampir semua diambil alih dan didominasi oleh Kemenkes dan BPOM. Ini nanti perlu didorong bagaimana sinergitas ini juga terjadi dalam pengendalian tembakau,” katanya.

Baca juga artikel terkait TEMBAKAU atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri