tirto.id - Memasuki masa kampanye Pemilu 2024, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi perhatian publik. Apalagi, berdasar Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Oktober lalu, 26 provinsi terindikasi rawan Pemilu atau memiliki potensi kerawanan tinggi terjadinya pelanggaran netralitas ASN.
Di antara 26 provinsi tersebut, 10 provinsi tergolong dalam kategori kerawanan tinggi, yaitu Provinsi Banten, Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.
Pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020, Bawaslu menerima 1.536 dugaan pelanggaran netralitas ASN, 1.398 di antaranya diteruskan atau direkomendasikan kepada Komisi ASN (KASN). Menjelang Pemilu 2024, ada 7 laporan yang masuk ke Bawaslu sebelum peserta Pemilu ditetapkan. Sedangkan setelah penetapan peserta, ada 26 laporan yang beririsan dengan pelanggaran Pemilu dan 34 laporan yang tidak beririsan dengan pelanggaran Pemilu.
“Kalau (pelanggaran) netralitasnya tidak menggunakan uang dan lain-lain, (hukumannya) masih dalam sanksi administratif, (yakni) pemberhentian. Namun yang lebih mengerikan bukan itu. ASN bisa ditindak pidana jika terbukti menggunakan program pemerintah untuk kepentingan peserta Pemilu tertentu,” ungkap Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (27/11).
Berkaca dari Pilkada 2020, sambung Bagja, salah satu bentuk pelanggaran netralitas ASN adalah penyalahgunaan Dana Desa untuk kepentingan politik calon tertentu. “Itu ada kasusnya, dan sudah diputus pengadilan.”
Menjelang Pemilu 2024, hal semacam itu kembali merebak. Di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, seorang lurah kedapatan mengirim pesan ke grup WhatsApp yang isinya bermuatan dukungan salah satu pasangan calon. Sang lurah divonis bersalah dan dihukum pidana penjara 1 bulan. Masih di kabupaten yang sama, seorang Kepala Seksi Kantor Kecamatan mengunggah gambar salah satu paslon disertai ajakan untuk mencoblos. Ia juga divonis bersalah dan dihukum penjara 1 bulan.
“Yang paling berbahaya sekarang, teman-teman ASN itu sudah terkondisikan dengan gadget, dengan sosial media. Kalau di luar tahapan Pemilu, tidak terlalu masalah. Tapi ketika sudah memasuki masa tahapan, netralitas ASN sudah mulai disoroti,” sambung Rahmat.
Pendekatan Preventif & Penindakan Ditjen Aptika
Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Slamet Santoso menerangkan, netralitas ASN pada Pemilu penting diterapkan untuk mencapai 4 hal.
Pertama, mempertahankan kepercayaan publik. Kedua, mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, menjaga profesionalisme dan integritas. Terakhir, mendukung demokrasi.
“Secara keseluruhan, netralitas ASN adalah kunci untuk memastikan bahwa Pemilu dijalankan secara adil dan tidak dipengaruhi oleh intervensi pemerintah atau kepentingan politik tertentu,” ujar Slamet, Senin (27/11).
Oktober lalu, Ditjen Aptika menyepakati perjanjian kerjasama dengan KASN untuk mengawasi netralitas ASN di ruang digital. Mengenai hal tersebut, lanjut Slamet, pihaknya melakukan dua pendekatan. Preventif dan penindakan. Pendekatan preventif dilakukan dengan mengkampanyekan netralitas ASN lewat tagline ASN Pilih Netral. Sedangkan penindakan dilakukan terhadap ASN yang diduga melanggar prinsip-prinsip netralitas ASN.
“Dengan pendekatan ini, kami bekerjasama dengan KASN dan Bawaslu melalui mekanisme pelaporan dugaan pelanggaran ASN maupun pengawasan aktif oleh personil internal Ditjen Aptika. ASN yang melanggar prinsip netralitas dalam masa Pemilu tersebut memiliki konsekuensi hukuman disiplin berat yang berakibat pemberhentian ASN tersebut,” ungkap Slamet.
Beberapa bentuk pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024 ini antara lain adalah menghadiri rapat partai politik, melakukan tindakan yang mendukung bakal calon kepala daerah, membagikan Alat Peraga Kampanye (APK) bakal calon legislatif, menjadi pengurus partai politik, mewakili partai politik dalam Rapat Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), serta menjadi bakal calon legislatif.
Selain itu, berfoto dengan atribut partai politik tertentu, mendukung bakal calon legislatif tertentu, menghadiri kegiatan partai politik, mengunggah foto bakal calon legislatif dalam media sosial, berfoto bersama bakal calon legislatif, membantu mengumpulkan KTP sebagai syarat calon anggota DPD, serta mendukung verifikasi faktual calon tertentu juga tergolong pelanggaran netralitas ASN.
Meski Ditjen Aptika sudah bekerjasama dengan Meta untuk mengawasi netralitas ASN pada Pemilu 2024, Slamet mengimbau agar masyarakat turut serta melakukan pengawasan. Partisipasi publik untuk menjaga netralitas ASN bisa dilakukan dengan melakukan pengaduan serta memberikan saran dan masukan lewat sejumlah kanal berikut.
A). Surat resmi yang ditujukan kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara dengan alamat Jalan Let. Jend. MT Haryono Kav. 52-52, Pancoran, Jakarta Selatan 12770.
B). Telepon 021-7972908.
C). Surat elektronik humas@kasn.go.id dan persuratan@kasn.go.id.
D). Kanal pengaduan di laman Lapor KASN (https://lapor.kasn.go.id) dan laman Whistle Blowing System KASN https://wbs.kasn.go.id.
E). Facebook: KomisiASNResmi. Instagram: @kasn_ri. Twitter: KASN_RI
F). Aplikasi Pelaporan Umum yang dapat diakses pada laman lapor https://lapor.go.id atau mengunduh aplikasinya di Playstore maupun Appstore.
Obrolan lengkap Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika Kominfo Slamet Santoso mengenai netralitas ASN dapat Anda simak di tautan ini.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis