tirto.id - Partai Gerindra bermanuver. Setelah menjalin hubungan positif dengan koalisi pemerintah (salah satunya ditandai dengan kedatangan Prabowo Subianto ke Kongres PDIP), Gerindra menyebut ada penunggang gelap dalam barisan pendukung Prabowo-Sandiaga Uno dalam Koalisi Adil Makmur.
Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad adalah yang pertama-tama mengembuskan isu ini.
Dia bilang penumpang gelap tersebut ingin memanfaatkan Prabowo untuk kepentingan politiknya sendiri. Dia lalu bilang sang penumpang gelap sempat memanasi Prabowo untuk mengorbankan para pendukungnya agar negara rusuh.
Jika konteksnya 'rusuh', maka barangkali yang Sufmi maksud adalah kerusuhan di Bawaslu pasca penetapan hasil rekapitulasi oleh KPU--yang lantas menelan beberapa korban jiwa. Saat itu PA 212 lah yang berdemonstrasi menentang hasil tersebut. Prabowo pun sempat menyatakan menolak hasil rekapitulasi meski tak turun ke jalan.
Masalahnya Sufmi tak menyebut siapa penumpang gelap yang ia maksud. Tak heran kalau respons bekas anggota koalisi negatif.
Koalisi Adil Makmur terdiri dari Gerindra, PAN, PKS, Demokrat, dan Berkarya. Tapi Berkarya tak lolos ke parlemen. Selain lima partai itu, koalisi juga didukung oleh Persaudaraan Alumni 212, kelompok yang sempat membikin demonstrasi besar-besaran pada 2016-2017 untuk melengserkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus penistaan agama.
PA 212 mempertanyakan maksud Gerindra. Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif bahkan tegas mengatakan kalau mereka bukanlah penumpang gelap dalam gerbong Prabowo-Sandiaga.
"PA 212 selama ini mitra atau kawan dalam berjuang. Jadi maaf ya, kami mitra yang terang benderang, bukan penumpang gelap. Kami enggak cari jabatan dan kedudukan," kata Slamet kepada reporter Tirto, Senin (12/8/2019).
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga merespons negatif. Dia heran dengan pernyataan Sufmi karena menurutnya tak ada penumpang gelap. Toh kerja tim pemenangan bisa dibilang baik--meski gagal mengantarkan Prabowo-Sandiaga sebagai Presiden-Wakil Presiden RI periode 2019-2024.
"Kalau ada penumpang gelap mestinya terdeteksi sejak awal. Tim pemenangan kemarin bekerja baik. Semua berkontribusi," kata Mardani kepada reporter Tirto.
Mardani lantas meminta bekas koalisi tak saling menyalahkan. Sebaiknya semuanya tetap santun, katanya.
"Sekali lagi, kalau ada penumpang gelap itu artinya kita yang tidak waspada. Di politik selalu ada usaha kelompok yang menyalip di tikungan, mengklaim kemenangan tanpa kerja. Tapi semua tidak jalan kalau kami waspada," kata Mardani.
Wasekjen PAN Saleh Daulay lebih menyoroti apa yang dilakukan penumpang gelap ini, yang disebut-sebut hendak membuat Indonesia kacau. Menurutnya jika betul begitu, Gerindra wajib menyebutkan pihak yang mereka maksud. Jika tidak, pernyataan soal penumpang gelap tak lebih sebagai desas-desus.
"Isu penumpang gelap yang diembuskan Gerindra tidak boleh dianggap remeh," ujar dia.
Tak hanya identitas si penumpang gelap, yang perlu dibuka Gerindra juga apa motif mereka hingga apakah mereka terkait dengan pihak lain yang kerap disebut 'aktor intelektual.'
"Harus dituntaskan agar semua pihak nyaman dan tidak terusik. Kalau tak diungkap, kasihan orang-orang yang merasa tertuduh. Dikhawatirkan juga akan ada sikap saling curiga."
Manuver
Kadiv Advokasi Demokrat Ferdinand Hutahaean merespons dengan tudingan lain. Mantan Juru Bicara BPN itu menduga ini adalah upaya menyenangkan Jokowi dan koalisi pemerintah.
"Jangan-jangan ini hanya isu hantu baru yang diciptakan Gerindra untuk menyenangkan hati penguasa, ya. Kita lihat keinginan Gerindra sangat besar untuk bergabung di kabinet pemerintahan Pak Jokowi," kata Ferdinand.
Pendapat dari pengamat politik dari KedaiKOPI Kunto A. Wibowo sama seperti dugaan Ferdinand. Kunto menduga, pernyataan Sufmi adalah upaya Gerindra memperkuat hubungan mereka dengan partai koalisi Jokowi. Dia menduga Sufmi secara implisit menuduh PA 212 yang memang dikenal sebagai oposisi pemerintah.
"Penumpang gelap ini menunjuk ke gerakan atau aktivis-aktivis yang oleh pemerintahan Jokowi disebut radikal," katanya.
Kunto bilang kubu Prabowo sengaja melakukan itu karena mereka juga tidak 100 persen sejalan dengan PA 212. Gerindra, kata Kunto, hanya memanfaatkan kelompok 212. Ia memanfaatkan momen Pilkada DKI 2017--saat itu Ahok dianggap 'kawan' Jokowi--dan mengkapitalisasinya di Pilpres 2019.
"Jadi Gerindra seakan-akan membuat garis yang tegas: ini gue, enggak ikut-ikutan sama radikalis itu," kata Kunto.
Wakil Dewan Pembina Gerindra Rachmawati Soekarnoputri menegaskan bahwa penumpang gelap gelap itu memang ada, tapi itu tak terkait dengan motif apa pun. Dia bilang itu hanya dinamika biasa yang tak perlu ditafsirkan terlalu jauh.
"Jangankan partai politik, di mana-mana bisa saja ada yang namanya penumpang gelap. Ada orang yang kaki kanan di sana, kaki kiri di sini, ya, biasa," kata dia di acara 'Pancasila Perekat Kita, Satu Nusa Satu Bangsa' di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino