tirto.id - Di gang sempit yang ada di antara banyak ruko di Kauman, Jalan Trisula II, tampak paving jalan berwarna-warni yang akan mencuri perhatian tiap mata yang melewatinya. Paving jalan dan tembok di area itu dihiasi mural dengan berbagai tumbuhan hijau yang menyegarkan mata.
Suasana yang seolah ingin mengusir citra kumuh yang biasanya ditempelkan pada area gang sempit.
Semua ini merupakan buah kerja keras dari Andi dan warga RW 2 Kauman, Solo, serta bantuan dari Astra. Kampung yang terletak tepat di belakang Masjid Agung Surakarta ini menjadi satu dari 30 peserta Kampung Berseri Astra.
Kampung Berseri Astra merupakan program pengembangan masyarakat berbasis komunitas dari Astra. Ditemani tumpukan barang dan bahan baku yang ada di rumahnya untuk keperluan aktivitas lingkungan kampung, Andi selaku local champion Astra menceritakan bagaimana perjalanannya sebagai aktivis lingkungan telah membuat kampungnya jadi kampung binaan Astra dengan nama KBA Gedang Selirang Kauman, Solo.
Bermula dari Kecintaan pada Alam

Lahir dan tumbuh di area perkebunan teh membuat Andi akrab dengan alam. Kakeknya yang juga petani jadi sumber belajar Andi untuk lebih mengenal sang alam. Ia sendiri mengaku lebih suka melihat rumah yang dihiasi pohon atau tanaman.
Saat menetap di Solo pada 2020 lalu, Andi menyebut kondisi kampung Kauman yang ia tinggali sangat gersang. Andi kemudian ambil inisiatif mendaftarkan RW 2 Kauman dalam proklim, program dari KLHK. Ia lantas didapuk jadi ketua oleh kelurahan Kauman.
Dalam program tersebut, RW 2 Kauman mendapat juara dua tingkat kota dan saat ini sedang mengikuti ajang di tingkat provinsi. Jika menang, RW 2 Kauman berkesempatan bisa maju di tingkat nasional pada 2027 mendatang.
Andi merasakan dampak positif ketika kampungnya mulai dikenal. Jiwa aktivis lingkungan dalam dirinya sangat senang mendapat banyak kunjungan dari berbagai komunitas, NGO, hingga instansi untuk berbagi ilmu mengedukasi warga. Tak hanya itu, UMKM sekitar pun ikut terdampak karena produk mereka terjual berkat kunjungan-kunjungan tersebut.
Mendapat informasi mengenai Kampung Astra Berseri dari salah satu kawannya, Andi tak pikir panjang untuk mencoba peruntungan. Sejak Agustus-Desember 2024 lalu, RW 2 Kauman telah melewati banyak seleksi. Mulanya mereka bersaing dengan 400 peserta dari seluruh Indonesia, kemudian diambil 40 peserta dan terakhir, RW 2 Kauman resmi masuk ke dalam 30 besar peserta yang akan dibina oleh Astra selama 5 tahun ke depan.
Upaya Melestarikan Lingkungan

Bersama Astra, terdapat empat pilar yang akan dibina, yakni pendidikan, lingkungan, kewirausahaan dan kesehatan. Adapun yang telah dilakukan Astra adalah workshop UMKM, kesehatan, pendidikan dan lingkungan.
Selain itu, terdapat bantuan lain seperti 6 ember untuk budidaya lele dengan 300 bibit, serta alat bantu untuk UMKM setempat seperti mesin jahit portable untuk UMKM batik jumputan dan bahan baku untuk pengrajin gitar. Selain itu terdapat pinjaman modal untuk UMKM tanpa bunga. Untuk kesehatan, RW 2 Kauman telah mendapat timbangan digital terbaru. Sedangkan dalam hal pendidikan, Astra memberikan beasiswa kepada anak murid selama 1 semester sebesar Rp1.200.000.
Andi kemudian menceritakan tiap detail kegiatan serta program yang ada di kampungnya. Pertama adalah berbagai macam UMKM milik warga setempat, mulai dari food and beverage, makanan jadi, bumbu dapur, pengrajin gitar, dan batik jumputan.
Andi menceritakan bahwa pihak Astra telah membeli batik jumputan dan menjadikannya souvenir untuk Kampung Berseri Astra lain. Ini juga jadi salah satu cara memasarkan produk UMKM RW 2 Kauman tersebut. Hal serupa juga dilakukan Astra terhadap pengrajin gitar di sana.
Andi kemudian menunjukkan dua plastik penuh berisi puntung rokok. Ia mengungkap sedang melakukan projek pribadinya yaitu mendaur ulang puntung rokok untuk dijadikan dakron, kompos, pestisida, dan filter kolam ikan. Puntung rokok itu ia ambil dari tempat khusus merokok di kampungnya yang bernama Panggenan Ngeses.
Terkait projek puntung rokok, Andi ingin menggandeng seluruh kelurahan di Kota Solo untuk bisa melakukan hal serupa, yakni mengumpulkan puntung rokok dan didaur ulang. Selain itu, ia juga ingin mengajak komunitas dan mahasiswa untuk riset lebih lanjut terkait sterilisasi puntung rokok.
Tak hanya rokok, Andi juga mengedukasi terkait pengolahan limbah minyak jelantah yang dapat disulap menjadi sabun, serta bagaimana cara membuang limbah bekas air rendaman detergen agar tidak merusak lingkungan.
Bekal ilmu pertanian yang dipelajari secara otodidak Andi terapkan di Kelompok Wanita Tani (KWT). Kontributor Tirto diajak mengelilingi Kampung Berseri Astra Gedang Selirang untuk melihat lahan KWT di area Masjid Agung. Dalam perjalanan menuju lahan KWT, Andi menunjukkan tembok-tembok gang sempit itu juga tertanam berbagai tumbuhan seperti seledri, bawang, dan cabai dengan teknik vertical garden.
“Kalau boleh, di tembok ini sudah saya kasih wall planter,” ujar Andi sembari menunjukkan salah satu tembok milik Masjid Agung yang masih tergolong cagar budaya.

Meski lahan tergolong sempit, namun Andi dan kelompok KWT memaksimalkannya dengan sangat baik. Tanaman dan sayuran yang ditanam dapat dikatakan lengkap, mulai dari tomat, cabai, bawang merah, sorgum, terong, hingga okra. Bahkan mereka telah menyiapkan tanah baru untuk ditumbuhi kangkung. Selain tanaman sayuran, di sela-sela lahan tersebut terdapat ikan lele yang juga dibudidaya. Kepada Tirto, Andi juga pamerkan pupuk organik yang mereka buat sendiri.
Hasil panen tersebut biasanya dibagikan kepada warga. Namun mereka juga tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang ingin membeli hasil panen dari Kampung Berseri Astra Gedang Selirang. Memang untuk saat ini, fokus mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan warganya sendiri. Apalagi ketika harga bahan-bahan masakan melonjak naik, warga RW 2 Kauman sangat terbantu dengan mengandalkan hasil panen tersebut.
Selain melakukan kegiatan yang langsung berhubungan dengan lingkungan, Andi juga fokus mengedukasi anak-anak di kampungnya yang terkumpul dalam ACIL atau Anak Cinta Lingkungan. Lahirnya ACIL karena keresahan Andi melihat kegiatan anak-anak sepulang sekolah yang hanya asyik bermain gawai di kelurahan.
“Anak-anak cuma nge-game dari jam 1 (siang) sampai jam 5 (sore). Saya minta kelurahan buat ganti password Wi-Fi,” cerita Andi yang disusul tawa mengingat awal mula ia ingin membentuk ACIL.
Usaha itu membuahkan hasil. Setelah ACIL terbentuk, anak-anak di kampungnya mulai dibuatkan kegiatan yang lebih bermanfaat dan tentunya diarahkan untuk bisa mencintai lingkungan.

Andi memulai kegiatan ACIL dengan hal sederhana seperti belajar bahasa inggris gratis, menari, dan yang unik adalah anak-anak mendapat pengajaran tentang pambiwara. Pambiwara adalah pemandu acara dalam adat Jawa. Selain itu, terdapat pula dua perpustakaan indoor dan outdoor. Untuk outdoor, perpustakaan atau pojok membaca ACIL terletak tepat di depan rumah Andi, berupa pondok kecil.
Adanya kegiatan-kegiatan tersebut membuat anak di RW 2 Kauman mempunyai kegiatan positif sepulang sekolah. Bagi yang berusia remaja dan dewasa, mereka juga telah diarahkan untuk membuat sebuah kegiatan atau acara kampung. Sedangkan bagi mereka yang gemar bermain game online, mereka pernah diajak untuk membuat berbagai senjata mainan dari bahan kardus bekas.
“Mereka kan suka game itu. Game apalah, saya nggak ngerti, ya. Kayaknya Free Fire (FF). Jadilah kita bikin Free Fire dunia nyata, bikin dari kardus, buat senapan. Waktu-waktu itu kita main perang-perangan,” cerita Andi.
Edukasi cinta lingkungan yang diberikan Andi pada anak-anak didiknya dapat dibilang berhasil. Pasalnya, jika RW 2 Kauman menang dalam proklim tingkat provinsi, mereka telah merencanakan melakukan kegiatan mengumpulkan puntung rokok di stasiun.
“(kalau menang) mereka ngajak jalan-jalan naik kereta ke Wonogiri. Mau ngumpulin puntung rokok di stasiun, katanya. Saya saja malah nggak kepikiran,” Andi terdengar bangga akan inisiatif anak-anak didiknya tersebut.
ACIL juga sedang menabung untuk rencananya membeli pohon penyerap polutan atas nama mereka yang nanti akan diberi nama Pohon ACIL.
Pantang Menyerah Hadapi Tantangan
Bukan hal yang mudah bagi Andi dan juga kawan-kawan aktivis lingkungan lain dalam merealisasikan visi misinya demi kelestarian alam dan lingkungan. Mereka harus menghadapi berbagai macam tantangan. Bagi Andi, tantangan mendasar yang ia rasakan adalah tentang perspektif hubungan manusia dengan alam.
Manusia sebagai makhluk hidup memiliki kecenderungan untuk lebih mengedepankan membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama, hingga terkadang mereka lupa bahwa ada elemen lain tak kalah penting, yakni alam.
Tantangan lain yang juga dirasakan para aktivis lingkungan adalah prasangka dari orang sekitar tentang penggunaan dana. Mereka sering menanyakan pertanggungjawaban terkait dana yang digunakan untuk kegiatan.
“Uangnya di kemanain, sih? Saya dulu pernah difitnah. Tapi selama saya benar, saya akan jalan terus,” tegas Andi.
Meskipun sempat ingin meninggalkan dunia yang ia cintai ini, Andi mengaku merupakan seorang yang punya karakter pantang menyerah. Menurutnya, hal itu yang jadi alasan ia tetap konsisten berada di jalan ini sampai sekarang.

Bertahun-tahun melewati asam garam dunia cinta lingkungan, Andi masih punya segudang harapan. Ia ingin para aktivis lingkungan lebih diperhatikan oleh negara. Kegiatan seperti lomba memang dapat membantu, namun menurutnya antara usaha dan hasil yang didapat tidak sebanding. Lomba-lomba tersebut diselenggarakan satu hingga dua tahun sekali. Menurut Andi, ini untuk mendapatkan predikat juara satu, para aktivis juga harus mengeluarkan modal.
“Ada kampung lain itu nggak mau lagi ikut proklim. Dia habis Rp12 juta menghias lingkungan. Menghias lingkungannya pas lomba hanya dapat juara empat. Juara empat itu hadiahnya cuma Rp3 juta. Akhirnya mereka patah hati,” terangnya.
Andi dan juga para aktivis lingkungan lain menginginkan agar dana-dana untuk lomba tersebut dialihkan untuk dana operasional. Tak dipungkiri, para aktivis lingkungan kerap kali menguras banyak waktu, tenaga, hingga finansial untuk mengikuti lomba-lomba tersebut. Hal itu yang juga jadi salah satu alasan banyak aktivis lingkungan yang ingin menyerah.
“Maunya kami (aktivis) sih, DPRD ini lebih turun ke lapangan. Turun, kerja berbarengan, lah.
Yang bagian kotornya biar aktivis. Tapi tolong dikasih dukungan. Mereka punya kuasa. Tanda tangan mereka punya kuasa. Gunakan untuk membantu para aktivis, para komunitas, kampung-kampung proklim seperti mencarikan CSR. Kalau dengan rekomendasi DPRD, nanti kan programnya jelas,” harap Andi.
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































