tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Juli 2018 mengalami defisit sebesar 2,03 miliar dolar AS. Adapun defisit terbesar sejak Juli 2013 itu terjadi karena tingginya impor sejumlah barang, termasuk mesin mekanik dan peralatan listrik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui bahwa defisit tersebut di luar perkiraan banyak orang. Oleh karena itu, Darmin menyebutkan pemerintah bakal mengidentifikasi penyebabnya secara rinci.
“Kita akan mengidentifikasi secara makin detail, barang apa saja yang kita impor itu,” kata Darmin di The Westin, Jakarta pada Rabu (15/8/2018).
Sembari memperoleh rincian komoditas yang diimpor itu, Darmin mengatakan pemerintah telah siap mengeluarkan aturan terkait biodiesel (B20). Ia pun menegaskan pemerintah akan terus berupaya untuk menekan defisit neraca perdagangan ini mengingat kejadiannya baru berlangsung selama enam bulan terakhir.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai defisit neraca perdagangan pada bulan lalu cenderung agak anomali. Maksud dari anomali tersebut adalah impor barang bahan baku maupun bahan modal lebih banyak dilakukan sebelum terjadinya Lebaran atau libur panjang.
“Jadi ada kegiatan impor yang banyak dilakukan sebelum Lebaran dan liburan panjang, kemudian itu dikompensasi pada bulan Juli. Mungkin itu salah satu deviasi statistik yang harus dibersihkan dulu untuk melihat trennya secara total,” jelas Sri Mulyani di Jakarta, kemarin, seperti dikutip Antara.
Mengacu pada data BPS kemarin, peningkatan impor migas (minyak dan gas) dipengaruhi naiknya nilai impor seluruh komponen migas, yakni minyak mentah sebesar 81,2 juta dolar (15,01 persen), hasil minyak senilai 382,4 juta dolar (28,81 persen), dan gas sebesar 11,7 juta dolar (4,29 persen).
Sementara itu, impor nonmigas menurut golongannya yang paling besar berperan, berturut-turut adalah golongan barang mesin dan pesawat mekanik (16,78 persen), mesin dan peralatan listrik (13,45 persen), besi dan baja (6,26 persen), plastik dan barang dari plastik (5,71 persen), serta bahan kimia organik (4,4 persen).
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri