Menuju konten utama

Nama Firli Bahuri Disebut Dalam Sidang Kasus Suap Bupati Muara Enim

Nama Ketua KPK, Firli Bahuri, disebut dalam sidang kasus suap Bupati Muara Enim di pengadilan Tipikor Palembang.

Nama Firli Bahuri Disebut Dalam Sidang Kasus Suap Bupati Muara Enim
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan kepada wartawan usai acara syukuran ulang tahun ke-16 KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (30/12/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

tirto.id -

Nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri disebut dalam sidang kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 Miliar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/11/2019), dengan terdakwa penerima suapnonaktif, Ahmad Yani.

Kuasa Hukum terdakwa, Makdir Ismail menuding terdakwa penyuap, yakni Elvyn MZ Muchtar, memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.

"BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi bahwa Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak," ujar Makdir Ismail, seperti dikutip Antara.

Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan ekspresi tersebut, Makdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 Miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa.

Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 Miliar, termasuk upaya memberikan USD35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.

Makdir menjelaskan, Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli dengan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai USD 35.000, uang tersebut dimintakannya dari terdakwa Robi yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.

Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan, Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.

"Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, 'ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau'," kata Makdir.

Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK, kata dia, tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Kapolda Sumsel akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.

"Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui kapolri, kan sudah ada kerjasama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu," tegas Makdi.

Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Makdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.

"Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks-komisioner KPK) legowo pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan," jelasnya.

Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.

"Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani," kata Roy.

Terkait penyadapan yang dimaksudkan penasehat hukum Ahmad Yani agar KPK seharusnya memberi tahu Kapolri terkait upaya pemberian uang dari Elvyn, Roy menyebut itu bagian dari penyelidikan.

"Pak Kapolda (Firli) juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja," kata Roy.

Kendati menyeret-nyeret nama Ketua KPK , pihaknya tetap pada dakwaan yang menjerat Ahmad Yani dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Eksepsi akan kami jawab terkait keberatan dakwaan saja, soal lain-lain itu nanti saja," demikian Roy.

Saat dikonfirmasi, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa ia tak pernah menerima apa pun dari orang lain.

"Saya tidak pernah menerima apa pun dari orang, keluarga saya pun sudah kasih tahu jangan menerima apa pun. Jadi, pasti ditolak," kata mantan Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) itu.

Ia juga menyatakan bahwa selama menjabat sebagai Kapolda Sumsel, dirinya juga tak pernah menerima sesuatu.

"Semua pihak yang mencoba memberi sesuatu kepada saya atau melalui siapa pun pasti saya tolak, termasuk saat saya jadi Kapolda Sumsel saya tidak pernah menerima sesuatu," ujar Firli.

Baca juga artikel terkait FIRLI BAHURI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana