Menuju konten utama

Orang-Orang di Balik Subtitel Film

Kisah para penerjemah film.

Orang-Orang di Balik Subtitel Film
Ilustrasi. FOTO/hdimagelib.com

tirto.id - Laju film hampir menuju pamungkas. Singkat cerita, Alice, si pahlawan perempuan, berhasil melepaskan T-Virus ke udara dan membunuh zombie-zombie yang telah mewabah di seluruh dunia. Tepat di adegan terakhir, saat Alice menunggangi Ducati meninggalkan kawasan perkotaan yang penuh jasad zombie, sebaris kalimat berabjad warna-warni muncul di layar.

“Lebah Ganteng.”

Siapa yang tak kenal inisial nama ini. Penggemar film unduhan pasti kenal nama-nama pembuat subtitel seperti Lebah Ganteng, Pein Akatsuki, Xtalplanet, Rizal Adam, dll. Merekalah subber, orang-orang di balik sajian subtitel yang seringkali kita unduh sebagai pelengkap nonton film.

Tanpa jasa mereka, mungkin para penonton film unduhan hanya bisa menonton beragam film luar dengan bahasa kalbu. Meraba dan menerka.

Lebah Ganteng sebagai salah satu subber andalan para penikmat film, bercerita beragam pengalamannya dalam membuat subtitel kepada Tirto. Pria yang aktif menggunakan akun instagram @dokter_ngesot ini mulai menekuni dunia subber sejak tujuh tahun lalu. Mulanya iseng semata.

“Awalnya karena cari terjemahan untuk salah satu serial TV enggak nemu. Ya sudah, saya terjemahkan sendiri.”

Hingga kini, sosok di balik Lebah Ganteng sudah menerjemahkan sekitar 500-an judul film. Walau terdengar massif, ia mengaku membuat subtitel hanya dilakoni sebagai hobi semata, bukan sebagai pekerjaan sampingan, apalagi utama.

Prosesnya dalam menerjemahkan dirunut mulai dari menonton film dari awal hingga akhir, lalu menuliskan terjemahan file SRT di notepad. Kebiasaan menerjemahkan secara manual ini juga masih dilakukan hingga sekarang. Tak ada spesifikasi jenis film tertentu sebagai prasyarat terjemahan. Semua genre film, baik barat, india, korea, anime, maupun animasi diterjemahkannya.

“Namanya hobi, asal suka, ya diterjemahkan.”

Walau terkenal akan terjemahan yang enak dibaca dan dimengerti, si Lebah mengaku tak memiliki latar belakang pendidikan tertentu untuk bisa menguasai bahasa Inggris dan idiom-idiomnya. Ia belajar secara otodidak, hingga akhirnya terbiasa, meski menurutnya ia masih kerap menemui kendala dalam mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia.

Infografik Pembuat Subtitle

Tidak Dibayar

Terkenal di kalangan penikmat film sudah barang tentu menimbulkan anggapan bahwa menjadi subber mendatangkan banyak pundi uang. Memang, beberapa subber pada akhirnya membuat website sendiri dan memasang iklan di sana sebagai pemasukan tambahan.

Namun, dalam proses menerjemahkan, murni tidak menghasilkan uang. Kecuali, jika penikmat film meminta judul subtitle tertentu pada subber, maka subber biasanya akan memasang imbalan tertentu untuk menerjemahkan. Misal saja yang dilakukan oleh Pein Akatsuki yang mematok Rp 200 ribu per subtitle.

Namun, nyatanya, kebanyakan subber malah menerjemahkan hanya didasarkan hobi semata, tanpa mengeruk untung.

“Bukan diunggah terus dapet duit. Saya murni berbagi,” kata si Lebah.

Tak beda dengan Lebah Ganteng, Xtalplanet, subber yang mulai menekuni dunia ini sejak 2006 ini juga melakoni penggarapan subtitel sebagai hobi semata. Awalnya, pria bernama asli Romadhani ini mulai menggarap terjemahan film adaptasi manga dari Youtube, seperti serial Detektif Kindaichi.

Kala itu, anime selalu muncul dalam teks Inggris dan amat jarang tersedia subtitel Indonesia. Kalaupun ada, biasanya hasil dari terjemahan mesin. Melihat minimnya subtitel bahasa Indonesia, Dhani kemudian mencoba menerjemahkan untuk konsumsi terbatas.

“Saat itu penerimaan positif, lalu saya mulai upload hingga sekarang,” kata Dhani kepada wartawan Tirto.

Sama seperti Lebah Ganteng, ia juga melakukan penerjemahan secara manual, yakni mencari subtitel bahasa Inggris, lalu diterjemahkan teks per teks ke bahasa Indonesia. Sebelumnya, ia melihat terlebih dulu subtitel yang tersedia di subscene. Film yang belum tersedia subtitelnya atau masih dirasa jelek terjemahannya akan dipilih untuk ia terjemahkan.

Dalam melakukan acuan waktu, ia juga sering menggunakan subtitel selain bahasa Inggris, misalnya bahasa Arab atau Prancis. Namun, jika tidak ada timing stamp, Dhani akan membuatnya sendiri.

Hingga kini, Dhani sudah menerjemahkan sekitar 140-an judul film dari berbagai genre dan tahun pembuatan, bahkan film-film jadul di tahun 60-an. Semuanya diberikan secara cuma-cuma dengan alasan hobi semata.

“Spirit of open source,” begitu yang dikatakannya. Bahkan ia mengaku banyak teman sesama subber yang melakukan kerja lebih keras demi sebuah pengakuan atas nama “kredit” atau pengakuan. Dhani cukup puas ketika subtitel buatannya dikonsumsi orang-orang terdekat tanpa disadari.

“Tidak ada iklan, semua free, ini hobi saja. Kalau sudah hobi jangankan cuma tenaga, waktu, uang sendiri keluar juga tidak masalah. Selama ada yang menghargainya.”

Sayangnya, kerja keras Dhani tak melulu dihargai. Seringkali ia menemukan subtitel buatannya diubah, dihilangkan kreditnya, lalu diupload kembali atas nama orang lain.

“Pernah, banyak, dan itu menghilangkan mood saya!”

Baca juga artikel terkait INDUSTRI FILM atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Film
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani