Menuju konten utama

Pecah Tangis Seorang Ibu di Pengadilan Militer Medan

Lenny Damanik tak dapat berkata usai Pengadilan Militer Medan cuma vonis 10 bulan penjara TNI yang membunuh anaknya.

Pecah Tangis Seorang Ibu di Pengadilan Militer Medan
Lenny Damanik (51) memperlihatkan foto almarhum MHS usai menyaksikan sidang vonis usai menyaksikan sidang vonis Sertu Riza Pahlivi di Pengadilan Militer I-02 Medan, Senin (20/10/2025). (Istimewa)

tirto.id - Lenny Damanik (51) memejamkan mata. Bibirnya beku. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi setelah Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan hanya menjatuhkan vonis penjara 10 bulan terhadap orang yang telah menyebabkan anaknya meninggal dunia.

Lenny merupakan ibu kandung MHS (15), pelajar SMP asal Kota Medan, Sumatera Utara, yang meninggal dunia akibat diduga dibunuh oleh Riza Pahlivi, prajurit TNI AD berpangkat Sersan Satu (Sertu) pada Jumat (24/5/2024) lalu.

“Saya betul-betul kesal kali mendengar hukuman itu, padahal anak saya sudah meninggal dibunuh,” ujar Lenny sesenggukan usai menyaksikan sidang vonis di Pengadilan Militer I-02 Medan, Senin (20/10/2025).

MHS dibunuh Sertu Riza Pahlivi pada Jumat (24/5/2024) sore. Saat itu, korban menyaksikan tawuran antarkelompok di bantaran rel kereta api di Jl. Pelikan Ujung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kota Medan.

Di tengah bentrokan, aparat gabungan muncul untuk melakukan penertiban. Korban lalu dikejar, dia kemudian terjatuh dan dihajar hingga tidak sadar diri.

Berdasarkan fakta persidangan, MHS sempat dibawa ke rumah sakit umum. Namun nyawanya tidak tertolong. MHS dinyatakan meninggal dunia dengan sejumlah luka di tubuh.

“Padahal masih panjang perjalanannya. Jadi saya mohon supaya dihukum seadil-adilnya, itulah permintaan saya, tidak lebih dari itu, pokoknya sesuai dengan perbuatannya harus dihukum,” ujar Lenny.

Sertu Riza Pahlivi

Sertu Riza Pahlivi saat menjalani sidang vonis di Pengadilan Militer I-02 Medan, Senin (20/10/2025). (FOTO/Istimewa)

Vonis Majelis Hakim yang diketuai oleh Letkol Ziky Suryadi terhadap Sertu Riza Pahlivi lebih rendah dari tuntutan Oditur, yakni satu tahun penjara. Dalam persidangan, Majelis Hakim menerangkan sejumlah hal yang dianggap meringankan pelaku.

Antara lain Sertu Riza Pahlivi sempat mendatangi kediaman korban dan bertemu Lenny untuk meminta maaf dan berdamai dengan memberikan suatu bingkisan, meski ditolak. Selain itu, pelaku juga dianggap hakim beritikad baik karena membayar restitusi serta berstatus tulang punggung keluarga.

Sertu Riza Pahlivi divonis Pasal 359 KUHP Jo Pasal 190 ayat 1 UU No 31 tahun 1997, Pasal 7 Jo Pasal 8 ayat 1 Jo Pasal 30 ayat 2 Perma 1 Tahun 2022 karena akibat kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia. Selain penjara 10 bulan, ia juga hanya diwajibkan membayar restitusi kepada ibu korban sebesar Rp12,7 juta.

Vonis ini terbilang lebih ringan dari tuntutan Oditur sebelumnya, yakni Pasal 76 c Jo Pasal 80 ayat 3 UU No 35 tahun 2014 tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati dengan ancaman penjara satu tahun.

"Memidana terdakwa oleh karena itu, pidana penjara selama 10 bulan," ujar Letkol Ziky saat membacakan vonis, Senin (20/10/2025).

Di mata kuasa hukum korban sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Sahputra, putusan hakim terhadap Sertu Riza Pahlivi sama sekali tidak mencerminkan keadilan. Melainkan impunitas TNI.

“Kami kecewa dengan putusan hakim yang bukan memberikan keadilan bagi korban, tapi justru memberikan impunitas kepada para pelaku kekerasan terhadap anak yang khususnya dilakukan oleh militer,” ujar Irvan.

Baca juga artikel terkait KASUS KEKERASAN APARAT atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Flash News
Kontributor: Nanda Fahriza Batubara
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Siti Fatimah