tirto.id - Perempuan berambut pirang acap dilabeli beberapa stereotip. Mereka umumnya dinilai lebih atraktif, menawan, dan cenderung diinginkan oleh laki-laki dibanding perempuan dengan rambut berwarna lain. Namun, mereka juga sering dianggap bodoh, manipulatif, dan gampangan.
Dalam bukunya yang berjudul The Women's Companion to International Film, Annette Kuhn, salah seorang profesor sejarah sekaligus feminis asal Inggris, membagi stereotip perempuan berambut pirang di ranah sinema menjadi tiga varian.
- Ice-Cold Blonde: perempuan berambut pirang yang ahli menyembunyikan sosok aslinya di balik perangainya yang dingin. Contoh: Grace Kelly, Veronica Lake, Kim Novak. Istilah ini juga lekat dalam pemaknaan ‘Hitchcock Blonde’.
- Blonde Bombshell: perempuan berambut pirang dengan seksualitas yang eksplosif dan memiliki “harga” tertentu. Contoh: Brigitte Bardot, Lana Turner, Marilyn Monroe.
- Dumb Blonde: Secara natural bodoh dan mudah melakukan aktivitas seksual dengan sembarang orang. Contoh: Jayne Mansfield, Marion Davies, Alice White.
Dari Showbiz menjadi Aktivis
Ada dua cara untuk “mengenal” Pamela Anderson melalui mesin pencari.
Cara pertama: ketik nama ‘Pamela Anderson’. Cara kedua: ketik "Pamela Anderson activist". Jika Anda menempuh cara kedua, niscaya Anda akan tersadarkan: nama tersebut bukan sekadar sosok perempuan berambut pirang dengan pakaian minim.
Di balik kesohoran namanya di dunia showbiz, Pamela Anderson sesungguhnya memang seorang aktivis dalam definisinya yang paling baku—setidaknya dalam KBBI: orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya.
Ia bergabung bersama PETA (People for the Ethical Treatment of Animals) sejak 90an dan hingga kini terus aktif menyuarakan hak-hak perlindungan terhadap hewan.
Pada 2001, ia berkampanye melawan praktik kekejaman terhadap ayam yang dilakukan korporasi makanan cepat saji, Kentucky Fried Chicken. Tahun 2003, ia juga melakukan kampanye dengan PETA bertajuk "I Rather Go Naked Than Wear Fur" yang menentang penggunaan bulu binatang.
Pamela juga bergabung dengan kelompok pelestarian lingkungan, Sea Shepherd Conservation Society, untuk berkampanye melawan pembantaian paus. Pada Juli 2015, ia menulis surat terbuka kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, agar mencegah berangkatnya kapal Winter Bay yang membawa lebih dari 1.700 ton daging paus fin ke Jepang.
Bulan lalu, Oktober 2018, Pamela Anderson bergabung bersama para aktivis hak binatang di Paris untuk mengampanyekan gerakan “Compassion in World Farming”. Ia bahkan turut berpose di dalam kandang hewan sebagai bentuk protesnya terhadap pengekangan hewan di peternakan di Eropa, sekaligus demi mendapatkan sejuta tanda tangan di tujuh negara Uni Eropa agar praktik tersebut bisa segera berakhir.
Pamela memang acap melakukan kampanye dengan cara-cara yang mengundang kontroversi. Pada 2010, kampanyenya bersama PETA yang menyerukan pola hidup vegetarian, dilarang di Montreal, Kanada, karena dianggap kelewat syur. Dalam kampanye bertajuk "All Animals Have the Same Parts” tersebut, Pamela tampil berbalut bikini tipis dan di beberapa bagian badannya dituliskan nama-nama anggota tubuh.
Meski kerap menyuarakan isu lingkungan, aktivisme Pamela juga mencakup pokok lain. Pada Maret 2005, Pamela menjadi juru bicara MAC AIDS Fund dari MAC Cosmetics, yang membantu para penderita AIDS dan HIV. Tahun 2009, ia menyurati Barack Obama agar melegalisasi penggunaan ganja.
Beberapa hari lalu, Pamela juga ikut urun pendapat mengenai demonstrasi Gilets Jaunes di Perancis yang sudah berlangsung kurang lebih tiga pekan ini, melalui sebuah tulisan yang dilansir di blognya, berjudul: "Yellow Vests and I"a. Dan Pamela tidak menulis dengan ragu, ia jelas menunjukkan keberpihakannya dalam demonstrasi ini.
"Saya membenci kekerasan, tapi apa, sih, kekerasan yang dilakukan orang-orang ini, apakah mobil mewah yang terbakar sebanding dengan kekerasan struktural para elit Prancis dan global? Alih-alih terhipnotis oleh aneka rupa kekerasan, kita harus bertanya dari mana ini berasal," ujarnya.
Dan jawabannya adalah berasal dari kesenjangan antara elit perkotaan dan kaum miskin pedesaan, antara wajah politik yang diwakili oleh Macron dan 99 persen dari mereka yang menderita ketidaksetaraan—tidak hanya di Perancis tetapi di seluruh dunia."
Berbagai Kemuakan atas Masa Silam
Pamela Anderson lahir dalam keluarga dengan ekonomi seadanya dan memiliki orangtua berantakan. Ayahnya seorang alkoholik, ibunya bekerja menjadi pelayan restoran. Mereka tinggal di Vancouver Island, sebuah kota kecil di Kanada.
Sepanjang usia 6 hingga 10 tahun, Pamela mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh perempuannya. Suatu hari ketika ia berusia 12 tahun, Pamela berkunjung ke rumah sahabatnya. Di sana ia diperkosa oleh seorang pacar dari kakak sahabatnya tersebut yang usianya 25 tahun. Ketika ia kelas tiga SMP, pacar pertamanya pernah berkelakar akan memperkosa Pamela bersama enam orang temannya karena ia berpikir itu sesuatu yang lucu.
Sederet kejadian keparat tersebut tak sekadar membuat Pamela mengalami trauma luar biasa. Pada satu titik, itu meruntuhkan seluruh kemampuannya untuk percaya terhadap manusia. Itulah kenapa kemudian Pamela lebih memilih hewan sebagai makhluk terdekatnya dan hingga sekarang masih terus gigih memperjuangkan hak-hak hewan.
Pamela menceritakan seluruh kejadian ini saat memberikan pidato sambutan dalam peluncuran yayasannya, Pamela Anderson Foundation, di acara Cannes Film Festival, 16 Mei 2014 lalu.
“Pacar pertama saya di kelas sembilan mengatakan bahwa sepertinya lucu jika ia memperkosa saya dengan enam temannya. Tak perlu dikatakan lagi jika saya memiliki kesulitan yang amat sangat untuk mempercayai manusia dan yang saya inginkan hanyalah pergi dari dunia ini.”
"Kedekatan saya dengan hewan menyelamatkan saya, mereka datang kepada saya secara alami. Pohon-pohon berbicara kepada saya. Saya tidak yakin mengapa saya [masih] hidup, pertanyaan ini terus menguar, seperti pencarian. Saya bersumpah untuk melindungi para hewan selamanya."
Dengan berbagai kemuakan yang ia dapati dari masa silam, maka perlukah diherankan jika di usianya yang telah mencapai 51 tahun ini, Pamela Anderson tetap aktif terlibat dalam dunia aktivis, memperjuangkan hak hewan, mengecam kesenjangan sosial, dan tak letih bertungkus lumus menyuarakan kesetaraan gender?
Editor: Maulida Sri Handayani