Menuju konten utama

Menerka Nasib Pariwisata di 2022

Dua tahun semenjak pandemi, dunia perlahan pulih —walau harus membayar harga amat mahal.

Menerka Nasib Pariwisata di 2022
Liburan Saat Pandemi. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Ketika pandemi menghantam dunia, sektor pariwisata adalah salah satu yang paling terluka parah. Sebagai sektor yang padat karya, serta mengandalkan pergerakan manusia dari satu titik ke titik lain, juga merayakan pertemuan dan kerumunan manusia, tak heran kalau sektor pariwisata yang paling kena dampak dari virus yang mengharuskan manusia untuk jaga jarak dan tidak bepergian.

Dua tahun semenjak pandemi, dunia perlahan pulih —walau harus membayar harga amat mahal. Perpaduan antara sains yang menghasilkan vaksin dengan cepat, dan penanganan pandemi yang gesit, berhasil memberi rem bagi lanju pandemi sekaligus memberikan banyak harapan, termasuk untuk sektor pariwisata dan MICE.

Di belahan dunia bagian Barat, event-event besar sudah digelar. Mulai dari liga sepakbola, turnamen akbar Euro 2021, hingga berbagai tur, festival, dan konser musik. Semua tentu dengan berbagai syarat dan ketentuan.

World Tourism Organization menyebut bahwa sulit meramalkan bagaimana kondisi pariwisata pada 2022, sebab dunia juga masih terus meraba bagaimana pandemi akan berevolusi. Meski begitu, WTO memberikan sedikit ramalan bagaimana kondisi pariwisata di tahun depan.

“Perjalanan internasional tentu masih akan dijalankan dan diawasi, baik dari negara keberangkatan maupun tujuan, juga maskapai penerbangan, agar bisa menawarkan 100 persen rasa aman pada para pelancong. Selain itu, test COVID juga akan tetap dipakai sebagai langkah pencegahan,” tulis WTO di situs mereka.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia, menurut laporan Global Economic Impact & Trends (2021) yang dirilis oleh World Travel & Tourism Council, adalah salah satu yang paling kena dampak. Apalagi Indonesia termasuk negara yang menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor pemberi pemasukan terbesar.

Saat ini Indonesia sedang mewacanakan akan membuka penerbangan internasional secara bertahap. Selain itu, acara-acara dalam skala kecil hingga menengah sudah mulai bisa diadakan. Meski begitu, penanganan dan protokol ketat tetap diberlakukan agar tidak terjadi gelombang ketiga.

Dalam masa yang penuh turbulensi ini, sektor pariwisata di Indonesia masih berupaya pelan-pelan bangkit. Wisatawan domestik sudah mulai aktif kembali, selagi menunggu masuknya wisatawan mancanegara.

Kualitas, Persiapan, dan Rasa Aman

Kualitas, persiapan, juga rasa aman dan nyaman adalah benang merah dalam diskusi santai bertajuk “Geliat Pulihnya Industri Pariwisata” yang menghadirkan Didien Junaedy, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI); Farchan Noor Rachman, travel blogger dan influencer; serta Rismauli Silaban, Chief Technical Officer dari Zurich Asuransi Indonesia.

Menurut Didien, pandemi ini membuat banyak pemangku pariwisata memikirkan ulang goals mereka. Ia memberi contoh Indonesia yang dulu sempat terpaku pada jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia sebagai tolok ukur kesuksesan pariwisata.

“Tapi kini tren pariwisata telah berganti. Kemenparekraf sekarang mengedepankan aspek kualitas di atas kuantitas dalam sektor pariwisata. Quality tourism, bukan lagi quantity tourism,” ujar Didien.

Quality tourism, atau pariwisata berkualitas, salah satu indikatornya adalah perkara spending atau pengeluaran. Salah satu contoh baik adalah Australia. Secara jumlah, kunjungan wisman ke negara kanguru itu tak sampai 12 juta. Itu masih kalah dibanding Indonesia, yang pada 2019 didatangi 16,11 juta wisman. Namun secara spending, wisman di Australia rela merogoh kocek 4 kali lipat ketimbang wisman yang datang ke Indonesia.

Itu artinya secara jumlah mereka masih terkontrol –dan artinya dampak negatif pariwisata bisa lebih ditekan– tapi sekaligus mendapat pemasukan lebih banyak.

Untuk membangun pariwisata berkualitas memang dibutuhkan proses dan konsistensi. Salah satu langkah pemerintah untuk menuju ke sana adalah dengan mengembangkan tujuan wisata prioritas, yang juga populer disebut sebagai 10 Bali Baru.

Lebih jauh, Didien meramalkan, paling tidak dalam dua tahun terakhir, kondisi pariwisata dunia masih belum akan sepenuhnya. Artinya, perjalanan internasional masih akan terbatas karena berbagai restriksi yang diterapkan di masing-masing negara.

“Mungkin dua sampai tiga tahun kita belum akan pulih. Jadi kita harus mengandalkan pariwisata domestik,” tutur Didien.

Pendapat Didien diamini oleh Farchan. Pria yang akrab disapa sebagai Efener ini menilai bahwa perjalanan dalam negeri sebaiknya diutamakan. Ini karena yang paling bleeding itu adalah industri pariwisata dalam negeri. Farchan melihat kondisi ini di kawasan-kawasan wisata, semisal Bali dan Lombok, yang dulu dibanjiri turis, kini terasa sepi.

“Tapi karena ada himbauan agar pemerintah mengadakan acara MICE di hotel, itu lumayan membantu kenaikan tingkat okupansi hotel,” tutur pria yang baru-baru ini mendapat anugerah ASN Inspiratif.

Farchan sendiri sudah mulai rutin melakukan perjalanan baik dalam rangka liburan atau pekerjaan, ada beberapa hal yang dia terapkan. Pertama, ia lebih peduli terhadap obat-obatan pribadi dan alat kesehatan pribadi. Kedua, lebih ketat menerapkan protokol kesehatan, semisal memakai masker dobel atau yang sekaligus berkualitas. Ketiga, jika memungkinkan, Farchan akan memakai kendaraan pribadi.

“Selain itu, perkara waktu melancong juga krusial. Kalau bisa, coba dihindari peak season. Cari waktu yang tak banyak orang liburan. Jadi lebih aman karena menghindari kerumunan,” kata pria asal Magelang, Jawa Tengah ini.

Tak bisa dipungkiri memang, bahwa rasa aman dan nyaman itu yang paling dibutuhkan ketika melakukan perjalanan di masa pandemi ini. Hal ini wajar, sebab di masa yang terus menerus berubah seperti sekarang, satu-satunya kepastian adalah ketidakpastian.

Menurut Rismauli, kebutuhan terhadap rasa aman ketika berpergian ini yang kemudian mendorong orang untuk membeli asuransi perjalanan.

“Karena pulihnya tren berpergian harus disertai dengan perlindungan lebih, agar masyarakat bisa bepergian dengan lebih tenang tanpa harus mengkhawatirkan risiko yang mungkin dihadapi. Di sinilah asuransi perjalanan memainkan peran pentingnya dalam memberikan masyarakat perasaan aman dan nyaman sejak mulai dari persiapan, perjalanan, hingga sampai ke rumah,” ujar perempuan yang dipanggil Uli ini.

Zurich Indonesia adalah salah satu perusahaan asuransi yang memberikan banyak tawaran menarik bagi mereka yang mau berpergian. Dengan menggunakan Zurich Insurance Travel, kamu bisa terlindungi dari berbagai risiko ketika melakukan perjalanan, mulai dari pembatalan, kehilangan bagasi, sakit, hingga risiko yang diakibatkan COVID-19.

Menariknya lagi, Zurich memberikan keleluasaan untuk memilih jenis premi dan benefit. Ini artinya, kamu bisa melakukan personalisasi asuransi perjalananmu. Mulai dari durasi perjalanan, jenis benefitnya, hingga berapa preminya.

“Zurich Travel Insurance merupakan produk asuransi perjalanan di Indonesia yang paling lengkap dengan berbagai jaminan yang diberikan. Bahkan ada juga manfaat tambahan untuk aktivitas seperti olahraga dan petualangan. Produk ini juga memberikan harga premi yang terjangkau dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, sehingga sangat value for money dibanding produk asuransi perjalanan lainnya,” kata Uli.

Apa yang disampaikan oleh Uli jelas ada benarnya. Di seluruh dunia, karena pandemi, kebutuhan akan asuransi perjalanan terus meningkat. Sebuah perusahaan di AS pernah menganalisis kanal pencarian Google dan mendapati bahwa ada kenaikan pencarian “asuransi perjalanan” sebesar 233 persen. Belum lagi jika bicara tentang kenaikan pembelian asuransi travel, termasuk asuransi dengan premi lengkap yang menanggung semua risiko perjalanan —dilaporkan Reuters angkanya mencapai 20 persen.

Maka, meski 2022 masih terpantau abu-abu dan berselimut halimun pekat, setidaknya kita sudah bisa menarik napas agak lega. Perjalanan sudah bisa dilakukan. Acara pelan-pelan dimulai. Ada potensi bahwa tahun 2022 dunia pariwisata mulai bisa menata diri lagi.

Untuk itu, tak bisa dibantah bahwa asuransi perjalanan, seperti yang disediakan oleh Zurich, memberikan rasa aman ketika kita melakukan perjalanan. Ia melindungi para pelancong dari aneka jenis risiko dan banyak ketidakjelasan. Dan kita tahu, rasa aman dan nyaman adalah titik sebermula yang melahirkan doa dan harapan-harapan baik. []

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis