tirto.id - Sejumlah artis K-Pop sudah tak asing dengan Eropa dan Amerika. Mayoritas grup bernama besar pernah mentas di luar Asia. Tahun lalu, Apink, Infinite, EXO, Shinee, Girls Generation, BTS, Twice, Big Bang, merupakan nama besar yang manggung di Negeri Paman Sam.
Selain Amerika, pasar Eropa juga disasar. Salah satu rangkaian konser luar negeri terbesar, KCON, yang biasanya digelar di Jepang dan Amerika Serikat, 2016 lalu dihelat di Paris, Prancis. Malah, pada 2017 ini, KCON rencananya akan digelar pula di Meksiko.
Jeff Benjamin, kolumnis Billboard K-Town, pada 2014 lalu menulis di Fuse, “Dalam tiga tahun, KCON telah menjadi ibadah tahunan bagi penggemar K-Pop di Amerika. Festival ini bukan cuma menghadirkan penampilan superstar (seperti Girls Generation, G-Dragon, IU, CNBLUE, Teen Top, SPICA, dan lainnya!) tapi juga menawarkan banyak tempat diskusi dan workshop yang menjamin semua penggemar seperti merasakan surga.”
Pelebaran ini tentu menghadirkan konsekuensi. Salah satunya adalah soal standar kecantikan. Masyarakat barat atau ras Kaukasia menjadi standar ideal. Kulitnya putih, tubuhnya jangkung. Matanya belo, hidungnya mancung.
Untuk mencapai standar tadi, mau tak mau diperlukan “perbaikan”. Cara yang paling umum biasanya lewat medium pisau bedah. Atau kalau terlalu ngeri bisa dengan menyuntikkan berbagai cairan, seperti silikon atau botox, ke dalam tubuh.
Meski masyarakat Korea Selatan dianggap terobsesi dengan operasi plastik, tapi umumnya mereka tak ingin seperti artis-artis Kaukasia. “Amat jarang mendengar perempuan di Korea Selatan menginginkan dirinya seperti artis barat dengan mengimitasi langsung ras Kaukasia,” tulis Maher Ahmad, kolumnis Jezebel.
Menurut Ahmad, perempuan di Korea Selatan menginginkan dirinya seperti artis Korea Selatan yang disukai. Anak-anak sekolahan ingin punya wajah seperti anggota Girls Generation ketimbang Jennifer Anniston, misalnya.
“Dr. Youn, anakku amatlah jelek,” kenang Dr. Anthony Youn menirukan ucapan seorang ibu yang mengantarkan anak perempuannya ke tempat praktiknya di Detroit, Amerika Serikat. “Anda mesti memperbaiki hidungnya yang jelek, membuka matanya, dan memberinya dua lipatan di kelopak mata.”
Dr. Anthony Youn adalah dokter spesialis bedah plastik Korea. Dalam tulisannya di CNN, Dr. Youn mengutip riset Trend Monitor pada 2009 bahwa satu dari lima perempuan berusia 19 hingga 49 tahun di Korea Selatan pernah melakukan operasi plastik. Di Amerika sendiri perbandingannya adalah 1:20.
CNN pada 2012 lalu menjuluki Seoul sebagai ibu kotanya operasi plastik. Salah satu faktornya adalah dorongan dari orang tua sang anak. “Mereka bahkan menunjuk wajah anak mereka sebagai bayangan di mana operasi plastik mesti dilakukan agar penampilan sang anak lebih baik,” tulis Dr. Youn.
Simak wawancara Tirto.ID dengan dr. Wiwiet Andhika, pemilik Angel Clinic: Pasien yang Berniat Operasi Plastik Harus Tahu Risikonya.
Menuju Korea
Berdasarkan data ISAPS, terdapat kenaikan cukup signifikan dalam praktik “perbaikan” di Korea Selatan. Pada 2010 terdapat 531,425 kali. Angka ini meningkat tiga kali lipat pada 2015 lalu menjadi 1,156,234 kali “perbaikan”.
Ada sejumlah faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan ini. Pengaruh dari kehadiran idola hallyu menjadi yang utama. Mereka punya penampilan yang nyaris sempurna. Peningkatan operasi plastik tak lepas pengaruh para idola K-Pop yang terlihat begitu sempurna. Tidak jarang beredar foto-foto masa lalu mereka yang ternyata jauh berbeda dengan saat ini.
“Artis K-Pop dan selebriti telah memengaruhi generasi yang lebih muda (untuk melakukan bedah plastik,” kata Dr . Rhee Se Wan kepada AAP. “Contohnya, kalau Anda melihat before and after artis K-Pop, Anda akan melihat kalau mereka menjadi lebih cantik. Saat orang melihat perubahan ini, mereka juga sama-sama ingin cantik, mereka ingin terlihat sebaik artis-artis itu.”
Violet Kim dalam tulisannya di CNN menceritakan pengalaman bertandang ke JK Plastic Surgery Clinic, salah satu tempat bedah plastik di daerah Gangnam. Sekitar 40-50 persen pasien dari klinik tersebut adalah orang asing, yang 70 persen di antaranya warga China.
Di Korea Selatan pun biasanya hotel-hotel tidak cuma dilengkapi dengan spa, tapi juga perawatan tubuh dan kulit yang mencakup operasi plastik. Sebaliknya, klinik operasi plastik pun memberikan pelayanan yang sama dengan memberikan layanan antar dari stasiun ke klinik, serta lokasinya dekat dengan hotel.
“Pasien bisa melakukan operasi kelopak mata di klinik dan langsung naik ke kamar mereka untuk beristirahat, tanpa harus bertualang di jalanan karena dirinya terlihat seperti pecundang yang kalah berkelahi di bar,” tulis Violet.
Selain itu, harga yang ditawarkan di klinik bedah di Korea biasanya lebih murah ketimbang servis serupa di Amerika Serikat. Ini yang membuat sejak 2009, saat Kementerian Kesehatan Korea Selatan membolehkan klinik menerima pasien asing, praktik operasi plastik pun meningkat.
Simak laporan Tirto.ID yang lain: Bagaimana Korea Selatan Menangguk Laba dari Bisnis Operasi Plastik?
Pertanyaan Etik Bedah Plastik
“Mereka sembuh, tentu saja, tapi mereka juga menderita,” tulis Dodai Stewart kolumnis Jezebel.
Ya, inilah yang jarang disorot dari operasi plastik: menyakitkan secara jasmani dan rohani. Sisi buruk operasi plastik ini jarang diutarakan. Fotografer asal Korea Selatan yang tinggal di New York, Ji Yeo, mengabadikan momen 10-an perempuan yang baru dioperasi. Betapa sakitnya untuk menjadi cantik.
“Ini adalah budaya di mana pria dinilai dari kondisi keuangannya sementara perempuan berdasarkan kecantikannya,” kata Ji Yeo.
Pada masyarakat Barat, mereka biasanya melakukan operasi pada bagian tubuh, sementara di Korea umumnya pada bagian wajah. Hal ini diperkuat lewat riset ISAPS pada 2016.
Berdasarkan data tersebut sebanyak 38 persen pasien bedah plastik di Amerika Serikat melakukan perbaikan pada payudara mereka. Di Korea Selatan, bedah plastik untuk tujuan yang sama hanya 16 persen, sementara untuk bedah di bagian wajah dan kepala mencapai 68,9 persen.
“Saat keseksian menjadi titik berat di Amerika, di Korea, gagasan akan kewanitaan dan kepolosan seperti anak-anak-lah yang paling unggul,” jelas Ji Yeo.
Tentang obsesi menjadi cantik di Korea Selatan, baca juga: Agar Cantik Bak Bintang Korea.
Melakukan bedah plastik sekilas memang tak ada ruginya, baik bagi pasien maupun industri. Pasien mendapatkan penampilan yang diinginkannya, sementara industri mendapatkan bayaran yang setimpal.
Hal ini yang juga dirasakan oleh Dr. Anthony Youn. Awalnya, sebagai dokter bedah yang masih muda, ia tak memikirkan apapun saat “memperbaiki” wajah pasiennya. “Sebagai dokter bedah yang masih muda, aku tak punya rasa cemas saat melakukan operasi kelopak mata, misalnya. Soal etik apakah itu salah atau benar tak pernah terlintas di benakku,” tulis Dr. Youn.
Tidak ada benar dan salah dalam hal ini. Namun, keahlian bedah plastik seperti yang dimiliki Dr. Youn justru menjadi problem baru di masyarakat. Bedah plastik akan semakin menguatkan argumen Ji Yeo bahwa masyarakat Korea Selatan menilai seseorang hanya dari penampilannya. Dan apakah itu baik bagi masyarakat?
Yang jelas, bedah plastik akan membuat seseorang menjadi berbeda. Dan satu hal yang paling sulit dalam bedah plastik adalah mengembalikan dirinya seperti semula.
Penulis: Frasetya Vady Aditya
Editor: Zen RS