Menuju konten utama

MK Tolak Gugatan Sistem Zonasi PPDB

Pemohon menilai PPDB harus dilakukan melalui sistem nonzonasi dengan mengedepankan prestasi, sehingga dapat mendorong percepatan kualitas pendidikan.

MK Tolak Gugatan Sistem Zonasi PPDB
Hakim ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan hasil putusan pada sidang perkara Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/9/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal tersebut berkaitan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dikutip dari Antara pada Kamis (28/9/2023). Sidang pengucapan putusan digelar Rabu (27/9/2023).

Setelah menimbang permohonan pemohon, mahkamah berkesimpulan bahwa pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

“Mahkamah berkesimpulan: mahkamah berwenang mengadili permohonan pemohon; pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” terang Anwar.

Perkara Nomor 85/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan seorang karyawan swasta bernama Leonardo Siahaan. Ia menggugat Pasal 11 Ayat (1) UU 20/2003 yang berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.

Dalam petitumnya, pemohon meminta mahkamah menyatakan pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Pemohon meminta bunyi pasal tersebut ditambahkan dengan: “Melarang penerimaan peserta didik melalui sistem zonasi atau kebijakan lainnya menimbulkan kesulitan peserta didik memperoleh pendidikan”.

Pemohon berpendapat sistem zonasi merusak sistem PPDB dengan sistem prestasi yang selama ini telah dibangun. Di samping itu, menurut pemohon, sistem zonasi mematikan motivasi berprestasi karena siswa tidak tertantang untuk semangat belajar.

Pemohon juga mendalilkan bahwa sistem zonasi menumbuhkan lahan basah praktik gelap atau perbuatan curang lain. Menurut pemohon, seharusnya PPDB dilakukan melalui sistem nonzonasi dengan mengedepankan prestasi, sehingga dapat mendorong percepatan kualitas pendidikan dan relevan dengan kebijakan konsep merdeka belajar.

Hakim konstitusi Manahan M.P. Sitompul memberi penjelasan bahwa sistem zonasi adalah salah satu cara PPDB yang menggunakan pembatasan wilayah yang dikaitkan dengan daya tampung sekolah. Sistem zonasi, kata dia, hanyalah sebuah metode dalam penatalaksanaan sistem PPDB.

Manahan juga mengatakan ketentuan dalam norma Pasal 11 Ayat (1) UU 20/2003 yang digugat pemohon telah memerintahkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

“Dengan demikian, menurut Mahkamah norma Pasal 11 Ayat (1) UU 20/2003 telah sejalan dengan semangat dan tujuan negara sebagaimana dinyatakan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945,” tutur Manahan.

Sementara itu, terkait dalil pemohon yang mengatakan sistem PPDB zonasi menimbulkan perlakuan diskriminatif, mahkamah berpendapat bahwa itu bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma.

“Melainkan jika yang dipersoalkan pemohon itu benar, hal tersebut merupakan persoalan implementasi norma yang tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 11 Ayat (1) UU 20/2003,” papar Manahan.

Terdapat pendapat berbeda terhadap putusan tersebut. Hakim konstitusi M. Guntur Hamzah berpendapat seharusnya permohonan pemohon tidak ditolak, tetapi dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

Baca juga artikel terkait PPDB ZONASI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Fahreza Rizky