Menuju konten utama

MK: Endorsement Jokowi ke Prabowo-Gibran Tak Langgar Hukum

MK menilai endorsement atau dukungan Jokowi ke Prabowo-Gibran berpotensi menyalahi etika sebagai kepala negara cum kepala pemerintahan.

MK: Endorsement Jokowi ke Prabowo-Gibran Tak Langgar Hukum
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) meninjau fasilitas rumah sakit saat peresmian Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Panglima Besar Soedirman di Jakarta, Senin (19/2/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan dukungan atau endorsement Presiden Joko Widodo terhadap pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tidak melanggar hukum atau aturan. Menurut hakim MK, Ridwan Mansyur, pendekatan citra diri kepada kandidat tertentu bagian dari komunikasi persuasif.

"Bahwa dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum," kata Ridwan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 di Gedung MK, Senin (22/4/2024).

Namun, kata dia, meski tidak melanggar aturan, langkah Jokowi itu hanya berpotensi masalah pada etika. Sebab, Jokowi merupakan presiden yang mewakili entitas negara.

"Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara," ucap Ridwan.

Ridwan mengatakan seharusnya presiden berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi memilih pasangan presiden dan wakil presiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

MK, kata dia, memandang mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan atau membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan atau dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau paslon dalam pemilu.

"Kesediaan/kerelaan presiden yang demikian, serta kerelaan para petahana di level masing-masing yang menghadapi kemiripan situasi dengan kondisi pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 ini (in casu petahana kepala daerah) merupakan faktor utama bagi terjaganya serta meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia," tutur Ridwan.

Dia mengatakan kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukum.

"Kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang," kata Ridwan.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto