tirto.id - Sejumlah orangtua murid enggan melanjutkan pendidikan sang anak di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) sekaligus tempat pendidikan anak (daycare) di Wensen School Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Keputusan ini diambil setelah mencuat kasus pemilik Wensen School Indonesia, Meita Irianty, yang menganiaya anak berinisial M (2) beberapa waktu lalu.
Fadlan, bukan nama sebenarnya, selaku orangtua murid telah memutuskan untuk menarik anaknya yang bersekolah di Wensen School Indonesia. “Iya, memang sudah diputuskan kalau mau tarik saja anak saya di situ [Wensen School Indonesia]. Setop saja sekolahnya,” kata dia saat ditemui reporter Tirto di Depok, Kamis (1/8/2024).
Menurut dia, keputusan ini diambil agar anaknya tidak ikut menjadi korban kekerasan dari pihak lain di Wensen School Indonesia. Meski tak meyakini akan ada pelaku kekerasan lain, Fadlan menghindari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.
“Ya, bagaimana ya. Saya khawatir ada kejadian seperti itu lagi. Jadi langkah pencegahan aja [menarik sang anak]” kata dia.
Ia menambahkan, sang anak yang berusia 2,5 tahun baru dua pekan ke belakang bersekolah di Wensen School Indonesia. Selama dua pekan itu, anak Fadlan telah mengikuti 5-6 sesi pembelajaran.
Usai pertama kali mengikuti pembelajaran di sekolah itu, anak Fadlan sempat menangis. Fadlan kala itu tak ambil pusing. Sebab, ia merasa wajar ketika anak kecil menangis di lingkungan baru.
“Tapi, makin ke sini kayak ada feeling saja. Terus, saya bilang ke istri, kok anak nangis terus setiap mau masuk. Nah, benar, langsung ada pemberitaan itu [Meita menganiaya anak]” sebut dia.
Sementara itu, orangtua murid lain bernama Fahri, bukan nama sebenarnya, juga mengambil keputusan yang sama dengan Fadlan. “Karena kejadian ini, saya putuskan untuk itu. Iya [menarik sang anak dari Wensen School Indonesia]" tutur dia.
Fahri mengakui, anaknya baru bersekolah selama satu pekan di Wensen School Indonesia. Meski demikian, putranya yang berusia 5 tahun tidak menunjukkan perilaku ganjil selama bersekolah di sana.
Di satu sisi, ia mengakui pengajar di Wensen Shcool Indonesia merupakan orang-orang baik. Fahri pun tak menyangka bahwa Meita merupakan pelaku kekerasan terhadap anak.
"Saya enggak habis pikir saja ya. Guru-gurunya baik, tapi itunya [Meita] begitu,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Fahri mengaku telah membayar uang sekolah di Wensen School Indonesia. Ia bertanya-tanya apakah uang sekolah itu bisa diminta kembali usai mencuat kasus kekerasan tersebut.
“Nah karena ada kasus ini kan ya saya mau minta refund [uang sekolah]. Tapi, sampai sekarang masih belum ada informasi. Saya juga enggak terlalu fokus ke situ [minta uang refund], mau cari sekolah lain dulu buat anak saya," urainya.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Polres Metro Depok menangkap Meita Irianty terkait dugaan penganiayaan anak berinisial M. “Iya, benar,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam, Rabu (31/7/2024).
Terkait dengan penangkapan, kata Ade, masih belum dijelaskan rinci karena Meita masug menjalani pemeriksaan oleh penyidik.
“Dijelaskan Kapolres Depok ya,” ungkap Ade.
Penyidik Polres Metro Depok juga membeberkan bahwa orangtua anak berinisial M yang menjadi korban penganiayaan di daycare Wensen School tahu dari eks guru. Seorang berinisial A yang memilih keluar dari tenaga pengajar sekolah tersebut melapor kepada orang tua M.
Kapolres Metro Depok, Kombes Arya Perdana, menuturkan, berdasarkan informasi dari A kepada orangtua korban, M ditendang dan dipukul oleh Meita Irianty selaku pemilik sekolah.
“Tanggal 24 Juli itu dilaporkan salah satu staf yang ada di daycare, kebetulan beliau ini sudah resign, dan melaporkan kepada orangtua korban bahwa anaknya sempat dilakukan kekerasan oleh pemilik daycare,” tutur Arya di kantornya, Rabu (31/7/2024).
Menurut Arya, orang tua korban memang tidak menitipkan anaknya setiap hari di daycare itu. M hanya dititipkan saat orang tuanya merasa tidak sanggup mengurus anaknya karena repot.
Lebih lanjut, Arya menyampaikan, saat ini rekaman CCTV tengah dilakukan analisa oleh Laboratorium Forensik (Labfor).
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Abdul Aziz