tirto.id - Penikmat TV swasta dekade 1990an sering melihat oplet yang disupiri Mandra di sinetron legendaris Si Doel Anak Sekolahan. Padahal di dekade 1990an saja kendaraan itu sudah uzur umurnya.
Dalam media populer, oplet tak hanya muncul dalam sinetron besutan anak-anak Sukarno M. Noor itu saja. Iwan Fals sudah menggambarkannya di pertengahan dekade 1980an dalam sebuah lagu. “Berjalan tersendat/ di antara sedan-sedan licin mengkilat/ Dengan warna pucat/ dan badan penuh cacat sedikit berkarat,” tulis Iwan (baca: Cerita tentang Aktor Serba Bisa Sukarno M. Noor).
Dalam lagu yang muncul dalam album Barang Antik (1984) itu, Iwan Fals menggambarkan oplet butut sedang mencoba bertahan dari gerusan zaman di sekitar ibukota Jakarta. "Sainganmu mikrolet, bajaj dan bis kota/ Kini kau tersingkirkan oleh mereka," ujar Iwan Fals.
Istilah oplet tak hanya dipakai di Jakarta dan sekitarnya saja. Setidaknya di Padang dan Banjarmasin istilah oplet juga dipakai.
Baca juga:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ia diartikan sebagai “mobil sedan yang susunan tempat duduknya diubah dan disesuaikan sebagai kendaraan umum yang ditambangkan”. KBBI menuliskan "opelet" sebagai bentuk baku, bukan "oplet" (baca juga: Ejaan Resmi Bukanlah Batas Suci).Ada yang menjadikan oplet sebagai sebutan kendaraan angkutan umum ukuran kecil, macam mikrolet. Namun, ada pula yang menjadikan oplet sebutan hanya untuk kendaraan lawas seperti yang tampil dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan saja.
Hal ini senada dengan uraian John U. Wolf, dalam Formal Indonesian (1980). Ia mencatat: “Umumnya oplet terdiri dari mobil-mobil tua yang umurnya dari sudut teknologi telah uzur, bahkan menurut hukum perusahaan seharusnya telah puluhan tahun masuk kubur.”
Seperti potongan lagu Iwan Fals tadi, opletmakin jadi barang antik yang bisa jadi mahal harganya di kalangan pecinta barang antik. Jenama (merek) oplet di masa lalu antara lain Austin, Morris juga Opel kecil. Apa pun jenamanya, semuanya disebut oplet.
Seperti di beberapa daerah orang menganggap sepeda motor Yamaha, Suzuki atau lainnya sebagai honda — padahal Honda hanyalah salah satu jenama saja. Ini juga berlaku untuk Odol dan Sanyo, sebuah jenama yang lantas menjadi generik.
Baca juga:
- Sebelum Honda Menjadi Raja di Jalan Raya
- Semua Pasta Gigi adalah Odol
- Kenapa Sanyo Melekat sebagai Istilah Pompa Air
Tak hanya merek Austin, Morris atau Opel saja yang dijadikan oplet. Setelah Perang Dunia II, bahkan mobil Jeep sisa perang pun dimodifikasi dan kemudian dikenal dengan sebutan oplet juga.
Di kota Padang, menurut Mardanus Safwan dalam Sejarah Kota Padang (1987), kendaran itu disebut sebagai oplet yang mematikan angkutan umum macam bis ukuran sedang. Di kota Balikpapan, kata orang-orang tua, Jeep yang dimodifikasi dengan seng dan papan itu disebut: taksi jamban (baca: Walikota Padang Gugur di Medan Juang).
Ada beberapa pendapat soal asal kata "oplet". Menurut Rizal Khadafi dalam Jakarta Transportation Guide (2009), oplet berasal dari kata "autolet". Namun, menurut Transport and Communications Bulletin for Asia and the Pacific 53 (1979), istilah "oplet" berasal dari Opel yang sangat populer di Indonesia sebelum Perang Dunia II.
Baca juga:
Menurut Soe Potter, dalam An Indonesian Alphabet (2009), Opel cukup populer lalu jadi muasal kata oplet. Namun, pada dekade 1930an, sudah ada nama produk Opel bernama Opelette. "Lette" sendiri bisa diartikan "kecil". Jadi "Opelette" bisa diartikan "Opel kecil".Hal itu sesuai dengan data pembanding lainnya. Misalnya, buku General Motors in the 20th Century (2000) menyebut di tahun 1932 General Motor Java memproduksi mobil Opel bermesin 2.0 liter yang mampu memuat 7 penumpang dengan nama Opelette.
Nama Opelette sendiri, menurut Nieuwshier van Dondergad (12/11/1953), adalah nama yang diberikan oleh Mr. J. Th. GC van Buuren, Sales Manager General Motors sejak 1928. “Kini kata oplet adalah nama yang umum digunakan untuk bus kecil,” tulis koran Belanda di tahun 1953 itu.
Baca juga: General Motors, Perintis Industri Mobil di indonesia
Penyalur Opelette adalah Lindeteves Stokvis. Mobil ini, dalam iklannya, diklaim buatan General Motor Amerika. Iklan mengklaim mobil tersebut dirakit di General Motor Tanjung Priok. Dalam iklan berbahasa Jawa, mobil ini disebut: "mesinnya 4 silinder, sasisnya kuat, bensinnya irit."
Mobil ini bisa dibeli di Lindeteves yang punya bagian mobil di Batavia, Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar, Palembang juga Padang. Memasuki zaman kemerdekaan, Mobil-mobil ini banyak yang jadi mobil angkutan umum berpenumpang, baik dalam kota maupun pinggiran.
Setelah oplet-oplet makin tersisih, Opel sendiri masih berproduksi. Beberapa produknya masih bisa ditemui di jalan-jalan di Indonesia.
Baca Juga: Parade Angkot Jakarta Tempo Dulu
Opel merupakan produk Jerman. Adam Opel (1837-1895) mendirikannya pada 21 Januari 1862 di Rüsselsheim, Jerman. Menurut situs resmi Opel, Opel awalnya memproduksi mesin jahit. Sempat juga membuat sepeda, belakangan lalu memproduksi mobil.
Pada 1928, General Motors membeli 80 persen saham Opel. Kala Opelette dirilis, Opel ternyata sudah menjadi bagian General Motors.
Mobil Opelette, yang dilafalkan jadi "oplet" oleh orang Indonesia belakangan, tentu masuk dalam berita juga iklan surat kabar. Salah satunya berita kecelakaan di De Indische Courant (18/06/1938).
Surat kabar itu melaporkan sebuah oplet yang berjalah dari arah Mentikan, Mojokerto, ditabrak truk militer di Lapangan Darmo. Kecelakaan ini terjadi akibat, menurut koran itu, “kesalahannya si Tionghoa pengemudi opelet, yang tidak mau mengalah dengan kendaraan lain. Akibatnya enam penghuni opelet tersebut cedera. Seorang penumpang bahkan mengalami luka yang membuatnya dibawa ke rumah sakit.”
Berita lain soal oplet datang juga dari kantor berita nasional, Antara (17/08/1961). Mereka memberitakan kenakalan sopir-sopir angkot.
“Pada saat-saat kita memperingati dwi-windu (16 tahun) kemerdekaan (Indonesia), disinyalir ada supir-supir oplet yang nakal, tidak mau memuat penumpang secara biasa, tetapi hanya mau menarik setjara borongan,” tulis Antara di paragraf pembukanya. Itu semua dilakukan karena tarif borongan bisa jauh lebih tinggi dari tarif normal.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Zen RS