Menuju konten utama

Mendag Belum Bisa Pastikan Hasil Sidang WTO Soal Retaliasi AS

AS meminta Indonesia membayar 350 juta dolar AS sebagai ganti rugi akibat peraturan impor holtikultura, hewan dan produk hewani.

Mendag Belum Bisa Pastikan Hasil Sidang WTO Soal Retaliasi AS
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berjalan memasuki Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/5/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita tidak bisa memastikan selesainya hasil sidang World Trade Organization (WTO) yang telah berlangsung di Jenewa, Swiss pada 15 Agustus lalu.

"Pokoknya kami sudah sampaikan suratnya ya melalui Perwakilan Tetap Republik Indonesia sudah nanti akan kami follow up lebih jauh. Jangan digiring jawabannya karena kami enggak tahu," ujar Enggar di Jakarta pada Senin (20/8/2018).

Sidang tersebut berkaitan dengan Pemerintah Indonesia yang keberatan dengan tuntutan retaliasi Amerika Serikat karena meminta Indonesia membayar 350 juta dolar AS atau senilai Rp5 triliun, sebagai ganti atas kerugian industri AS akibat peraturan impor holtikultura, hewan dan produk hewani.

Awalnya, peraturan impor tersebut diterbitkan Pemerintah Indonesia pada 2012. Namun, aturan tersebut dinilai AS dan Selandia Baru sebagai pembatasan dan pelarangan impor sehingga membawa masalah ini ke WTO.

Pada Februari 2017, WTO mengabulkan gugatan AS dan Selandia Baru sehingga Indonesia harus mencabut peraturan impor itu. Indonesia sudah berupaya melaksanakan putusan WTO tersebut, namun pemerintah AS justru menilai Indonesia gagal memenuhi kesepakatan. Pada Agustus 2018, pemerintahan Donald Trump resmi menuntut Indonesia membayar ganti rugi Rp5 triliun.

Terkait hal itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan mengatakan Indonesia telah mematuhi kesepakatan itu dengan mengubah Peraturan Pertanian (Permentan) dan Peraturan Perdagangan (Permendag).

Dalam kaitannya dengan produk hortikultura, pemerintah juga telah merevisi ketentuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Permentan Nomor 60 Tahun 2012. Aturan tersebut kemudian berubah menjadi Permentan Nomor 47 Tahun 2013. Revisi lanjutannya tertuang dalam Permentan Nomor 86 Tahun 2013.

Sementara itu, pada domain Kementerian Perdagangan, pemerintah telah menerbitkan revisi dari Permendag Nomor 60 Tahun 2012 tentang KIPH (Ketentuan Impor Produk Hortikultura), yang lantas tertuang dalam Permendag Nomor 16 Tahun 2013. Revisi lanjutannya pun dimunculkan dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2013.

"Sementara ini, kami menyatakan sudah cukup dengan perubahan Permendag dan Permentan terkait. Kami nyatakan kita comply (memenuhi). Jadi, comply sejauh mana dan besarannya, yang menentukan panel (WTO). Ada panel compliance dan arbitrase," ujar Oke.

Kemudian, ia mengatakan bahwa perubahan Permentan dan Permendag tersebut belum tentu akan mendorong impor membanjiri Indonesia.

"Soal nanti membanjir atau tidak, kan importir yang melakukan memasukan barang. Karena kita kalah banding, kita diwajibkan mengubah peraturan, tidak boleh membatasi masa pengajuan izin dan masa importasinya," ujar Oke.

Baca juga artikel terkait WTO atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto