Menuju konten utama

Miryam dan Novel Baswedan Saling Bantah di Sidang e-KTP

Pada sidang sebelumnya, 22 Maret 2017, Miryam mencabut semua Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengaku ditekan penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi di KPK.

Miryam dan Novel Baswedan Saling Bantah di Sidang e-KTP
Miryam S. Haryani. [Foto/Antaranews]

tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berdebat dengan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani terkait dengan tekanan yang dihadapi Miryam saat pemeriksaan di KPK. Perdebatan itu terjadi saat pengadilan tindak pidana korupsi KTP elektronik (KTP-E) di Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Miryam pun menceritakan kembali saat dirinya diperiksa KPK untuk pertama kalinya. "Waktu pemeriksaan pertama itu 1 Desember 2016, itu pas ulang tahun saya. Jadi kurang tidur, terus dapat panggilan dan kondisi saya secara fisik sedang datang bulan," kata Miryam dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (30/3).

Miryam menceritakan, dengan kondisi yang kurang tidur dan datang bulan itu, dirinya tiba di KPK pukul 10.00 WIB dan diperiksa dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB atau kurang lebih selama 10 jam. Ia mengaku diperiksa di ruangan yang kecil dengan ukuran 2x2 meter.

Menurut Miryam, pada saat awal pemeriksaan, penyidik KPK pun langsung melontarkan telah ingin menangkapnya sejak tahun 2010. "Ibu Yani [panggilan Miryam] sebetulnya tahun 2010 mau ditangkap, itu yang bicara Pak Novel, jadi belum bicara apa-apa sudah begitu, jadi saya langsung drop banget," ungkap Miryam dikutip dari Antara.

Mendengar hal itu, Miryam menjadi pusing dan sangat tertekan dengan kata-kata itu, ditambah lagi karena berada diruang periksa yang sangat kecil.

Miryam menjadi saksi bersama dengan tiga orang penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso dalam sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-E).

Miryam juga menceritakan, saat pemeriksaan kedua dirinya mengaku masih trauma dari pemeriksaan awal. “Kebetulan datang bulan saya juga belum sembuh lalu saya diperiksa di ruang ukuran 2x2 tidak nyaman dari pagi sampai magrib sering ditinggal, dikasih makan tapi ditinggal lagi dan tidak memberitahukan jam berapa kembali," tambah Miryam.

Di pemeriksaan ketiga, Miryam mengaku meminta agar pemeriksaannya bisa cepat terlaksana karena ia mendapat telepon kalau ibunya sakit parah sehingga ia mengaku tidak fokus bersaksi. Miryam diperiksa secara runut pada 1 Desember 2016, 7 Desember 2016 hingga 24 Januari 2017.

Sementara di pemeriksaan keempat, Maryam mengaku dibikin mual dan pusing. "Pemeriksaan keempat saya dibikin mabok, pertama Pak Novel yang periksa, mungkin Pak Novel habis makan durian lalu saya lari ke lorong itu, saya muntah mual, saya pusing minta ampun, saya lari di ruang lorong kecil lalu Pak Novel lihat tapi dia meninggalkan saya di lorong padahal saya mual-mual dan kondisi saya tertekan dari proses pertama, kedua, ketiga, keempat jadi gak fokus dan penyidik banyak arahkan saya dan dalam BAP," ungkap Miryam.

Miriam juga mengatakan diminta menuliskan tangan sesuai dengan salinan kertas yang diberikan penyidik KPK. "Itu mereka ketik sudah jadi, lalu saya tulis-tulis karena saya trauma tertekan, saya ingin menyenangkan mereka saja supaya cepat keluar dari ruangan," tambah Miryam.

Menanggapi kesaksian Miryam, penyidik KPK Novel Baswedan pun membantah. Ia mengatakan hal yang disampaikan Miryam itu tidak benar.

"Yang disampaikan saksi tadi menurut saya bohong, saya sampaikan beberapa hal, yang bersangkutan diperiksa pertama di lantai 4 gedung C1 KPK, itu bukan ruangan 2x2 meter tapi ruangan besar, memang ada ruangan yang kecil untuk pemeriksaan selanjutnya, tapi bukan di ruangan kecil, jadi saya pastikan tidak benar dan ruangan sudah sebagaimana mestinya," kata Novel.

Novel juga menjelaskan soal bau duren yang diklaim membuat muntah Miryam. Ia mengaku hanya makan kue duren setelah selesai pemeriksaan. "Pada pemeriksaan terakhir bulan Januari, seingat saya tanggal 24, yang bersangkutan telah selesai diperiksa lalu saya berikan BAP ke yang bersangkutan untuk dikoreksi. Saya kembali ke meja kerja saya dan di sana saya makan kue yang isinya durian,” katanya.

Novel juga mengatakan bahwa di KPK tidak boleh membawa durian. “Saya tidak tahu yang bersangkutan mabuk durian karena saya rasa baunya tidak menyengat karena di KPK tidak boleh bawa durian, dan rekan saya yang memberikan tapi pemeriksaan sudah selesai jadi mengganggu memang iya tapi tidak ada korelasi dengan keterangan yang bersangkutan," tambah Novel.

Novel juga mengaku mempersilakan Miryam keluar ruangan tapi bukan lorong sempit melainkan ruangan besar untuk mencetak (print) dan ia juga memastikan pada saat itu Miryam tidak muntah. "Saya pastikan tidak ada muntah, karena kalau muntah akan kelihatan dan akan dipanggil dokter," ungkap Novel.

Selain itu, Novel juga membantah telah memberikan arahan saat membuat BAP Miryam. "Untuk membaca kami berikan waktu seandainya tidak fit pada pemeriksaan kedua, pada awal BAP pertama dibaca ulang kalau yang pertama tidak fit pada awal pemeriksaan kedua yang bersangkutan membaca dan mengoreksi kembali, jadi bisa teratasi dengan pemeriksaan kedua dan tidak ada jawaban yang dituntun penyidik," tegas Novel.

Untuk diketahui, kasus korupsi e-KTP telah menetapkan terdakwa, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto