Menuju konten utama

Mengusut Kasus Kematian Ajudan Kapolda Kaltara & Kelalaian Senpi

Bambang sebut peristiwa ini melengkapi kasus-kasus serupa terkait penggunaan senpi oleh polisi yang mengakibatkan hilangnya nyawa personel kepolisian.

Mengusut Kasus Kematian Ajudan Kapolda Kaltara & Kelalaian Senpi
Ilustrasi Senjata api. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kematian Brigpol Setyo Herlambang (HS), pengawal pribadi atau ajudan Kapolda Kalimantan Utara (Kaltara) Irjen Polisi Daniel Aditya Jaya, yang diduga lalai saat membersihkan senjata api, membuat publik bertanya-tanya. Tak sedikit netizen di media sosial yang membandingkannya dengan kasus Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menyeret Ferdy Sambo dkk.

Reaksi publik itu bukan tanpa alasan. Hal itu imbas dari kasus kematian Brigadir Yosua tahun lalu, yang diskenario sedemikian rupa oleh Ferdy Sambo Cs. Kala itu, Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menembak mati ajudan pribadinya, Brigadir Yosua di rumah dinasnya, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Saat itu, Ferdy Sambo dengan kroni-kroninya membuat rekayasa kematian Brigadir Yosua. Dalam rekayasa itu disebutkan Brigadir Yosua tewas usai terlibat baku tembak dengan Richard Eliezer. Namun, belakangan rekayasa Sambo Cs itu terbongkar. Terkuak fakta bahwa Brigadir Yosua tewas ditembak Richard atas perintah Sambo.

Dalam kasus Brigpol HS, dia disebut tewas di kamar rumah dinas ajudan Polda Kaltara di Tanjung Selor, Bulungan, sekitar pukul 13.10 Wita, Jumat (23/9/2023). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltara, Kombes Pol Budi Rachmat menuturkan, kematian HS diduga akibat kelalaian saat membersihkan senjata api.

“Korban HS ditemukan dalam kamar dengan bersimbah darah dan disampingnya tergeletak senjata api jenis HS-9 dengan Nomor Senpi: HS178837 inventaris dinas,” kata Budi dalam pesan singkat yang diterima Tirto.

Kemudian, hasil autopsi jenazah almarhum Brigadir Setyo menunjukkan luka tembak pada dada kiri menembus jantung. Autopsi dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (23/9/2023).

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri sendiri ikut mengawasi penyelidikan kematian Brigpol HS itu. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, Propam Polri turun tangan dalam rangka asistensi Propam Polda Kaltara.

Jenderal bintang satu itu mengatakan pengawasan oleh Propam Polri guna memastikan penanganan kasus secara transparan. “Memastikan proses penanganan kasus tersebut berjalan sesuai SOP dan aturan yang berlaku,” tutur Ramadhan.

Tunggu Hasil Penyelidikan

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti memandang, terlalu dini jika kasus ini dibanding-bandingkan dengan kasus Ferdy Sambo Cs. Poengky meminta semua pihak menunggu hasil penyelidikan dengan sabar.

Kompolnas, kata Poengky, saat ini masih menunggu hasil penyelidikan tim internal yang dibentuk Polda Kaltara. Tim itu terdiri dari Itwasda, Propam, Reskrim, dan Dokkes.

“Kami mendengar bahwa Bareskrim juga memberikan supervisi terhadap penyelidikan tersebut,” kata Poengky kepada reporter Tirto, Senin (25/9/2023).

Kompolnas mendorong penyelidikan berdasarkan scientific crime investigation agar hasilnya valid, antara lain dengan bantuan hasil autopsi, rekaman CCTV di sekitar TKP. Kompolnas juga meminta agar ponsel almarhum diperiksa dengan menggunakan digital forensik. Kemudian, pemeriksaan balistik, pemeriksaan sidik jari, dan DNA di TKP.

Menurut Poengky, hal tersebut untuk membantu mengungkap apakah kematian almarhum karena kecelakaan yang disebabkan oleh diri sendiri ataukah ada penyebab lain. Kompolnas berharap pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara cepat, profesional, dan transparan, agar tidak ada prasangka atau spekulasi yang berkembang liar.

Poengky mengatakan, pihaknya meminta publik untuk turut mengawasi proses penyelidikan ini. Sebab, Kompolnas menyakini dengan adanya pengawasan yang luas, baik dari internal Polri, eksternal dan publik, Polri akan bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak ada yang ditutup-tutupi.

Poengky mengatakan, jika nantinya diperoleh bukti bahwa kematian disebabkan karena kecelakaan akibat kelalaian dalam membersihkan senjata api, maka atasan Polri perlu mengawasi dengan sungguh-sungguh agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.

“Kompolnas akan mengawasi dan mengawal proses pemeriksaan tersebut,” tutur Poengky.

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengklaim, ia mendapatkan informasi terdapat kain atau selimut yang tertembus peluru. Sugeng meminta mendalami lebih lanjut ihwal kain atau selimut itu.

“Selimut yang berlapis tertembus peluru, nah ini dikaitkan dengan matinya Brigpol HS itu, mengapa? Apakah digunakan untuk meredam suara pistol itu ditembakkan atau seperti apa. Diduga kuat ini dalam kaitan dugaan bunuh diri,” kata Sugeng kepada reporter Tirto, Senin (25/9/2023).

IPW juga mendorong agar pemeriksaan terkait kematian Brigpol HS dilakukan secara profesional dan akuntabel, dan transparan. Sugeng menilai pernyataan Kapolda Kaltara yang menyatakan Brigpol HS tewas karena kelalaian, terlalu prematur. Pasalnya, kata dia, pemeriksaan oleh Propam dan Bareskrim belum diumumkan.

“TKP perlu didalami untuk mengetahui sebab kematian daripada Brigpol HS ini kenapa, apakah karena kelalaian atau ada tindakan kesengajaan Brigpol HS menembak dirinya. Harus didalami semua barang yang ada di dalam kamar Brigpol HS," tutur Sugeng.

Ada Aroma Kejanggalan di Balik Kematian Brigpol HS

Pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto memandang, ada kekeliruan dari pernyataan Kabid Humas Kaltara, sebagai sosok pertama menyampaikan kematian Brigpol HS. Bambang mengatakan, seorang anggota Brimob berpangkat Brigpol dengan memiliki masa kerja minimal lebih dari 8 tahun, tentunya sangat paham bagaimana menggunakan dan mengamankan senjatanya.

“Jadi, sangat janggal kalau ada kelalaian, sehingga tertembak senjatanya sendiri, kecuali memang disengaja atau bunuh diri," kata Bambang kepada reporter Tirto, Senin (25/9/20230.

Bambang mengatakan, seharusnya Kabid Humas Polda Kaltara menjelaskan dengan scientific crime investigation secara gamblang, di mana luka tembak pada jenazah yang menyebabkan kematian. Kemudian, di mana posisi senjata dengan lebih rinci, agar tak memunculkan asumsi ke mana-mana.

Menurut Bambang, membersihkan dan mengamankan senjata api itu pelajaran paling awal dan dasar diberikan pada personel sebelum izin menggunakan.

Sebelum membersihkan atau mengamankan, kata dia, hal yang dilakukan adalah memastikan bahwa di dalam senpi tidak terdapat peluru. Prosedur seperti itu dilakukan terus menerus dan harus menjadi kebiasaan bagi personel yang diberi izin membawa senpi. Apalagi, bagi seorang bintara anggota Brimob. Prinsip kehati-hatian seperti itu penting agar tak memunculkan insiden yang tak diinginkan.

Bambang mengatakan, kasus ini melengkapi kasus-kasus serupa terkait penggunaan senpi oleh polisi yang mengakibatkan hilangnya nyawa personel kepolisian.

Dia mengatakan, kasus polisi ditembak sesama polisi, menembak kawan atau tertembak senpinya sendiri baik sengaja (bunuh diri) atau tidak sengaja, semakin sering menunjukkan bahwa perlunya evaluasi secara menyeluruh pada sistem kontrol dan pengawasan penggunaan senpi oleh personel kepolisian.

Selain itu, lanjut Bambang, perlu evaluasi dan peningkatan pembinaan mental personel agar kasus serupa tak terus terulang. Karena itu, Bambang mendorong kepolisian harus terbuka terkait penuntasan kasus tersebut.

“Apakah penyebab kematian Brigpol HS tersebut benar karena kelalaian atau karena kesengajaan? Bila karena kesengajaan dilakukan oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri (bunuh diri)," ucap Bambang.

Bambang mengatakan, keterbukaan tersebut penting untuk menjadi bahan evaluasi secara mendalam. Pasalnya, tanpa ada keterbukaan akan sulit membuat langkah tepat untuk perbaikan. Dia menyatakan bila benar karena kelalaian, artinya memang perlu evaluasi penggunaan senpi, pelatihan, bahkan kalau ditemukan kelemahan bisa ada evaluasi jenis senpi terkait.

Sebaliknya, bila ada unsur sengaja, bunuh diri, artinya menambah deret kasus-kasus serupa personel kepolisian, sehingga perlu evaluasi pembinaan mental anggota.

“Apakah karena beban kerja yang besar, membuat mereka stres, atau beban psikologis dari eksternal, bahkan beban morel anggota kepada masyarakat, bila melihat dalam setahun ini tingkat kepercayaan publik pada kepolisian yang relatif menurun,” tutur Bambang.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan, agar tak memunculkan asumsi adanya konflik kepentingan dari pihak Polda Kaltara, sebaiknya Mabes Polri mengambil alih kasus ini, dan tak menutup kemungkinan juga melibatkan pihak eksternal, Kompolnas, terutama pihak keluarga almarhum.

“Bila ada kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan keluarga, pelibatan lembaga eksternal lain dianggap lebih independen dari Kompolnas seperti Komnas HAM juga bisa dilakukan,” kata Bambang.

Baca juga artikel terkait POLISI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz