tirto.id - Media sosial beberapa hari terakhir diramaikan oleh berita tentang seorang perempuan asal Indonesia bernama Fela yang menjual keperawanannya kepada politikus Jepang dengan harga fantastis: 1,2 juta euro atau sekitar Rp19 miliar. Ia melakukannya dengan cara mengikuti seleksi sebuah agensi di Jerman, Cinderella Escorts (EC), yang selama ini dikenal sebagai penyalur keperawanan kepada para pembeli dari seluruh dunia dengan sistem lelang.
Berita mengenai Fela pertama dilansir oleh laman Tribun News dengan judul: "Wawancara Eksklusif dengan Fela, Gadis asal Indonesia yang Rela Jual Diri Rp 19 M demi Keluarga". Dalam berita tersebut, Tribun menulis bahwa pelelangan sudah dilakukan sejak dari tanggal 10 September 2018 lalu. Kala itu, pihak Tribun juga sempat mewawancarai sumber EC mengenai Fela dan disebutkan bahwa ia menjual keperawanannya kepada pembeli tertinggi sedikitnya 100.000 euro atau setara Rp1,7 miliar sebagai tawaran lelang pertama.
"Ini adalah penawaran warga Indonesia yang pertama kali dilakukan oleh Cinderella Escorts, jasa perantara penjual keperawanan berbagai wanita di dunia.”
Sejak itu, tercatat sedikitnya sudah ada 60 pengusaha kaya dunia yang mengajukan diri ikut lelang keperawanan Fera. Sebelum politikus asal Jepang melakukan tawaran tertinggi, ada ada pula pengusaha real estate di Hong Kong yang melakukan penawaran sebesar 1 juta Euro, diikuti oleh seorang aktor dari Mumbai, India, dengan nilai tawaran sebesar 600 ribu euro.
Setelah lelang tersebut berakhir, sumber dari EC kembali diwawancarai oleh Tribun. Mereka mengaku dari jumlah yang didapat, EC mendapat 20 persen. "Dari jumlah harga yang terjual tersebut, Cinderella Escorts hanya dapat 20 persen saja atau 240.400 Euro, selebihnya dipegang oleh Fela, gadis Indonesia tersebut. Tentu setelah dipotong pajak yang harus dibayarkan pula.”
Sementara itu, Fela yang disebut memiliki tinggi 160 cm, berat 53 kilogram, gemar bermain bulutangkis, menyukai minuman teh susu, makanan laut, dan menjadikan parfum Dior sebagai favoritnya, kepada Tribun mengaku melelang keperawanan untuk membantu keuangan keluarganya.
"Saya hanya gadis sederhana dan bukan dari orang kaya. Uang hanya ditujukan dan mau dipakai untuk mendukung keluarga saya. Keluarga kami adalah keluarga yang biasa, punya rumah, punya mobil, hanya ingin jadi independen. Itu saja. Daripada saya berikan keperawanan yang kemudian meninggalkan hidup saya nantinya."
Dalam waktu dekat, EC akan mengatur pertemuan antara Fela dan politikus asal Jepang tersebut di sebuah hotel di Jepang.
Demi Memperbaiki Ekonomi, Menyembuhkan Penyakit, dan untuk Amal
Fela bukanlah perempuan pertama yang diketahui pernah melelang keperawanannya. Kisah mengenai hal ini telah banyak terjadi, namun tidak pernah benar-benar dapat dipastikan kebenarannya.
Pada 21 Maret 2004, BBC melansir laporan tabloid Inggris News of the World (NOTW), yang mengabarkan seorang gadis lesbian berusia 18 tahun bernama Rosie Reid menjual keperawanannya dengan harga £ 8.400 (sekitar Rp155 juta) kepada seorang duda 44 tahun berinisial BT. Reid terpaksa melakukannya untuk melunasi utang biaya kuliah di Bristol University sebesar £15.000 atau sekitar Rp274 juta.
Ketika menemui duda yang membayarnya di sebuah hotel, Reid turut serta mengajak pasangannya, Jess Cameron, dan memintanya menunggu di lain kamar. Setelah semuanya selesai, Reid pun mengungkapkan perasaannya: "Rasanya tidak seperti terjadi pada saya. Saya merasa seperti tengah menonton orang lain yang melakukannya. Saya lega sekali setelah semua selesai, namun aku sangat merasa sedih karena saya tahu Jess tidak nyaman dengan ini semua.”
Reid mulai memasarkan keperawanannya melalui situsweb eBay sejak Januari 2004. Tak menunggu lama, segera muncul tawaran dari 2000 lebih laki-laki. Semula mahasiswi jurusan kebijakan sosial itu hanya menganggap situasi tersebut sebagai guyonan belaka. Tapi, kemiskinan yang terus mencekiknya mulai membuat Reid berpikir: “Kenapa tidak?”
Seorang gadis asal Peru bernama Graciela Yataco diberitakan pernah menjual keperawanannya seharga 20.000 sol (sekitar Rp85 juta) demi membayar tagihan rumah sakit ibunya, sebagaimana termuat dalam laporan Guardian tertanggal 17 April 2005. Dalam laporan itu, sang ibu yang bernama Gracia, disebut-sebut memiliki penyakit jantung dan ginjal.
Graciela pertama kali mengiklankan dirinya di Trome, sebuah surat kabar lokal di San Diego, wilayah miskin di ibukota Lima. Iklan tersebut segera membuat geger seantero Peru, Namun, ironisnya, mayoritas warga lebih bersemangat mengutuk tindakan Graciela yang menjual keperawanannya, alih-alih menanyakan mengapa ia sampai melakukan hal tersebut.
Tak hanya mendapatkan kritik dan caci maki dari berbagai surat, rumahnya juga sempat disatroni beberapa orang yang mengamuk dan melempari rumah itu dengan batu. Sebagian orang bahkan mengancam akan membakar rumah Graciela. Serangan terhadap Graciela juga hadir lewat televisi. Seorang presenter kenamaan bernama Pamela Vertiz sempat sesumbar bahwa reputasi negara dipertaruhkan karena kelakuan Graciela.
"Pernahkah Anda memikirkan bagaimana orang akan memandang Peru jika gadis-gadis muda lainnya mengikuti teladan Anda? Anda memiliki tangan dan kaki yang berfungsi baik untuk bekerja, Graciela. Itu bukan cara yang tepat untuk menghasilkan uang,” demikian ucap Vertiz.
Graciela, yang sejak usia delapan tahun telah bekerja sebagai tukang bersih-bersih di sebuah kantor, hanya sanggup berdiam diri menghadapi itu semua.
"Aku tak tahan melihat mama sakit dan menangis setiap malam. Saya tinggal bersama saudara dan saudari saya dalam kesengsaraan total, dan saya tidak memiliki pekerjaan yang memungkinkan saya untuk membantu keluarga saya keluar dari persoalan ini. Memutuskan untuk menjual keperawanan bukanlah hal yang mudah, tetapi apa lagi yang kumiliki?” ujar Graciela kepada jurnalis Trome yang mewawancarainya.
Mengetahui hal tersebut, sang ibu yang ketika diwawancarai telah berada di rumah, meminta kepada khalayak agar serangan kepadanya dihentikan. “Dia gadis yang baik, penyayang. Saya memohon kepada orang-orang untuk membantunya karena keadaan seharusnya tidak sejauh ini.” Hal yang sama juga diutarakan oleh Mercedes Cabanillas, seorang anggota parlemen Peru. Ia mengatakan: "Kasus Graciela menunjukkan bahwa ada krisis serius di negara ini. Dia semestinya mendapatkan pekerjaan dan tidak menjual tubuhnya!"
Dalam film dokumenter berjudul Virgins Wanted (2013) karya sutradara asal Australia Justin Sisely, terdapat seorang pria Rusia bernama Alex Stepanov yang berniat menjual keperjakaannya agar dapat sembuh dari kecemasan berlebih.
Stepanov mengaku mendapat tawaran sebesar $3.000 (sekitar Rp42 juta) dari seorang pria. Bahkan sebelumnya, ia menyebut juga ada tawaran lain sebesar $2.600 (sekitar Rp36 juta) dari perempuan Australia dengan nama samaran “Kasandra Darlinghurst”.
Dalam pengakuannya kepada Fairfax Media yang dilansir Huffington Post, Stepanov mengakui bahwa menempatkan dirinya di forum publik bukanlah cara yang umum untuk memerangi gangguan mental. "Gagasan melelang keperawanan saya adalah hal yang aneh dan sangat kontroversial, tetapi saya mencoba menghalau pikiran tersebut,"
Ia menambahkan: “Saya mencoba berkonsentrasi ke proyek tersebut dan memastikan apa yang sebetulnya membuat saya tertarik. Sebab pada akhirnya saya berpikir, 'Saya hanya akan melakukan hal itu dan jika itu terasa kelewat sulit, saya hanya akan mengundurkan diri.'"
Masih dari Virgins Wanted, sejauh ini sosok yang berhasil melelang keperawanannya dengan harga tertinggi adalah perempuan asal Brasil bernama Catarina Migliorini. Dia menjual keperawanannya kepada pria asal Jepang bernama Natsu dengan nilai mencapai $780.000 atau sekitar Rp10 miliar. Lalu buat apa uang sebanyak itu?
Kepada sang sutradara, Sisely, Migliorini mengatakan: 90 persen dari hasil pelelangan itu akan digunakan untuk membangun perumahan khusus warga miskin di negara bagian Santa Catarina, Brasil.
Editor: Windu Jusuf