tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan lima kementerian/lembaga menampung uang negara bukan di rekening resmi, tapi milik perorangan. Hal ini tercatat dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2019 yang diserahkan Ketua BPK RI Agung Firman kepada Presiden Joko Widodo, Senin (20/7/2020) lalu.
Kementerian/lembaga tersebut adalah adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian Agama, Badan Pengawas Pemilu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Agung mengatakan total APBN yang ditampung di rekening pribadi itu jumlahnya mencapai Rp71,78 miliar.
Uang negara yang ada di rekening pribadi paling besar ada di Kemhan. "Yang masuk pada rekening pribadi sebesar Rp48,12 miliar," katanya. Rekening-rekening ini belum dilaporkan atau belum mendapat izin dari Menteri Keuangan. Di Kemenag, uang negara yang ditampung di rekening pribadi mencapai Rp20,71 miliar, Bawaslu Rp2,93 miliar, dan sisanya KLHK serta Bapetan.
"Temuan ini sudah dilaporkan oleh BPK kepada instansi terperiksa," katanya.
Jokowi sendiri mengingatkan kepada lembaga negara tersebut agar transparan. Ia mengatakan "langkah perbaikan betul-betul harus konkret" agar "setiap uang rakyat yang dikelola pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dan uang yang dikeluarkan untuk rakyat juga bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat."
Selain perkara penggunaan rekening pribadi, laporan tersebut juga mencatat tiga dari 87 lembaga negara yang diaudit jadi sorotan. Mereka adalah Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN) dan Komisi Pemilihan Umum yang mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), serta Badan Keamanan Laut (Bakamla) disclaimer.
WDP menggambarkan ada ketidakwajaran minor dari laporan keuangan lembaga tersebut, terutama di bagian rekening atau item tertentu. Sementara disclaimer atau tidak menyatakan pendapat karena auditor, misalnya, tidak dapat memperoleh akses bukti-bukti yang mendukung penggunaan anggaran, sehingga BPK tak dapat menilai wajar atau tidak laporan keuangannya.
Jokowi berkata agar ketiga lembaga memperbaiki laporan, sehingga opini dari BPK tak berulang. "Agar secepat-cepatnya segera melakukan perbaikan, melakukan terobosan, dan melakukan langkah-langkah perubahan yang signifikan."
Mengapa Terjadi
Agung mengatakan lembaga ini akan dikenakan sanksi sesuai tingkat kesalahan, bahkan pidana jika terbukti ada niat jahat yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Namun Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK Hendra Susanto menegaskan tidak ada kerugian. Ini semua, katanya, hanya masalah administrasi dan prosedural.
Dalam kasus di Kemhan, misalnya, pemakaian rekening pribadi itu "terpaksa" karena "duitnya diperlukan karena program harus segera jalan." Di Kemhan ada 62 rekening pribadi yang belum mengantongi izin dari Menkeu.
Rekening pribadi dipakai dulu karena jika harus pakai rekening resmi, maka harus menembus rantai komando dari atase ke panglima TNI lalu Kemhan. Ada proses birokrasi yang panjang untuk sampai ke sana.
Hendra lalu bilang sisa uang di rekening pribadi kini telah dikembalikan ke kas negara.
Penjelasan Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Menhan Prabowo Subianto, serupa. Ia mengatakan program atau kegiatan yang dimaksud terkait dengan atase pertahanan perwakilan Indonesia di seluruh dunia.
Dahnil lalu mengatakan temuan BPK ini sebenarnya sudah dijelaskan lewat Inspektorat Jenderal Kemhan secara terperinci dan hasilnya memperoleh opini wajar tanpa pengecualian. Tapi BPK tetap menyampaikan perkara rekening pribadi ini karena memang saat audit berlangsung menyalahi prosedur.
Prosedur serupa diberlakukan untuk kementerian/lembaga lain. BPK tetap memasukkannya dalam laporan karena menggunakan prinsip temuan secara gross--yang sudah diselesaikan sekalipun tetap dihitung dan dipublikasikan.
Sementara di Kemenag, BPK menemukan penggunaan rekening pribadi pada 13 satuan kerja. Hingga 31 Desember 2019, duit negara di rekening pribadi pegawai Kemenag mencapai Rp10,34 miliar. Sebagian sudah dikembalikan, sisanya, Rp300 juta, belum.
"Di Kemenag masalahnya ketidakpatuhan. Ini ke depan kami harap tak berulang," kata anggota V BPK RI, Bahrullah Akbar.
==========
(Naskah ini diedit lagi setelah tayang pada 22 Juli pukul 11.28)
Editor: Abdul Aziz