tirto.id - Jika ada senyawa yang paling sering disalahpahami, nikotin mungkin salah satunya.
Nikotin adalah senyawa kimia yang diproduksi secara alami oleh keluarga tanaman Solanaceae alias suku terung-terungan. Contohnya meliputi tembakau dan pituri (Dubosia hopwoodii), semak asal Australia yang digunakan masyarakat Aborigin dengan cara dikunyah bersama sirih atau dibakar daunnya untuk efek anestetik.
Ketertarikan terhadap nikotin sudah ada sejak abad ke-16, ketika daun tembakau dari Benua Amerika mulai populer di Eropa. Pada 1828, ahli kimia Jerman Wilhelm Heinrich Posselt dan Karl Ludwig Reimann berhasil mengisolasi nikotin dari tembakau untuk pertama kalinya.
Lebih dari Sekadar Produk Tembakau
Industri produk tembakau memiliki nilai pasar mencapai USD1.143 miliar pada 2024, sehingga tak heran jika nikotin identik dengan tembakau. Ini tentu tak salah, tapi juga perlu ada penjelasan tambahan bahwa nikotin pada dasarnya adalah senyawa alamiah yang tumbuh di banyak tumbuhan.
Selain tembakau dan pituri, nikotin juga ada di tanaman yang akrab dengan kultur pangan kita; kentang, tomat, hingga terong.
Kadar nikotin pada sayuran ini tidak berbahaya, dan tubuh manusia mampu memetabolismenya dengan baik. Fakta keberadaan nikotin di alam seharusnya membuat kita melihatnya secara lebih objektif, bukan hanya dari kacamata risiko kesehatan akibat konsumsi produk tembakau.
Apa Kata Penelitian?
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam dosis rendah dapat memberikan efek positif pada fungsi otak. Studi yang dilakukan oleh Alhowail (2021) menemukan bahwa nikotin dapat meningkatkan fokus, daya ingat, dan mengembalikan fungsi kognitif.
“Meski nikotin mirip dengan senyawa psikoaktif lain yang bisa membuat ketergantungan, nikotin juga punya efek tertentu yang baik untuk kesehatan, termasuk meningkatkan fungsi kognitif di individu yang sehat, serta mengembalikan fungsi ingatan di pasien yang mengidap beberapa penyakit seperti alzheimer, parkinson, dan hipotiroidisme,” tulis Alhowail.

Risiko Tetap Ada
Meski memiliki potensi manfaat, nikotin tetap menjadi bagian dari produk tembakau yang menimbulkan kecanduan. Namun, nikotin bukan penyebab utama penyakit berbahaya.
Akan tetapi, lembaga seperti The International Agency for Research on Cancer (IARC) yang merupakan bagian dari World Health Organization (WHO) bahkan tidak memasukkan nikotin sebagai zat karsinogen –zat yang dianggap memicu kanker.
FDA juga menegaskan bahwa senyawa berbahaya pada rokok berasal dari zat kimia lain dalam tembakau dan asapnya, bukan dari nikotin itu sendiri.
“Campuran zat kimia beracun inilah—bukan nikotin—yang menyebabkan dampak kesehatan serius atas penggunaan produk tembakau,” tulis FDA.
Inovasi untuk Mengurangi Risiko
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep tobacco harm reduction semakin populer. Produk seperti rokok elektrik, tembakau yang dipanaskan, kantung nikotin, hingga plester nikotin dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran, sehingga mengurangi paparan zat berbahaya.
Kampanye edukasi juga dilakukan untuk memperkenalkan nikotin sebagai senyawa alamiah yang memiliki manfaat tertentu, meski tetap harus digunakan secara bijak.
Nikotin memang zat adiktif, tapi ia juga bagian dari alam yang bisa ditemukan di tanaman pangan kita sehari-hari. Penelitian menunjukkan bahwa dalam dosis tepat, nikotin berpotensi bermanfaat bagi fungsi otak. Namun, produk nikotin di pasaran tidak sepenuhnya bebas risiko dan harus digunakan sesuai peruntukan—hanya untuk konsumen dewasa
Editor: Dwi Ayuningtyas
Masuk tirto.id


































