Menuju konten utama

PBB Pati Naik 250 Persen: Saat Pajak Jadi Pemicu Amarah Rakyat

Kenaikan PBB Pati hingga 250% memicu protes ribuan warga, jadi isu nasional, hingga akhirnya dibatalkan.

PBB Pati Naik 250 Persen: Saat Pajak Jadi Pemicu Amarah Rakyat
Foto udara komplek perumahan di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/10/2023). Pemerintah akan memberlakukan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) 100 persen untuk pembelian rumah di bawah Rp2 miliar yang mulai berlaku November 2023 hingga Juni 2024. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

tirto.id - Kebijakan Bupati Pati, Sudewo untuk menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen berujung protes keras. Warga yang terhimpun dalam kelompok Masyarakat Pati Bersatu kemudian menginisiasi aksi demonstrasi menolak kenaikan PBB-P2 sampai 250 persen itu, pada Rabu (13/8/2025).

Bupati Sudewo pun nampaknya juga tak gentar. Dari video yang beredar di media sosial –yang belakangan diketahui sejak Juli 2025– dia malah menantang massa yang akan melakukan demo.

“Siapa yang akan melakukan penolakan? Yayak Gundul? Silahkan lakukan. Jangan hanya 5.000 orang, 50.000 orang suruh ngerahkan. Saya tidak akan gentar. Saya tidak akan merubah keputusan," kata Sudewo.

Warga yang kerap menyampaikan aspirasinya lewat unggahan di media sosial terkait kebijakan PBB-P2 yang akan naik 250 persen, makin yakin saja untuk melakukan aksi. Mulai Jumat (1/8/2025), rembuk warga itu membuka posko penerimaan bantuan di depan Kantor Bupati Pati. Masyarakat pun kian suportif akan aksi itu. Bantuan logistik seperti air minum, beras, mi instan, dan konsumsi lainnya terus berdatangan.

Hingga akhirnya, bentrok tak terhindarkan. Pada Selasa (5/8/2025), sejumlah petugas dari satpol PP mendatangi posko tersebut. Para petugas meminta agar posko dipindah karena area itu akan disiapkan sebagai rute yang akan dilintasi rombongan Kirab Boyongan Hari Jadi Ke-702 Kabupaten Pati pada Kamis (7/8/2025).

Permintaan dari Satpol PP itu mendapat penolakan dari Masyarakat Pati Bersatu. Proses pemindahan yang tetap dipaksakan Satpol PP pun berakhir ricuh. Videonya kemudian tersebar di media sosial yang kemudian ramai menjadi perbincangan publik.

Pengambilan paksa donasi warga oleh Satpol PP juga berujung dengan warga yang mendatangi markas Satpol PP Kabupaten Pati. Mereka meminta donasi dari warga untuk dikembalikan.

”Katanya kami mengganggu karena di situ fasilitas umum. Lha, kalau di situ fasilitas umum, berarti milik kami juga, kami, kan, warga Pati. Jangan semena-mena, kantor bupati itu juga miliknya masyarakat,” ucap Koordinator aksi Ahmad Husein, mengutip Kompas.com.

@officialtirtoid

Keributan pecah di lokasi penggalangan donasi untuk logistik aksi massa 13 Agustus di Pati, Jawa Tengah. Masyarakat Pati diketahui tengah menggalang donasi untuk demo tolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250%. Kejadian bermula saat Satpol PP datangi para relawan aksi di Alun-alun Pati, Selasa (5/8) siang. Mereka coba berdialog, dan hentikan penggalangan donasi. Keributan pecah usai anggota Satpol PP mencoba mengambil air mineral yang berhasil dikumpulkan. Sebelumnya, masyarakat Pati mulai memanas usai Bupati Pati Sudewo, menaikkan pajak hingga 250%. Kenaikan ini diambil, setelah mengadakan pertemuan dengan para camat dan anggota Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) di Pendopo Kabupaten Pati pada Minggu (18/5/2025). Menurut laman Humas Kabupaten Pati, hasil pertemuan tersebut menyepakati kenaikan pajak sebesar kurang lebih 250 persen karena PBB sudah 14 tahun tidak mengalami kenaikan. Kenaikan pajak hingga 250% ini menyulut kemarahan masyarakat Pati. Terlebih, Sudewo, menantang masyarakat untuk demo dengan massa 50 ribu orang. Masyarakat kemudian berencana untuk menggelar unjuk rasa besar di Alun-alun Pati pada 13 Agustus mendatang. Penulis/Editor: Muhammad Fadli Rizal #TirtoDaily#Pati#PBB#demo

♬ suara asli - TirtoID - TirtoID

Buntut dari viralnya kejadian tersebut, kabarnya akan ada lebih dari 50 ribu orang yang turun pada demo 13 Agustus 2025 mendatang. Tuntutannya pun berkembang jadi meminta Bupati Sudewo untuk mundur.

Tidak hanya itu, kejadian yang terekam dan tersebar di berbagai sosial media juga membuat atensi masyarakat. Pemberitaan soal kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen yang semula menjadi isu lokal kini semakin menjalar ke berbagai daerah dan menjadi konsumsi masyarakat nasional.

Satu per satu tokoh dan pejabat di level kementerian ikut menanggapi kebijakan yang dilakukan oleh Sudewo tersebut. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, berjanji akan menerjunkan Inspektorat Jenderal kementeriannya untuk mengevaluasi kebijakan yang dibuat oleh Sudewo beserta jajarannya tersebut.

"Saya sudah perintahkan Irjen untuk mengecek, itu saja dasarnya apa," kata Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (6/8/2025).

Selain itu, Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menginstruksikan Bupati Pati untuk mengevaluasi kenaikan tarif PBB-P2 hingga 250 persen. Luthfi minta tarif pajak yang menjadi polemik itu diturunkan.

"Kebijakan saya, saya sarankan untuk segera diturunkan," kata Luthfi, pada Kamis (7/8/2025).

Luthfi telah berkomunikasi dengan Sudewo selaku Bupati Pati. "Prinsipnya adalah disesuaikan dengan kemampuan daerah. Kemudian, tidak boleh membebani masyarakat," ucap Luthfi.

Dia menerka, protes kenaikan tarif pajak di Kabupaten Pati diakibatkan oleh kajian yang kurang matang dan minimnya sosialisasi.

"Apakah kajian yang kita lakukan kenaikan PBB itu wajar atau tidak? Intinya kalau di situ berarti kurang sosialisasi, mungkin belum terbuka. Dan harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat," imbuhnya.

Bupati Pati Meminta Maaf

Setelah ramai menjadi isu nasional dan mendapat tanggapan dari menteri dan gubernur, Bupati Sudewo akhirnya goyah. Kamis (7/8/2025), dia menyampaikan permintaan maafnya kepada publik atas atas keributan terkait polemik rencana menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen. Ia juga meminta maaf atas pernyataan siap didemo 50 ribu massa.

"Sama sekali tidak bermaksud melakukan perampasan. Hanya ingin memindahkan supaya tidak mengganggu Kirab Boyongan Hari Jadi Kabupaten Pati dan tidak mengganggu acara-acara 17 Agustus," ucap Sudewo, mula-mula terkait dengan kejadian perampasan donasi oleh Satpol PP.

"Kami tidak melarang dan sama sekali tidak menghalangi [warga] melakukan penggalangan dana," tambahnya.

Dalam konferensi pers pada Kamis di Pendopo Kabupaten Pati, Sudewo juga menyampaikan permintaan maaf terkait atas ucapannya yang dinilai menantang aksi massa.

"Saya tidak menantang rakyat. Sama sekali tidak ada maksud menantang rakyat, mosok (masa) rakyat saya tantang," tuturnya.

Ia mengklarifikasi bahwa ucapannya tersebut tidak ia maksudkan sebagai tantangan untuk segenap masyarakat Pati.

Menurut Sudewo, pernyataannya itu ia maksudkan sebagai imbauan agar unjuk rasa yang akan digelar betul-betul dari aspirasi masyarakat, tidak ditunggangi pihak tertentu.

"Saya hanya menyampaikan supaya demo tersebut berjalan tertib dan murni sebagai penyampaian aspirasi, bukan karena ditumpangi pihak tertentu," kata Sudewo.

Dalam kesempatan itu, Sudewo juga mengakui bahwa kepemimpinannya yang baru ini masih memiliki banyak kekurangan.

"Saya sadar banyak kekurangan dan masih perlu belajar. saya akan mendengarkan semua masukan demi membenahi Kabupaten Pati," tuturnya.

Alasan Rencana Kenaikan PBB-P2 sampai 250 persen

Kebijakan kenaikan tarif PBB sampai maksimal 250% adalah hasil dari rapat Bupati Pati, Sudewo dengan para camat dan kepala desa sekitar Mei 2025 lalu.

Dalam keterangan resmi dari situs Humas Kabupaten Pati disebut kalau, Sudewo merasa kenaikan pajak ini perlu sebab selama 14 tahun PBB di daerah itu tidak mengalami kenaikan.

"Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan para camat dan PASOPATI untuk membicarakan soal penyesuaian Pajak Bumi Bangunan. Telah disepakati bersama bahwa kesepakatannya itu sebesar ±250 persen karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik," ungkap Sudewo dalam keterangan resmi dari laman Humas Kabupaten Pati.

Dia mengatakan kalau kenaikan tarif PBB akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, serta sektor pertanian dan perikanan.

Lebih lanjut dia juga mengatakan kalau pemasukan daerah dari pajak bumi dan bangunan cenderung kecil dibanding daerah tetangga.

"PBB Kabupaten Pati hanya sebesar Rp29 miliar, di Kabupaten Jepara Rp75 miliar. Padahal, Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Jepara. Kabupaten Rembang itu Rp50 miliar, padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Rembang. Kabupaten Kudus Rp50 miliar, padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Kudus," ujar Sudewo.

Sudewo

Bupati Pati, Sudewo. FOTO/fraksigerindra.id

Naik Pajak 250 Persen, Apakah Bijak?

Setelah ramai di pemberitaan dan hujatan di media sosial, Bupati Pati, Sudewo akhirnya memberikan konfirmasi terkait kebijakan kontroversialnya. Dia menegaskan bahwa kenaikan tarif PBB hingga 250 persen merupakan batas maksimal dan tidak diberlakukan untuk seluruh objek pajak, karena ada yang kenaikannya hanya 50 persen.

"Banyak yang kenaikannya 50 persen, karena kenaikan 250 persen bukan angka kenaikan rata-rata yang berlaku bagi seluruh wajib pajak," kata Sudewo dikutip dari Antara, Kamis (7/8/2025).

Sudewo menerangkan jika nominal 250 persen merupakan batas tertinggi yang berlaku, namun kenyataannya banyak wajib pajak yang hanya mengalami kenaikan di bawah 100 persen, bahkan 50 persen.

"Kalau memang ada yang merasa keberatan atas kenaikan hingga 250 persen, akan saya tinjau ulang," kata Sudewo.

Teranyar, pada Jumat (8/8/2025), pendirian Sudewo akhirnya luluh. Dia membatalkan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen. Hal ini setelah dia berkaca dengan perkembangan situasi dan aspirasi masyarakat.

Dia menegaskan tarif PBB-P2 akan kembali seperti semula, sama dengan tahun 2024. “Bagi yang sudah terlanjur membayar, selisihnya akan dikembalikan oleh pemerintah, teknisnya akan diatur oleh BPKAD bersama kepala desa,” ujarnya saat konferensi pers di Pendopo Kabupaten Pati, Jumat (8/8/2025).

Dia berdalih pembatalan kenaikan dilakukan demi menciptakan situasi yang aman, kondusif, dan mendukung kelancaran perekonomian serta pembangunan daerah.

Namun, keputusan tersebut berdampak pada tertundanya beberapa rencana pembangunan yang telah masuk dalam perubahan anggaran 2025. “Beberapa pekerjaan infrastruktur jalan, permintaan dari kepala desa, hingga perbaikan plafon RSUD Suwondo yang rusak terpaksa ditunda. Termasuk rencana penataan alun-alun, yang semula akan dibuat lebih nyaman dan estetis, juga batal dikerjakan tahun ini,” ujar Sudewo.

Menariknya jika menilik ke belakang, Sudewo dan Wakil Bupati, Risma Ardhi Chandra, sempat menyinggung tidak akan menjadikan pajak dan retribusi sebagai poin utama mencari pendapatan daerah.

Hal ini disampaikan dalam Debat Pilkada Pati, November 2024 lalu. Sudewo kala itu mengatakan akan mencari “upaya dan skenario yang elegan,” dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.

Sebaiknya Ada Konsultasi dengan Publik

Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman, mengungkapkan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan dalam penetapan PBB. Kewenangan ini sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Menurutnya, penetapan kenaikan PBB sebanyak 250 persen sudah sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) hingga (8) Perbup Pati 17/2025. Sosok yang akrab disapa Arman itu menyebut kenaikan PBB tersebut disebabkan oleh kenaikan harga properti, dan berkembangnya pemanfaatan lahan serta wilayah di Kabupaten Pati. Kenaikan NJOP ini akan tercantum secara rinci dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan dilampirkan dalam dokumen resmi peraturan bupati.

Meski kenaikan PBB itu adalah legal, namun tetap bermasalah bila tidak dikonsultasikan kepada publik secara paripurna.

"Tapi kalau misalnya yang dimaksud dengan 250 persen itu adalah NJOP di lokasi tertentu, itu dimungkinkan, tetapi catatannya adalah penentuan 250 persennya itu mesti dikonsultasi ke publik," kata Herman saat dihubungi Tirto, Kamis (7/8/2025).

Kepala Derah Harus Kreatif dalam Menghimpun PAD

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, memahami kebijakan yang dilakukan oleh Sudewo untuk menaikkan PBB 250 persen di Pati. Dirinya memahami hal itu sebagai upaya mencari pendapatan asli daerah (PAD) sehingga Pemkab Pati tidak bergantung pada pemerintah pusat soal anggaran.

"Kami di Komisi II mendorong kepala daerah ini, agar mereka lebih kreatif, sekarang kan begini, dari hasil rapat dengan Kemendagri bahwa ada tiga kategori yang pertama itu dari 38 provinsi, hanya 11 provinsi yang kategori fiskalnya kuat," kata Bahtra saat dihubungi Tirto, Kamis.

Dia juga mengevaluasi kinerja Kemendagri dalam hal pembinaan pemerintah daerah. Bahtra berharap seluruh pemerintah daerah dapat bekerja secara mandiri tanpa harus bergantung kepada APBN.

"Kita terus mendorong kepada Mendagri, sebagai pembina kepala daerah, agar ke depan fiskal kita baik kabupaten maupun provinsi makin kuat, agar bisa menopang perekonomian nasional. Maksud saya, kita berharap agar pemerintah daerah tidak bergantung pada dana transfer, dana hibah terus mereka tidak mau kreatif," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah daerah dapat bergerak secara mandiri karena saat ini terdapat program nasional yang menunjang perekonomian daerah hingga level desa. Di antaranya adalah program makan bergizi gratis (MBG) hingga Koperasi Desa Merah Putih.

Meski demikian, Bahtra tetap menekankan bijaknya seorang kepala daerah dalam membuat kebijakan. Dia meminta Sudewo yang merupakan rekan separtainya untuk mengedepankan komunikasi dan menjaga emosi saat berbicara di depan publik.

Bahtra menegaskan kebijakan Sudewo yang diklaim sebagai niat baik untuk menambah pundi-pundi keuangan Pati, bahkan menjadi bumerang baginya.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN PBB 2025 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto