tirto.id - Apalah arti sebuah nama? Orang Indonesia menyebut “kapsul” untuk menamai keluaran Toyota Kijang LGX lawas karena bentuknya mendekati streamline—sebagai pembeda dengan mobil-mobil Kijang kotak sabun era sebelumnya.
Lain cerita dengan Mitsubishi Pajero. Mobil SUV medium ini memiliki nama resmi Pajero dan Montero untuk pasar global. Namun, jangan bayangkan Pajero akan jadi sebutan yang gagah untuk SUV ini di Spanyol. Sebab, di negeri matador ini, Pajero berarti sebuah kekonyolan dari kenikmatan masturbasi seorang pria. Untunglah, di sana nama Montero yang dipakai.
Di Indonesia, Pajero menjadi nama yang identik untuk mobil gagah dan mampu melibas segala medan. SUV ini mengaspal di Indonesia dengan nama Pajero Sport sejak 2009—meski namanya sudah berkibar semenjak SUV legenda ini mencicipi debut perdananya di ajang bergengsi Paris-Dakar 1983.
Lembaga media monitoring Isentia, tahun lalu mengeluarkan laporan soal sentimen media terhadap Pajero Sport. Laporan itu menyebutkan bahwa All New Pajero Sport lebih mendominasi pemberitaan dibandingkan rival utamanya: Toyota Fortuner atau Ford Everest. Yang menarik, peluncuran All New Pajero Sport hanya berselang lebih lambat sepekan dibandingkan peluncuran All New Toyota Fortuner yang dihelat 22 Januari 2016.
Meski kedua kedua SUV anyar ini meluncur nyaris bersamaan, dari 397 media yang membahas kedua SUV ini, ada 82,6 persen media menyoroti Pajero Sport. Fortuner hanya kebagian 16,6 persen, dan Everest hanya 0,7 persen saja. Namun, Pajero memang harus berjuang menyalip Fortuner untuk urusan penjualan. Setidaknya hingga 2016 lalu.
Nama yang mentereng dari pemberitaan atau iklan-iklan layar kaca menampilkan SUV yang punya bentang panjang nyaris 4,8 meter ini. Sangat wajar jika Pajero Sport yang menyabet beberapa penghargaan ini terbilang sukses di Indonesia, setidaknya di internal penjualan Mitsubishi Pajero secara global yang sebelumnya dirajai oleh Filipina.
"Pada 2016 lalu, KTB (Krama Yudha Tiga Berlian Motors) bersama-sama dengan kerja keras yang dikerahkan seluruh diler mitra penjualan kami, Pajero Sport berhasil terjual sebanyak 19.124 unit, dan itu merupakan penjualan terbanyak di satu negara di seluruh dunia," kata Presiden Direktur KTB Hisashi Ishimaki seperti dikutip Antara.
Pajero tak hanya mentereng dari penjualannya secara global. Perannya terhadap Mitsubishi di Indonesia tak kalah penting. Pajero Sport mampu menyumbang 78,6 persen dari 24.327 unit penjualan kendaraan penumpang Mitsubishi di 2016 (19.000 unit). Sisanya sebesar 21,4 persen menjadi sumbangan keroyokan Mirage, Outlander Sport, dan Delica dari total 67.176 unit penjualan Mitsubishi tahun lalu. Dari capaian ini, jelas Pajero Sport sedang melaju kencang bila dibandingkan 2014 yang hanya terjual 12.000-an unit.
Yang membuat Pajero kian spesial adalah penjualan kendaraan penumpang Mitsubishi lambat laun terus berkembang membayangi produk komersial atau mobil niaga Mitsubishi yang sejak awal menjadi andalan pemegang merek berlogo tiga berlian merah ini. Penjualan Pajero hampir menyamai penjualan pick up L300 yang melegenda.
Pajero juga jelas unggul jauh dari Mitsubishi Triton—si double cabin yang sempat naik daun pada era kejayaan booming komoditas beberapa tahun lalu. Kenyataan ini membuat Mitsubishi di Indonesia mulai serius membidik pangsa pasar mobil penumpang di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, Pajero Sport harus diboyong dari pabrikan Mitsubishi di Thailand ke Indonesia. Namun, dalam beberapa bulan ke depan, langkah Mitsubishi memproduksi Pajero Sport versi lokal bakal jadi kenyataan. Pabriknya di GIIC, Deltamas, Bekasi, Jawa Barat yang berkapasitas 160 ribu per tahun, siap memproduksi Pajero Sport Apri tahun ini bersama Mitsubishi Multi Purpose Vehicle (MPV) XM Concept dan Pick Up L300.
Pabrik ini bagian dari strategi masa depan Mitsubishi Motors Corporation (MMC) yang memang akan fokus ke pengembangan kendaraan penumpang khususnya SUV dan Cross-over. Langkah Mitsubishi ini tentu sangat masuk akal di tengah terpuruknya penjualan mereka secara global. Penjualan
Mitsubishi susut jadi 1,048 juta unit pada 2015 atau turun 4 persen dari tahun sebelumnya. Mitsubishi di Asia juga sama nasibnya hanya mampu menyumbang 322.000 unit atau turun 6 persen di tahun yang sama. Tahun lalu mereka memproyeksikan penjualan hanya di kepala 900-an ribu.
Di tengah tren yang sedang memihak ke pasar SUV, melokalisasi Pajero Sport sebagai penyumbang terbesar Mitsubishi global maupun Indonesia adalah keputusan tepat. Pasar SUV di Indonesia memang terus berkembang beberapa tahun terakhir. Pangsa pasarnya yang pada 2014 hanya 5 persen, di 2015 meningkat menjadi 7 persen.
Pajero Sport adalah bagian dari tren “Urban SUV" atau yaitu kendaraan-kendaraan dengan ground clearance tinggi, nyaman seperti sedan. Tren ini sudah dimulai setidaknya sejak Honda CR-V nongol dengan wajah sangat baru dari produk sebelumnya, pada 2007.
Sebagian jenis SUV punya penggerak 4x4—yang sejatinya lebih cocok di kawasan perkebunan atau pertambangan daripada di perkotaan yang kondisi jalan relatif mulus. Tahun lalu, SUV Pajero Sport yang paling laris adalah tipe penggerak 4x2 terjual 17.164 unit, sedangkan tipe 4x4 hanya 1.960 unit—harga termurah Pajero Sport adalah Rp447 juta untuk tipe Exceed (4X2) MT.
“Ini tren yang cenderung karena mode saja, tidak semata-mata didorong oleh kebutuhan nyata,” kata Sekretaris Umum (Sekum) Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara kepada Tirto.
Selain SUV dengan tongkrongan gahar dan berukuran besar seperti Pajero Sport, SUV dengan ukuran lebih kecil bergenre Cross-Over—sebagai mobil rasa sedan yang juga punya kemampuan menempuh jalan-jalan yang tak mulus—menjadi tambahan warna lain dari tren demam tren SUV di Indonesia.
Sang “King of The Desert” Pajero Sport lebih dulu menikmati empuknya pasar mobil penumpang di Indonesia yang justru kuat mengakar di segmen low MPV nanmultifungsi dan menjawab banyak kebutuhan daripada sebuah SUV.
Apakah Pajero Sport hanya kenikmatan sesaat bagi Mitsubishi dalam merasakan empuknya pasar SUV yang sedang melaju, tak ubahnya seperti makna "Pajero" versi orang-orang Spanyol?
Penulis: Suhendra
Editor: Maulida Sri Handayani