tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengakui dampak kemajuan pesat teknologi ke sektor perburuhan sudah menjadi perhatian pemerintah, pelaku usaha dan serikat pekerja di forum Tripartit Nasional.
Namun, menurut Hanif, pemerintah belum berencana mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam waktu dekat untuk menghadapi dampak itu.
“Kami harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan di masa mendatang. Hanya saja masih butuh proses untuk memastikan seperti apa arahnya,” kata Hanif di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, pada Senin (28/5/2018).
Bank Dunia (World Bank) belum lama ini mengusulkan agar negara-negara miskin dan berkembang merevisi sejumlah peraturan ketenagakerjaannya. Di tengah perkembangan pesat teknologi, laporan kerja bertajuk World Development Report 2019 rilisan Bank Dunia merekomendasikan agar hubungan industrial jadi lebih fleksibel.
Sejumlah aturan yang disoroti oleh Bank Dunia di laporan itu soal upah minimum, pesangon, serta wewenang pemberi kerja dalam merekrut dan menghentikan pekerjanya.
Hanif tidak secara gamblang menyebutkan Indonesia akan mengadaptasi rekomendasi Bank Dunia tersebut atau tidak. Namun ia tidak menampik bahwa tantangan dunia industri saat ini sudah berubah. Hanif menilai cepatnya perubahan yang terjadi mau tidak mau mengubah karakter para pekerjanya.
“Ketika karakter pekerja berubah, maka karakter keahlian yang dibutuhkan dan dituntut oleh pasar kerja juga berubah. Kemudian bagaimana kita bisa merespons itu, sementara di sisi lain kita tahu masih ada problem seperti shortage dan mismatch,” kata Hanif.
Hanif berpendapat pemerintah masih perlu berfokus memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan di Indonesia. Dia menilai persoalan utama sektor ketenagakerjaan di Indonesia saat ini ialah kekurangan suplai tenaga kerja terampil (shortage) dan ketidaksesuaian kapasitas angkatan kerja dengan kebutuhan (mismatch).
Sebagai solusi jangka pendeknya, Hanif mengatakan pemerintah menyiapkan skema dana pengembangan keterampilan (Skill Development Fund) dan asuransi bagi pengangguran (unemployment benefits).
Menurut Hanif, kedua upaya tersebut akan meningkatkan keahlian pekerja, baik dengan perubahan maupun pengembangan keterampilan.
Hanif juga berharap pasar tenaga kerja di Indonesia bisa lebih aktif. Dengan begitu, akses bagi pekerja untuk meningkatkan maupun mengubah keterampilan bisa lebih terbuka. Selain itu, akses terhadap pasar kerja dan fasilitas konseling mengenai pencarian lowongan juga perlu lebih terjangkau.
“Ini semua kan membutuhkan ekosistem yang lebih baik. Tentu saja industrinya juga harus dipastikan untuk terus tumbuh dan berkembang,” kata Hanif.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom