Menuju konten utama

Pembantaian Para Aktivis Lingkungan

Aktivis lingkungan dibunuh, diserang, dan dikriminalisasi oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya

Pembantaian Para Aktivis Lingkungan
Ilustrasi aktivis lingkungan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Laki-laki itu tengah menggendong cucunya yang berusia 5 tahun ketika serombongan orang mendatangi rumahnya. Ia kemudian meletakkan cucunya di lantai. Segerombolan orang itu tiba-tiba mengikat kedua tangannya, dan bertubi-tubi memukulinya dengan batu dan kayu.

Penyiksaan terus berlanjut. Laki-laki itu dipukul dengan gergaji dan tubuhnya disetrum. Gerombolan itu mengaraknya ke makam desa dan membacok perutnya tiga kali. Namun, laki-laki itu tak berdarah sama sekali. Ia kebal.

Gerombolan itu tak berhenti, mereka mencari benda tumpul di sekitar. Batu, dan kayu kembali membuat badan laki-laki itu babak belur. Hingga kemudian, Salim Kancil, sang laki-laki kebal itu mati mengenaskan.

Tragedi itu terjadi tahun 2015 lalu di Lumajang, Jawa Timur. Salim Kancil, petani dari desa Selok Awar-awar, tewas mengenaskan karena aktif menolak tambang pasir yang merusak ekosistem dan lahan pertanian di desanya. Ia tewas di tangan orang-orang pro-tambang.

Pembunuhan aktivis lingkungan memang bukan hal baru. Global Witness, lembaga swadaya yang bergerak di bidang antieksploitasi lingkungan, menjelaskan bahwa pada 2016 setidaknya terdapat 200 kasus pembunuhan aktivis lingkungan terjadi di 24 negara. Data tersebut menunjukkan kenaikan kuantitas kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari data dapat diketahui bahwa Amerika Selatan menjadi kawasan kasus pembunuhan aktivis pembela lingkungan tertinggi di seluruh dunia. Isu eksploitasi tambang, agribisnis, dan penebangan liar, merupakan problem utama yang memicu konflik dan berujung terbunuhnya aktivis lingkungan.

Dari 24 negara, Brazil dan Kolombia di Amerika Selatan merupakan kawasan dengan kasus pembunuhan aktivis lingkungan terbanyak.

Pada 2014, 29 aktivis lingkungan Brazil dibunuh dengan cara yang mengenaskan. Mereka adalah warga lokal dan aktivis internasional yang memperjuangkan kelangsungan hutan Amazon. Mereka berusaha menghentikan penebangan liar untuk pembukaan ladang dan industri kayu.

Kolombia, negara yang terletak di sebelah Brazil, juga sedang gencar melawan perusakan lingkungan yang dilakukan penambang raksasa. Aktivis di sana banyak bergerak menuntut agar tambang besar ditutup supaya tidak mengganggu sistem pertanian yang sudah ada di Kolombia sejak lama.

Sebagai balasan perlawanan itu, para aktivis di Kolombia selalu mendapatkan tekanan yang sangat hebat. Banyak dari mereka yang menjadi korban sniper karena sangat vokal dalam membebaskan lahan dari perusakan tambang. Pada 2014, setidaknya ada 25 orang aktivis lingkungan Kolombia yang tewas. Kebanyakan dari mereka adalah warga lokal yang tidak mau lingkungannya rusak.

Billy Kyte, anggota Global Witness, menjelaskan bahwa kasus pembunuhan aktivis kerap terjadi di daerah terpencil. Pembunuhan akan mengalami peningkatan, terlebih ketika kasus-kasus tersebut seringkali tidak ditidaklanjuti oleh sistem peradilan pidana setempat. Hal itu menyebabkan serangan terhadap para aktivis menjadi lebih berani.

"(Pembunuhan terjadi) terutama (pada) aktivis yang berstatus sebagai anggota komunitas adat. Karena banyak lahan adat mereka tumpang tindih dengan sumber daya mineral yang terkandung di dalamnya, ditambah juga komunitas adat seperti itu kerap tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum," kata Kyte.

Global Witness menyebutkan, faktor sampingan yang menyebabkan Amerika Selatan menjadi kawasan dengan kasus pembunuhan aktivis tertinggi adalah konflik politik dan bersenjata yang terjadi di sejumlah negara.

Misalnya, konflik antara pemerintah Kolombia dengan pemberontak Farc, dianggap berkontribusi dalam banyak konflik lingkungan. Dalam proses konflik tersebut, penyerobotan lahan adat untuk dieksploitasi kandungan sumber daya alamnya sangat jamak terjadi.

“Apalagi jika ditambah dengan kenyataan bahwa kawasan Amerika Selatan banyak memiliki kelompok kejahatan terorganisir, yang mampu memperburuk keadaan, sindikat itu kerap mengeksploitasi lahan minyak sawit untuk dijual kembali,” tambah Kyte.

infografik pembela bumi

Berdasarkan data, sepanjang 2016, kasus pembunuhan aktivis lingkungan di Kolombia mencapai rekor terbanyak dalam sejarah negara tersebut, yakni 37 korban. Sementara di Brazil, yang berada di posisi tertinggi, kasus pembunuhan aktivis lingkungan mencapai 49 orang.

Sedangkan di Asia sendiri, Filipina disebut-sebut sebagai negara mematikan untuk para aktivis lingkungan. Sebuah laporan yang berjudul Defenders of the Earth: Global Killings of Land and Environmental Defenders in 2016 mengungkapkan, Filipina merupakan negara ketiga yang paling mematikan secara global bagi para aktivis lingkungan.

"Filipina secara konsisten merupakan salah satu tempat paling mematikan untuk aktivis lingkungan, dengan 28 pembunuhan pada 2016. Kasus paling banyak terkait dengan perjuangan melawan pertambangan," bunyi sebuah laporan, dikutip dari Asean Correspondent.

Sejak Duterte menjadi presiden di Filifina, kelompok lingkungan telah mencatat setidaknya 17 pembunuhan terkait lingkungan. Itu adalah tingkat pembunuhan tahunan terburuk selama dua pemerintahan terakhir yang merentang selama 16 tahun.

"Pembunuhan terkait pertambangan menyumbang 47 persen kasus yang kami amati selama tahun pertama pemerintahan Duterte. Pasukan negara diduga terlibat dalam 41 persen kasus ini, dan 65 persen dilakukan di pulau Mindanao di mana penjarahan dan militerisasi paling luas," kata Leon Dulce, Koordinator kampanye Jaringan Lingkungan Kalikasan (Kalikasan PNE).

Menurut juru kampanye Global Witness Ben Leather negara tersebut telah melanggar undang-undangnya sendiri dan membuat warganya menjadi korban dalam cara yang mengenaskan.

"Aktivis dibunuh, diserang, dan dikriminalisasi oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya," kata Leather.

Global Witness mengatakan data tentang pembunuhan yang mereka rilis kemungkinan akan dianggap remeh. Hal itu dimungkinkan karena banyak sekali kasus pembunuhan yang tidak dilaporkan, terutama di daerah pedesaan. Padahal angka pembunuhannya terbilang mencengangkan, nyaris mencapai seratus korban, hanya dari Kolombia, Brazil dan Filipina saja -- itu pun hanya pada tahun lalu saja. Ini jelas fenomena pembungkaman yang serupa dengan pembantaian.

"Pesan kami kepada mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini jelas: Para aktivis ini tidak musnah - mereka (niscaya) berlipat ganda," demikian salah satu pernyataan yang termaktub dalam laporan Global Witness.

Baca juga artikel terkait AKTIVIS LINGKUNGAN atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Hukum
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Zen RS