tirto.id - Pemerintah tengah serius membatasi kegiatan impor untuk menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), defisit neraca perdagangan, hingga memperbaiki kurs rupiah terhadap dolar AS. Pembatasan yang dilakukan salah satunya dengan berencana menghentikan impor 500 komoditas.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa rencana tersebut lebih ditekankan kepada barang konsumsi. Bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pihaknya masih mengkaji komoditas-komoditas tersebut.
"Akan di-review lagi dan kebanyakan barang konsumsi. Bahan baku tentu tidak dipersulit, ya dan juga barang modal, tidak dipersulit," kata Airlangga di Kompleks DPR-MPR RI, Jakarta, pada Kamis (16/8/2018).
Identifikasi dilakukan untuk memisahkan jenis barang konsumsi, bahan baku, dan bahan modal yang dapat diproduksi di dalam negeri dan dapat disubstitusi.
"Substitusi impor kan harus ada barang yang sudah ada di dalam negeri. Nah, itu kami dorong untuk beli di dalam negeri. Tapi, kalau barang yang masih diperlukan untuk bahan baku industri, tentu tidak dipersulit," katanya menjelaskan.
Selanjutnya, ia mengatakan rencana tersebut sudah disampaikan kepada para pelaku industri. Beberapa bahan pengganti dalam negeri juga sudah ada yang disiapkan.
"Kalau substitusi impor kami bikin pabrik. Misalnya, bahan baku plastik kan ada dua pabrik. Bahan kimia, kami lihat sulu bahan untuk farmasi. Nah, tentu itu akan didorong juga, kami sudah bahas dengan industri," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa rencana kebijakan pengurangan impor tetap akan memperhitungkan produktivitas dan daya saing hasil produksi industri dalam negeri.
"Yang akan dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan daya saing, dan produktivitas tidak untuk menurunkan itu," tutur Airlangga.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari