Menuju konten utama

Pameran Memetri: Memelihara Asa di Tengah Ancaman Krisis Iklim

Pameran Memetri di Yogyakarta mengajak pengunjung untuk merenungkan pentingnya pemeliharaan lingkungan di tengah krisis iklim.

Pameran Memetri: Memelihara Asa di Tengah Ancaman Krisis Iklim
Ilustrasi Hutan Kota. foto/ iStock

tirto.id - Lelaki berusia 46 tahun itu merasakan betul panas yang menyengat Yogyakarta belakangan ini. Bukan cuma suhunya yang meningkat, tapi juga disertai kelembaban tinggi.

Kurniawan Adi Saputro atau yang biasa disapa Inong, nama pria itu, mengungkapkan keluhan warga yang ditemui dalam penelitiannya. “Pengalaman kolektif kami itu memang banyak orang merasakan panasnya lebih terik,” sebut Inong.

Inong sadar, faktor lingkungan berpengaruh terhadap tingginya suhu di perkotaan. “Aspal, dinding bangunan, semuanya tak bisa menyerap panas. Kami bayangkan kalau kayak gini ini, ruang hijau harus banyak dan bisa dibikin di mana-mana,” ucapnya.

Bermula dari situlah, Inong bersama beberapa rekannya berinisiatif untuk membentuk Komunitas Wana Nagara. Sejak tahun lalu, Inong dan kawan-kawan merintis pembuatan hutan kota seluas 200 meter di Pugeran, Yogyakarta.

“Menurut literatur, supaya hutannya itu nanti alami, bisa mempertahankan hidupnya sendiri, itu kan minimal butuh lahan 100 meter persegi. Artinya hidup tanpa dirawat dan menjadi ekosistem sendiri, ada serangga, ada burung, ada jamur, segala macam. Nah, kami bikin 200 meter persegi supaya nanti tahun ketiga itu hutan kotanya bisa hidup sendiri tanpa campur tangan manusia,” papar Inong.

Bagaimana pun juga, pohon berperan amat penting untuk meredam atau mengurangi suhu panas di permukaan bumi. “Selain menciptakan bayangan yang menurunkan suhu, pepohonan juga menutupi permukaan tanah sehingga area di bawahnya lebih teduh,” kata Inong.

“Tak hanya itu, pohon juga mengatur air, mencegah penguapan dan mempertahankan kelembaban tanah. Ini semua penting untuk pengendalian suhu,” tambahnya.

Linimasa Perubahan Iklim di Indonesia

Bukan tanpa alasan Inong dan kawan-kawan merasakan kegelisahan atas teriknya matahari yang menyengat dan kelembaban tinggi. Fenomena dan fakta perubahan iklim di Indonesia memang bisa bikin tercengang.

Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), rekor suhu tertinggi Indonesia terjadi sejak 1981 dengan puncak mencapai 37,7°C di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Bukan hanya panasnya mentari saja, fenomena kenaikan air laut pun bisa menjadi ancaman nyata. Diprediksi, setidaknya 115 pulau kecil terluar di Indonesia bakal tenggelam. Bahkan, di Pekalongan, Jawa Tengah, sudah terlihat dampaknya dengan hilangnya beberapa desa lantaran ditelan air laut.

Beberapa fakta mengejutkan terkait fenomena alam di tanah air ini bakal disajikan dalam linimasa perubahan iklim yang menjadi salah satu bagian dari Pameran Memetri, di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tanggal 8-19 Oktober 2024.

Diinisiasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama para seniman ARTJOG, pameran bertajuk “Memetri | Memelihara” ini mengajak pengunjung untuk merenungkan pentingnya praktik pemeliharaan lingkungan sebagai inti dari pembangunan berkelanjutan.

Kurator Pameran, Yoshi Fajar Kresno Murti, menjelaskan, istilah memetri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “memelihara, memuliakan, menghormati.”

“Tema memetri itu sangat penting karena sesungguhnya apa yang dikerjakan PUPR ini juga setelah ketangguhan infrastruktur kota yang baik dan mantap itu perlu perspektif memelihara,” beber Yoshi.

Komunitas di Balik Pameran

Pameran Memetri bakal menampilkan banyak bagian menarik. Salah satunya adalah andil dari 13 komunitas yang telah bergerak dalam isu ketahanan iklim dan lingkungan berkelanjutan. Salah satu di antaranya adalah Komunitas Wana Nagara yang dimotori oleh Inong dan kawan-kawan.

Beberapa komunitas yang terlibat akan mengadakan tur dengan mengajak peserta untuk mengenali pohon-pohon di sekitar UGM. Tak hanya itu, peta pohon pun bakal dibuat juga.

"Tur ini bisa diikuti oleh masyarakat pada 12 Oktober 2024. Peserta akan belajar tentang nama pohon, posisinya, serta sejarahnya. Mereka juga akan melakukan penanaman pohon di UGM," jelas Yoshi.

Pameran Memetri bukan hanya menjadi ruang refleksi, tetapi juga destinasi wisata edukasi bagi masyarakat, khususnya di Yogyakarta.

"Kami harap, masyarakat bisa datang untuk belajar cara-cara baru dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Pameran ini bisa menjadi destinasi wisata sekaligus ruang edukasi yang kuat di Yogyakarta," tutup Yoshi.

(INFO KINI)

Penulis: Tim Media Servis