tirto.id - Bursa kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin terus memanas. Politikus Perindo Arya Sinulingga mengatakan, salah satu kriteria menteri Jokowi di periode kedua adalah mereka yang “berkeringat.” Pernyataan ini muncul setelah beberapa parpol pendukung Prabowo-Sandiaga ancang-ancang merapat ke kubu petahana.
“Ini, kan, maksudnya adalah orang-orang yang memperjuangkan Pak Jokowi, terlibat berjuang untuk Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin dalam perjuangan merebut kemenangan kemarin. Itu sudah terbukti mereka punya komitmen yang kuat untuk Pak Jokowi,” kata Arya saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (18/7/2019).
Arya mengatakan, orang yang berkeringat itu sudah berjuang bersama Jokowi sejak pembentukan visi-misi pasangan Jokowi-Maruf. Mereka juga sudah memahami sepak terjang Jokowi di periode pertama hingga penyusunan program maupun pelaksanaannya.
Menurut Arya, orang yang “berkeringat” ini sudah teruji, punya manajemen politik yang baik, hingga berkomitmen kuat dalam menjalankan visi-misi Jokowi-Ma'ruf Amin kelak usai dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
“Arahnya ke sana dan memang yang terlibat dalam pemenangan Pak Jokowi ini, kan, cukup banyak dan mereka punya kemampuan manajemen dan teknik yang baik. Mereka berasal dari partai dan non-partai yang terlibat memenangkan pak Jokowi,” kata dia.
“Nah mereka mengetahui bagaimana kemauan Pak Jokowi ini. Kan, akan sangat membantu Pak Jokowi. Makanya hal yang seperti itu [kriteria menteri orang yang berkeringat] disampaikan,” kata juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf ini.
Namun, kata Arya, kriteria “berkeringat” tidak bisa diartikan untuk menghalangi partai oposisi bergabung ke Jokowi. Sebab, Jokowi punya standar sendiri dalam menempatkan partai oposisi ke dalam kabinet.
“Kalau untuk yang namanya oposisi yang merapat itu, mungkin kebijakan tersendiri ya. Itu punya kebijakan tersendiri. Itu berbeda, jadi lain,” kata Arya.
Ketua Divisi Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai pernyataan Arya Sinulingga merepresentasikan kepentingan Partai Perindo sebagai salah satu parpol pendukung Jokowi di Pilpres 2019.
“Pendapat itu pun secara politis sah saja karena kepentingan politik setiap partai tentu akan dikedepankan oleh kadernya,” kata Ferdinand saat dihubungi reporter Tirto.
Ferdinand pun menyinggung tentang daftar nama menteri yang beredar di media sosial. Salah satu yang tertera di sana adalah anak Ketua Umum Perindo Hary Tanoe. Meski info itu tidak valid, tapi kata Ferdinand pembentukan opini yang dimainkan Arya bisa mengamankan jatah kursi menteri yang ditargetkan Perindo.
“Mungkin Arya Sinulingga merasa usulan mereka akan kalah bersaing secara kualitas dengan partai yang lain khususnya partai yang diduga akan memperkuat pemerintahan Jokowi dari koalisi adil makmur. Jadi biasa saja sebagai sebuah permainan opini,” kata Ferdinand.
Peneliti politik dari Puskapol Universitas Indonesia (UI) Hurriyah berpendapat, pernyataan Arya Sinulingga sebagai hal lazim. Sebab, partai-partai di dalam koalisi khawatir tidak mendapat jatah menteri.
Ia memandang, keresahan tersebut juga berkorelasi dengan manuver Jokowi sebagai presiden terpilih yang membangun komunikasi dengan oposisi.
Hurriyah menerangkan, dalam teori politik, partai yang tergabung dalam koalisi pendukung seharusnya mendapatkan posisi setelah jagoannya menang. Namun, hal tersebut cukup sulit melihat situasi politik saat ini, apalagi gerbong pendukung Jokowi yang gemuk.
Namun, kata Hurriyah, pernyataan Arya tidak berkaitan dengan penumpang gelap. Sebab, politik Indonesia menerapkan sistem presidensial dengan parlemen multi-partai.
Dengan demikian, kata Hurriyah, dalam konstruksi eksekutif, presiden punya kewenangan penuh untuk menentukan menteri. Akan tetapi, pelaksanaan kegiatan eksekutif bisa terhalang legislatif karena kondisi parlemen yang dinamis.
Sebaliknya, dosen politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo mengatakan, dalam komunikasi politik, pernyataan Arya yang juga juru bicara TKN sebagai sinyal peringatan kepada Jokowi.
Sinyal tersebut, kata Suko, menandakan ada tekanan dari berbagai pihak dalam penentuan kabinet Jokowi.
“Sebetulnya itu [penentuan menteri] hak prerogatif presiden, tapi bahasa-bahasa itu [menteri berkeringat] menunjukkan orang-orang minta jasa terhadap itu, jadi akhirnya perebutan kekuasaan,” kata Suko saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (19/7/2019).
Suko menduga, sinyal tersebut dilontarkan sebagai pengingat kepada Jokowi. Sebab, dinamika politik membuat pendukung petahana itu khawatir. Ia mencontohkan beredarnya isu nama kandidat menteri di daerah sampai daftar menteri sebagai sinyal persaingan menteri yang ketat.
Suko beranggapan Jokowi kuat karena didukung partai dan non-partai atau relawan. Namun, bila mantan Wali Kota Solo itu lebih mengedepankan partai, maka para relawan yang selama ini mendukung Jokowi akan meninggalkannya.
“Menurut saya para pendukung tidak rela kalau dia sudah merasa bekerja mati-matian tapi yang lain tidak,” kata Suko.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz