Menuju konten utama

Menkopolhukam: Pemerintah Tak Mau Kompromi dengan HTI

Wiranto mengatakan, banyak ormas yang menolak kegiatan HTI karena dianggap berpotensi menimbulkan konflik horisontal di masyarakat.

Menkopolhukam: Pemerintah Tak Mau Kompromi dengan HTI
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan kepada media di Kantor Kemenko Polhukam terkait pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jakarta, Jumat, (12/5). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto menyatakan bahwa pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan langkah tegas pemerintah untuk melindungi negara dari gerakan yang mengancam ideologi negara.

"Tidak ada jalan lain. Tidak ada kompromi untuk ini. Kita tidak akan berkompromi untuk gerakan yang jelas-jelas mengancam ideologi negara," ungkap Wiranto di Kemenkopolhukam, Jl. Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

Lebih lanjut Wiranto mengatakan, banyak ormas yang menolak kegiatan HTI karena dianggap berpotensi menimbulkan konflik horisontal di masyarakat.

"Kalau ini dibiarkan akan lebih meluas lagi. Dan kalau terjadi konflik horisontal akan membahayakan persatuan nasional. Dan menggangu agenda pembangunan yang sedang kita jalankan," katanya.

Namun, ia menjelaskan bahwa keputusan itu tak diambil secara serta-merta oleh pemerintah melainkan melalui proses mempelajari sepak terjang HTI di Indonesia dan negara-negara lainnya. Ia menilai, meskipun kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan HTI merupakan kegiatan dakwah, tapi pada praktiknya kegiatan itu telah masuk ke ranah politik.

Menkopolhukam mengatakan bahwa HTI mengusung ideologi khilafah yang berbahaya bagi kesatuan negara-bangsa lantaran bersifat transnasional. "Ideologi khilafah ini tidak hanya di Indonesia tapi juga dilarang di berbagai negara. Kita hitung ada 20 negara yang melarang. Termasuk negara-negara yang penduduknya mayoritas islam. Tercatat misalnya Turki, Mesir, Arab Saudi, Yordania. Karena pemahamannya kalau diizinkan akan mengancam keberadaan nation state di mana HTI itu muncul,” kata dia.

Ia juga mengatakan hal tersebut satu nafas dengan semangat Trisakti yang diusung oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, salah satunya berdaulat dalam politik. Menurutnya setiap hal yang menggangu kedaulatan Indonesia harus disikapi secara tegas.

"Jadi kita harus berdaulat dalam politik. Kalau dalam politik kita tidak berdaulat, mana mungkin kita bisa bersatu, jadi kedaulatan politik di negara ini penting sekali," kata dia.

Sebelumnya, pada hari Senin (8/5/2017) Wiranto mengadakan konferensi pers dan mengumumkan bahwa pemerintah akan membubarkan HTI sebagai langkah untuk mengarahkan mereka dalam koridor yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Ormas. Namun hal itu menuai banyak kritik dari para pengamat dan aktivis pro-demokrasi di Indonesia.

Pernyataan tersebut dianggap berbahaya bagi kebebasan berkumpul dan berserikat di Indonesia yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Untuk itu, pada siang ini, Wiranto mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami pembubaran HTI secara jernih dan proporsional.

"Mengherankan tatkala NKRI terancam banyak opini berkembang seakan-akan ini hal yang sangat biasa. Pemerintah jelas aka sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini. Ini bukan masalah pemerintah. Tapi masalah bangsa. Masalah masyarakat kita," tegasnya.

Sebelumnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) segera membentuk tim hukum setelah pemerintah merencanakan membubarkan organisasi kemasyarakatan tersebut.

Juru bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto di Jakarta, Selasa (9/5) mengatakan sudah banyak pengacara yang bersedia membela HTI. Mereka telah menghubungi dan memberikan pandangan terkait upaya perlawanan hukum terhadap pemerintah. "Kita akan segera membentuk tim hukum. Kita akan menyiapkan tim- tim dengan cermat," kata Ismail Yusanto.

Selain melakukan perlawanan dan pembelaan secara hukum, HTI berencana mengadukan ke Komnas HAM dan Ombusdman.

Baca juga artikel terkait HTI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto