Menuju konten utama

PBNU Minta Hormati Putusan Hakim Soal Vonis Ahok 2 Tahun

Robikin juga berharap seluruh pihak juga bisa menghormati atas upaya hukum yang dilakukan Ahok dalam untuk banding terkait keberatannya terhadap putusan pengadilan.

PBNU Minta Hormati Putusan Hakim Soal Vonis Ahok 2 Tahun
Terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5). ANTARA FOTO/Ubaidillah/Adm

tirto.id - Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) meminta semua pihak menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memvonis terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) penjara selama dua tahun.

"Sebagai negara hukum, siapa pun harus tunduk dan patuh terhadap hukum, hal ini sesuai dengan prinsip supremasi hukum. Untuk itu, apa pun putusan hakim harus kita hormati," kata Ketua PBNU Robikin Emhas kepada Antara, Selasa (9/5/2017)

Ia juga berharap seluruh pihak juga bisa menghormati atas upaya hukum yang dilakukan Ahok dalam untuk banding terkait keberatannya terhadap putusan pengadilan.

"Tak perlu ada hujatan atau cibiran terhadap warga negara yang menggunakan hak hukumnya atas suatu proses peradilan karena hal itu merupakan pengejawantahan terhadap prinsip kesetaraan di mata hukum sebagaimana dijamin konstitusi," kata Robikin.

Ia juga meminta Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bisa menjalankan fungsinya secara bebas dan tidak memihak dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut di tingkat banding nantinya.

"Sebab kesanggupan menghargai rangkaian proses hukum yang berjalan adalah bagian dari ketaatan terhadap hukum itu sendiri," kata Robikin.

Keputusan Majelis Hakim

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (9/5).

"Menyatakan terdakwa Ir Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan hukuman penjara selama dua tahun penjara," tutur hakim di sidang dugaan penistaan agama di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (9/5).

Adapun pertimbangan yang memberatkan, menurut Hakim, yakni terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa menciderai umat Islam, dan menimbulkan kegaduhan serta memecah kerukunan di masyarakat.

Selain itu, Hakim juga menyatakan pertimbangan yang meringankan yakni belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama mengikuti proses persidangan.

Dalam berkas putusan setebal 630 halaman tersebut, majelis hakim menilai ucapan Ahok yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 terbukti memenuhi unsur kesengajaan seperti yang termaktub dalam pasal 156 A KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa sebelumnya yakni pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.

"Pengadilan tidak melihat ada usaha dari terdakwa untuk menghindari penggunaan kata-kata yang merendahkan ayat suci Al-Quran. Bahkan diulangi dengan menyebut dibodohi," kata Hakim.

Ucapan Ahok yang dianggap menodai agama tersebut adalah: "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya, iya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu."

Hakim juga mengatakan "terdakwa seharusnya bisa menghindari simbol keagamaan yang berkonotasi negatif karena hal itu sebenarnya tidak berkaitan dengan program kerja yang disampaikan".

Hakim tidak sependapat dengan pendapat penasihat hukum terdakwa bahwa kasus tersebut berkaitan dengan politik yang terjadi di Jakarta. Pengadilan juga berpendapat bahwa kasus tersebut adalah murni kasus penodaan agama sebab sebagian besar saksi-saksi yang didatangkan bukan orang yang berdomisili di Jakarta.

"Mereka juga bukan orang-orang yang berkecimpung dalam politik atau partai politik. Tapi sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan keagamaan," ujarnya.

Terhadap putusan majelis hakim tersebut, Ahok menyatakan akan mengajukan banding saat ditanya oleh majelis hakim.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto