tirto.id - Mahfud MD mengakui tak pernah meminta atau mendapatkan tawaran jatah kursi menteri dari koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam acara Halal Bihalal Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
"Enggak ada," kata Mahfud MD.
Mahfud pun menyindir aksi politik dagang sapi saat ini dilakukan oleh Prabowo dan Gibran yang mengumbar jatah menteri. Tidak hanya itu, dia juga mengomentari terkait kabar Prabowo-Gibran akan menambah kursi menteri untuk mengakomodasi jabatan politik bagi partai maupun relawan pendukung.
"Nanti setiap ada Pemilu jabatan-jabatan setingkat menteri bertambah, itu lima kali Pemilu, sudah, negara ini sudah banyak sekali menterinya," kata dia.
Mahfud MD mengakui akan bergabung dalam gerakan masyarakat sipil usai gagal menjadi calon wakil presiden dalam Pilpres 2024. Mahfud menuturkan, nantinya hal itu menjadi rangkaian aksi politik walaupun tak memiliki afiliasi terhadap partai politik seperti yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo bersama PDIP.
"Saya masih berjuang, politik itu sangat luas. Ada yang lewat partai politik, ada yang lewat gerakan politik. Nah, gerakan politik itu bisa dilakukan di partai seperti Mas Ganjar, saya sudah punya gerakan politik tapi di luar partai," kata Mahfud.
Mahfud tak menjelaskan bagaimana posisinya dalam gerakan masyarakat sipil mendatang, apakah bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat ataupun organisasi lainnya. Namun dia hanya menginginkan adanya konsolidasi gerakan masyarakat sipil agar lebih teratur dan terarah.
"Saya itu sedang berkonsolidasi untuk mengkonsolidasi civil society yang berjaya untuk membangun demokrasi," kata Mahfud.
Sementara itu, dia berjanji fokus menjadi dosen. Dia menjelaskan langkah tersebut dilakukan untuk meluruskan kembali pikiran dan tata cara dalam berhukum yang menurutnya saat ini masih berantakan.
"Kemudian, saya kembali ke kampus dan tentu terutama meluruskan cara kita berhukum," kata Mahfud.
Dia menerangkan, sistem hukum Indonesia sedang berantakan dan perlu dilakukan perbaikan. Dia menilai kondisi saat ini dipicu pembuatan undang-undang yang serampangan dan adanya mafia hukum yang banyak bermain dalam peradilan.
"Cara kita berhukum saat ini sedang agak rusak. Ketika membuat Undang-undang lalu diselerakan dengan selera-selera elite yang punya kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok kecil," kata Mahfud.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Intan Umbari Prihatin