tirto.id - Terdakwa kasus KTP Elektronik Markus Nari menjalani sidang dakwaan hari ini, Rabu (14/8/2019).
Dalam dakwaannya, jaksa menilai terdakwa memperkaya diri sendiri 1,4 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp19 miliar (kurs Rp14.249) dari proyek e-KTP.
"Bahwa Terdakwa Markus Nari melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa sebesar 1,4 juta dollar AS," kata jaksa Ahmad Burhanudin saat membacakan surat dakwaan di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Jaksa Penuntut Umum KPK menilai bahwa Markus memperkaya diri sendiri dan korporasi. Sekitar awal tahun 2012, Markus sebagai anggota Badan Anggaran DPR ikut dalam pembahasan pengusulan penganggaran kembali proyek e-KTP yaitu Rp1,04 triliun.
Suatu hari, Markus menemui Irman, saat itu menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Pada awalnya, Markus meminta fee proyek e-KTP sebesar Rp5 miliar.
Irman kemudian menghubungi pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemendagri, Sugiharto agar segera memenuhi permintaan tersebut.
"Terdakwa mempengaruhi proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) Tahun Anggaran 2011-2013, yang bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Markus mendapat 400 ribu dolar Amerika Serikat dari eks Bos PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo melalui Sugiharto. Sedangkan 1 juta dolar AS lainnya didapat dari Andi Agustinus alias Andi Narogong melalui Irvanto Hendra Pambudi.
Akibat perbuatannya Markus dijerat dengan didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali