tirto.id - Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Minggu (24/12/2017) memperingatkan mengenai dampak yang mungkin muncul akibat rencana "Greater Jerusalem" Israel, yang berusaha menghubungkan secara geografis semua permukiman dan memutus semua persinggungan Tepi Barat-Sungai Jordan.
Salah satu dampak dari program tersebut adalah pembangunan 300.000 unit permukiman baru di Yerusalem Timur. Rencana ini menuai kecaman dan dihubungkan dengan akar permasalahan yang timbul pada awal Desember lalu, yaitu pengklaiman Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Trump pada Rabu, 6 Desember, juga memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS ke kota yang menjadi sengketa tersebut. Pemindahan ini diklaim sudah sesuai dengan hasil Kongres AS tahun 1995.
Israel telah mengklaim seluruh Kota Yerusalem sebagai "ibu kotanya yang abadi, sementara rakyat Palestina ingin Yerusalem Timur, yang diduduki oleh Israel sejak Perang 1967, sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa rencana Israel adalah bagian dari proyek kolonial dan perluasan Israel yang diterapkan oleh pemerintah Israel yang didorong oleh tindakan paling akhir Trump.
Kementerian itu menganggap Trump sepenuhnya bertanggung-jawab atas setiap tindakan baru yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina, tanah mereka dan semua tempat suci.
Sementara itu, partai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Fatah, pada Minggu mengatakan Dewan Sentral Fatah akan mempertimbangkan "kajian menyeluruh mengenai proses perdamaian Palestina-Israel" dalam pertemuan mendatang, demikian laporan Xinhua yang dilansir Antara di Jakarta, Senin (25/12/2017) pagi.
Azzam Al-Ahmad, seorang anggota Komite Eksekutif Fatah, mengatakan kepada Voice of Palestina bahwa dewan pimpinan Palestina akan mengkaji hubungannya dengan Israel, akibat kegagalan Israel untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional.
Ia menambahkan Palestina akan melancarkan upaya diplomatik lebih lanjut di Sidang Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB bahwa di Mahkamah Pidana Internasional, sebagai reaksi terhadap tindakan AS mengenai Yerusalem.
Dalam penolakan besar terhadap AS, Sidang Majelis Umum PBB dengan suara berlimpah pada Kamis (21/12) menolak tindakan AS baru-baru ini mengenai Yerusalem, dan menuntut semua negara anggota mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Yerusalem.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan