Menuju konten utama

Operasi Selaput Dara Laris karena Obsesi atas Keperawanan

Kemajuan teknologi menyediakan opsi operasi selaput dara bagi perempuan yang menjadi perawan lagi.

Operasi Selaput Dara Laris karena Obsesi atas Keperawanan
Ilustrasi dokter melakukan pembedahan pasien di ruang operasi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tunisia boleh jadi negara Afrika yang paling maju untuk urusan memperjuangkan hak-hak perempuan. Sayang, kultur mengagung-agungkan keperawanan sebagai tanda kehormatan seorang perempuan masih dijaga betul oleh masyarakatnya.

Yasmine (28), bukan nama sebenarnya, mengungkapkan kekhawatirannya akan hal ini sebab pertama, perempuan asal Tunisia ini sudah tak perawan. Sebab kedua, ia akan melangsungkan pernikahan tapi terganjal oleh kabar bahwa seorang perempuan muda lain diceraikan suaminya sesaat usai mengucap janji sehidup-semati hanya gara-gara si perempuan itu dicurigai sudah tidak perawan.

Yasmine menjalani masa kecilnya di luar negeri hingga usia dewasa. Plus, keluarganya menganut gaya hidup yang cukup bebas. Ia memiliki masa lalu yang “kelam” untuk ukuran orang-orang Tunisia, sebab ia pernah berhubungan seks dengan seorang pria. Ia takut ditinggal tunangannya. Takut rumah tangga yang dimimpikannya bubar hanya karena perkara selaput dara.

Sebagaimana dinarasikan oleh BBC News, pada pertengahan Juni ini Yasmine memutuskan untuk pergi ke sebuah klinik swasta di Kota Tunis yang khusus untuk menangani ginekologi. Keputusannya sudah mantap, ia akan menjalani Hymenorrhaphy: operasi rekonstruksi selaput dara agar perempuan yang telah melakukan hubungan seksual bisa seperti perawan kembali.

Hymenorrhaphy berasal dari bahasa Yunani “hymen” yang berarti selaput dan “raphe” yang berarti jahitan. Jika diartikan secara harafiah prosedur ini berarti dalam rangka “menjahit selaput. Dunia kedokteran kadang memakai sebutan lain, dua di antaranya yakni hymenoplasty atau hymenotomy.

Pada umumnya hymenorrhaphy tidak dianggap sebagai bagian dari ginekologi arus utama, kecuali di negara dengan tingkat operasi plastik tinggi seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Eropa Barat. Namun, operasi plastik kini sudah makin jamak dilakukan di negara-negara berkembang. Anggapan tersebut bisa segera runtuh. Mengikuti prinsip ekonomi dasar, semakin banyak permintaan operasi, akan semakin banyak klinik (swasta) yang muncul.

Keperawanan, dalam pengetahuan paling awam dan terutama yang berkembang di budaya masyarakat ketimuran, dicirikan dengan munculnya darah akibat robeknya selaput dara. Pandangan ini bukan rumus pasti, sebab dalam banyak kasus, darah tak mesti muncul. Namun pandangan tradisional tersebutlah yang normalnya melandasi kenapa hymenorrhaphy dilakukan oleh para pasien.

Harga operasi selaput dara memang beragam, tapi pada umumnya tak murah. Yasmine mesti membayar sekitar $400 atau Rp5,3 juta. Uang yang tergolong besar ini tak bisa didapatkan Yasmine kecuali dia harus menabung sebelumnya. Prosedurnya kira-kira berlangsung selama setengah jam, dan tentu saja ia rahasiakan dari keluarga tunangannya, bahkan juga dari keluarganya sendiri.

Dokter Rachid, salah satu ahli hymenorrhaphy di klinik tempat Yasmine melaksanakan operasi, berkata bahwa 90 persen pasiennya adalah para perempuan yang dilanda ketakutan yang sama dengan yang dirasakan Yasmine. Juga takut membuat aib yang nanti mempermalukan keluarga. Biasanya, Rachid mengoperasi dua pasien per pekan.

Berbeda dengan pandangan masyarakat Tunisia lain, Rachid tak mengagung-agungkan konsep keperawanan. Di kalangan dokter spesialis ginekologi, bisa memperbaiki selaput dara juga bukan sesuatu yang luar biasa, katanya. Bahkan ada beberapa koleganya yang menolak untuk melakukannya. Kultur memuja keperawanan ini mengganggunya sebab dinilai sebagai perwujudan dari masyarakat patriarkis yang dibungkus dengan prinsip-prinsip agama.

Dalam laporan Times of India awal Januari 2017, tren menjahit selaput dara juga makin populer di India, demikian pendapat Dr Bhavani Prasad, dokter bedah plastik di Sunshine Hospitals. Bhavani mengaku telah menjalani kurang lebih 50 operasi per tahun, hanya dalam dua hingga tiga tahun terakhir.

“Di dalam masyarakat kita [India], banyak perempuan yang merasa perlu untuk merekonstruksi selaput daranya sebagai langkah awal dari sebuah pernikahan. Mereka merasa meski pasangannya memiliki gaya hidup yang sangat modern sekalipun, si laki-laki tetap ingin sang istri memiliki status perawan,” jelasnya.

Prosedurnya antara lain menciptakan selaput baru kurang lebih satu inci di dalam vagina dengan menggunakan sebagian dari lapisan dalam vagina. Bekas operasi akan sembuh dalam waktu singkat dan tak meninggalkan luka. Si pasien diminta tak beraktivitas berat hingga pernikahan tiba, dan disarankan untuk menjalani operasi dalam beberapa minggu sebelum ke pelaminan.

Obsesi masyarakat konservatif akan keperawanan kadang membuat dilema sebab hilangnya keperawanan kadang bukan karena hubungan sosial, namun bisa terjadi karena kecelakaan saat beraktivitas, atau faktor tak sengaja lainnya. Kekuatan selaput dara itu sendiri sangat beragam. Ada yang sangat lemah sehingga bisa robek dengan mudah akibat aktivitas non-seksual. Namun, ada juga yang tebal dan kuat sehingga tetap bertahan meski telah seseorang telah berhubungan seks.

Infografik Perawan Lagi Rapat kembali

Di Timur Tengah, obsesi ini tumbuh subur di berbagai negara, terutama Iran. Ayatullah Agung Sadeq Rouhani (Qom) bahkan dikabarkan telah mengeluarkan fatwa yang mengizinkan hymenorrhaphy demi keharmonisan pasangan muda. Dalam laporan The Guardian, aturan ini membuat sang laki-laki tak bisa mengklaim perceraian dengan alasan bahwa ia telah ditipu tentang keperawanan istri barunya.

Praktik pengembalian keperawanan dilaporkan telah terjadi sejak lama di Negeri Para Mullah. Pada 1865 seorang dokter Yahudi asal Austria bernama Jacob Polak, yang bekerja untuk pengadilan tinggi di Iran, melaporkan bahwa ada beberapa calon pengantin yang melaksanakan hymenorrhaphy asal-asalan demi mendapatkan uang mas kawin yang lebih besar dari keluarga besan.

Satu abad kemudian, lebih tepatnya di era 1970-an, antropolog Janet Bauer melaporkan bahwa operasi perbaikan selaput dara menjadi “salah satu prosedur yang paling banyak dicari” oleh masyarakat kelas menengah Kota Teheran. Atas operasi yang kian hari kian aman, perempuan Iran yang pernah berhubungan seks bisa berharap agar suatu hari bisa menikah dalam keadaan seperti perawan.

Praktik ini menandakan bahwa meski ada secercah kebebasan yang dinikmati perempuan Iran, saat menuju jenjang pernikahan, mau tak mau mereka mesti bersikap agak konservatif juga. Isu ini telah jadi perbincangan hangat di kalangan feminis Iran. Sikap mereka mendua. Ada yang mencibirnya atas dasar patriarki, tapi ada juga yang menganggap teknologi pada akhirnya akan membuat keperawanan asli atau palsu tak ada bedanya, sehingga perkara ini akan pudar dengan sendirinya.

Di tingkat yang paling ekstrem, perempuan bisa sangat tersiksa dengan obsesi atas keperawanan. Pada Mei 2015 silam PBB merilis laporan yang mengerikan: perempuan Yazidi dipaksa untuk menjalani operasi perapatan selaput dara hingga 20 kali oleh militan ISIS. Cerita mengerikan ini didapat oleh utusan khusus PBB untuk urusan kekerasan seksual dalam konflik, Zainab Bangura, saat mewawancarai sejumlah perempuan Yazidi yang menjadi mantan budak seks anggota ISIS.

Zainab, dalam laporannya untuk PBB, menyampaikan kembali testimoni dari seorang dokter yang bekerja di daerah tempat ISIS menawan perempuan-perempuan Yazidi. Dokter tersebut dipaksa untuk melakukan prosedur pembedahan melalui anestesi lokal untuk membuat para budak seks perawan kembali, berkali-kali. Lebih jahatnya lagi, benang yang dipakai untuk menjahit bukanlah benang yang dapat larut sebagaimana yang biasa dipakai dalam prosedur normalnya.

ISIS juga memperlakukan budak seksnya dengan cara lain yang sewenang-wenang, demikian kata Zainab. Ada yang ditelanjangi saat dijual di “pasar budak”, dinikahi paksa untuk diperlakukan secara brutal dan tak normal di ranjang. Ada juga milisi ISIS yang menculik gadis di bawah umur, dilecehkan, dan pulang-pulang ke rumahnya sudah dalam kondisi hamil. Sebuah praktik yang kata Zainab bersifat sistematik.

“ISIS telah melembagakan kekerasan seksual dan kebrutalan terhadap perempuan sebagai salah satu pokok dalam ideologi dan modus operandi mereka, menggunakannya sebagai taktik terorisme demi pemenuhan tujuan obyektifnya,” kata Zainab, sebagaimana dikutip oleh The Independent.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani