Menuju konten utama

MK Putuskan Jaksa Tak Bisa Ajukan Peninjauan Kembali

Penambahan kewenangan itu bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum, namun juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa. 

MK Putuskan Jaksa Tak Bisa Ajukan Peninjauan Kembali
Ketua majelis hakim yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin jalannya sidang lanjutan sengketa perselisihan pemilihan umum DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Banten di Jakarta, Kamis (15/8/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Spt.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materi Pasal 30C Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ihwal kewenangan Jaksa dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

Hal itu dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 63/PUU-XXII/2024 yang dihadiri seluruh hakim konstitusi, Kamis (26/9/2024), di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.

“Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Suhartoyo, Kamis.

Permohonan perkara ini diajukan Jaksa Jovi Andrea Bachtiar dan Hartati. Para Pemohon mempersoalkan kewenangan jaksa untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) dalam Pasal 30C huruf h UU 11/2021 yang telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023.

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Enny Nurbaningsih menjelaskan, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK dalam perbaikan permohonan tidak memiliki keterkaitan dengan substansi norma yang dimohonkan. Sebab, norma a quo berkaitan dengan kewenangan Mahkamah untuk meminta keterangan pihak-pihak yang dianggap memiliki urgensi dan relevansi dalam perkara pengujian undang-undang.

Karena itu, kata dia, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK haruslah dikesampingkan. Pasalnya, jelas dia, hal tersebut berkaitan dengan ketidakterpenuhan syarat formal dalam pengajuan permohonan di Mahkamah Konstitusi.

"Sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut terhadap pengujian norma a quo,” kata Enny.

Melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023, MK mengatakan penambahan kewenangan tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam putusan tersebut, MK menjelaskan dengan disisipkannya Pasal 30C huruf h UU 11/2021 telah menambah kewenangan kejaksaan, yaitu kewenangan untuk mengajukan PK tanpa disertai dengan penjelasan yang jelas tentang substansi dari pemberian kewenangan tersebut.

MK menilai penambahan kewenangan tersebut bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum, namun juga akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa, khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Saat ini, MK belum menemukan alasan konstitusional yang kuat dan mendasar untuk mengubah pendirian sebelumnya, sehingga berkenaan dengan upaya hukum PK oleh jaksa harus mengikuti putusan Mahkamah dimaksud.

Dengan demikian, dalil para Pemohon berkenaan dengan pengujian Pasal 30C huruf h UU 11/2021 adalah tidak beralasan menurut hukum.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi